IBTimes.ID – Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menyatakan bahwa ketimpangan gender salah satunya dipicu oleh ancaman perilaku kekerasan kepada perempuan. Tren kekerasan seksual dari tahun 2008-2019 selalu naik setiap tahunnya (data catahu komnas perempuan), dan terjadi di dalam berbagai ranah misalnya ranah personal, ranah komunitas dan ranah publik.
“Komnas perempuan dan jaringan masyarakat sipil mengapresiasi upaya pemerintah untuk mempercepat pengesahan RUU TPKS. Namun, kami juga berharap ada penguatan koordinasi dan sinergi untuk mengadvokasikan kembali substansi yang hilang,” ujarnya dalam webinar Tren Ketimpangna Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologi, Jumat (4/3). Kegiatan tersebut digelar oleh INFID (International NGO Forum on Indonesian Development).
Ketimpangan gender di Indonesia, imbuhnya, tidak banyak berubah selama 30 tahun terakhir. Sejak tahun 1990an, pendapatan tenaga kerja perempuan tumbuh dengan lambat karena adanya ketimpangan akses pekerjaan dan upah yang layak. Tidak heran apabila pada tahun 2020, tenaga kerja perempuan masih terus mendapatkan kurang dari 25% total pendapatan tenaga kerja.
Nani Zulminarni, Ketua Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa data ketimpangan gender global hampir tidak pernah berubah dari zaman ke zaman. Data-data tersebut selalu menunjukkan bahwa perempuan memiliki tanggung jawab lebih dalam hal domestik dan tidak berbayar seperti mengurus rumah dan anak.
Hal ini, imbuh Nani, mengurangi kualitas hidup perempuan dan memberikan beban ganda bagi perempuan. Akar dari bentuk ketimpangan gender adalah ideologi patriarki khususnya di arena keluarga. Untuk itu, ia mendukung disahkannya RUU TPKS. Paling tidak, dengan RUU TPKS masyarakat memiliki instrumen untuk diturunkan sebagai proses pendidikan dan perubahan nilai.
Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (KPPPA) menyampaikan berdasarkan data Simfoni PPA 2021 yang menunjukkan bahwa ada 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah 10.368 korban. Sehingga, berdasarkan faktor urgensi dan kemendesakan harapannya RUU TPKS dapat menjadi payung hukum hulu hilir dari permasalahan kekerasan.
Untuk menurunkan ketimpangan gender di Indonesia, Bona Tua (Senior Program Officer SDGs INFID) merekomendasikan kebijakan afirmatif terfokus untuk mengatasi ketimpangan gender di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
- Pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU TPKS (Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dengan pelibatan multipihak
- Pemerintah perlu memberikan alokasi 50 persen beasiswa LPDP bagi calon penerima beasiswa perempuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas perempuan
- Pemerintah Presiden Jokowi perlu mewajibkan penyediaan day care ramah anak di kantor pemerintah pusat dan daerah, melalui Inpres atau Keppres untuk menyediakan lingkungan yang ramah khususnya bagi para pekerja perempuan
- Pemerintah