Perkembangan penyebaran Virus Corona (Covid-19) di Indonesia sepertinya menunjukkan gejala yang semakin meningkat. Beberapa prediksi menyebutkan butuh waktu paling cepat empat bulan untuk bisa mengembalikan kondisi normal terbebas dari Covid-19. Itupun dengan catatan ada langkah yang benar dan disiplin untuk menghadapinya.
Pengalaman dari Wuhan yang pertama kali mengalami wabah Covid-19, sejak dilaporkan ada penderita Covid-19 di tanggal 30 Desember 2019 (yang diperkirakan sudah terjadi penularan di awal Desember 2019), penurunan jumlah pasien baru terjadi di awal bulan Maret 2020. Artinya perlu waktu 3 bulan untuk bisa menghentikan laju pertumbuhan penderita Covid-19. Dalam penanganan Covid-19 Pemerintah Tiongkok sangat disiplin bahkan cenderung keras. Tidak kurang 10 Miliar US Dollar dihabiskan oleh Pemerintah Tiongkok untuk menangani wabah Corona.
Saat ini Pemerintah Tiongkok justru membantu negara-negara lain yang sekarang terjangkit Covid-19, terutama dari sisi medis, seperti Italia, Korea Selatan, dan Iran. Tiga negara tersebut saat ini mengalami lonjakan penderita Covid-19. Mereka telah melaporkan ribuan penderita Covid-19 di negaranya. Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini jumlah penderita Covid-19 di Indonesia baru mencapai ratusan (117/ 15 Maret 2020). Namun banyak pihak yang menduga ini sebagai fenomena gunung es. Artinya 117 adalah yang terdeteksi dan tertangani. Tapi tidak ada pihak yang berani menjamin bahwa tidak ada pasien di luar itu. Tentu kita berharap tidak ada lagi pasien Covid-19 yang tidak terlaporkan. Tetapi jika melihat bagaimana Indonesia menangani Covid-19, banyak pihak yang pesimis.
Jika melihat perkembangan wabah Covid-19 di Indonesia, kemungkinan masih jauh dari titik puncak kasus. Artinya, kemungkinan akan terjadi peningkatan setidaknya dalam jangka 3 bulan. Jadi, jika dimulai awal Maret 2020, maka perkiraan puncak kasus terjadi di bulan Mei 2020. Setelah itu baru terjadi trend penurunan. Jika penanganannya benar, baik, dan disiplin, diperkirakan Agustus 2020 Indonesia bisa terbebas dari Covid-19. Tentu ini hanyalah prediksi atau perkiraan optimistis. Kita berharap inilah yang terjadi.
Bila kita berhitung 6 bulan sebagai masa waspada terhadap Covid-19, maka perlu ditinjau beberapa agenda penting yang telah direncanakan dan jadi agenda rutin di Indonesia. Pertama, awal April adalah dimulai pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan bagi umat Islam. Ada beberapa kegiatan Ramadhan yang biasanya melibatkan umat dalam jumlah banyak seperti buka puasa bersama, shalat tarawih, shalat shubuh dan pengajian.
Sementara di akhir Ramadhan di awal Mei ada pergerakan arus mudik kembali ke kampung halaman dan pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Juga ada kegiatan halal bi halal dan silaturahim antar warga. Semua agenda tersebut jelas akan melibatkan banyak orang dan bersifat masif.
Ada baiknya sejak sekarang pemerintah dan para tokoh masyarakat memikirkan bagaimana jalan keluar mengatasinya agar agenda-agenda tersebut tidak menjadi penyebab semakin susahnya mengendalikan penyebaran Covid-19. Memang tidak mudah memberi pengertian kepada masyarakat untuk bisa memahami bahwa untuk mengurangi dampak penyebaran Covid-19 adalah meminimalkan interaksi yang bersifat masal. Oleh karena itu hal ini harus segera dipersiapkan sehingga saat momen itu tiba kita tidak tergagap dan tidak mampu mengendalikan keadaan.
Demikian juga kegiatan-kegiatan besar yang direncanakan akan dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan bisnis yang akan melibatkan orang secara masal di 6 bulan mendatang ada baiknya dipertimbangkan untuk diundur pada bulan setelah Juli atau bahkan tahun depan.
Alhamdulillah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah memutuskan membatalkan pelaksanaan balapan Formula E yang sedianya akan dilaksanakan di Monas Jakarta pada bulan Juni mendatang. Namun masih ada agenda-agenda besar lain seperti PON, Muktamar dua Ormas Islam besar NU dan Muhammadiyah, serta beberapa agenda besar lain yang direncanakan di 5 hingga 6 bulan mendatang belum diketahui apakah akan tetap dilaksanakan atau mundur pelaksanaannya.
Sebagai warga Muhammadiyah saya berharap Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang akan dilaksanakan pada 1-5 Juli 2020 di Surakarta sebaiknya dipertimbangkan untuk diundur. Dan alhamdulillah Muktamar diputuskan untuk ditunda pada 24-27 Desember 2020. Ada beberapa alasan mengapa keputusan penundaan pelaksanaan Muktamar ini lebih baik:
- Saat ini Walikota Surakarta telah menetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) untuk Covid-19. Penetapan ini tentu bukan main-main. Konsekwensi dari penetapan KLB Covid-19 salah satunya adalah mengurangi aktivitas yang sifatnya melibatkan banyak orang. Semakin mendekati pelaksanaan Muktamar sudah pasti panitia dan semua pihak yang terlibat dalam Muktamar akan semakin intensif melakukan pertemuan. Jika ini dilakukan maka risiko penularan Covid-19 menjadi lebih besar.
- Penyebaran Covid-19 di Indonesia telah memasuki awal kedaruratan dan sangat besar kemungkinan akan semakin serius dalam 2-3 bulan mendatang. Muktamar Muhammadiyah akan melibatkan setdaknya puluhan ribu warga Muhammadiyah dari seluruh pelosok Indonesia. Jika dengan alasan wabah Covid-19 Muktamar tetap dilaksanakan tetapi dengan mengurangi jumlah partisipasi dan agenda kegiatan, tentu menjadikan Muktamar kehilangan gregetnya. Selain itu, meskipun pesertanya dibatasi, tetaplah Muktamar akan melibatkan banyak orang, dan itu tetap berisiko.
- Kita tidak bisa memastikan apakah bulan Juli mendatang wabah Covid-19 sudah tidak lagi melanda Indonesia. Mengumumkan penundaan Muktamar terlalu dekat dengan bulan Juli karena alasan masih berjangkitnya Covid-19 adalah lebih banyak merugikan daripada jika mengumumkannya sejak lebih awal. Jika diumumkan sejak awal setidaknya banyak hal yang masih bisa di antisipasi dan ditinjau ulang, daripada jika pengumuman itu terlalu mendadak dan mendekati pelaksanaan Muktamar.
- Mundurnya pelaksanaan Muktamar bukanlah hal yang baru dan pertama kali terjadi. Kebetulan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta adalah Muktamar yang diundur pelaksanaannya dari tahun 1984 ke tahun 1985. Alasan pengunduran Muktamar ke 41 bukanlah karena masalah teknis tetapi karena alasan politis, yaitu karena mensikapi tuntutan Pemerintah Orde Baru agar semua Organisasi Kemasyarakatan berasas tunggal yaitu Pancasila. Saat itu Muhammadiyah perlu melakukan konsolidasi terlebih dahulu agar masalah itu bisa diputuskan dengan baik dan tidak menimbulkan perpecahan.
Akhirnya kita berdoa semoga Bangsa Indonesia diselamatkan dari wabah Covid-19 sehingga tidak menimbulkan banyak korban. Tentu doa tersebut harus diiringi dengan ikhtiar atau usaha yang sungguh-sungguh dalam mengatasinya. Insya Allah apa yang kita ikhtiarkan tidak menjadi sesuatu yang sia-sia. Aamiin.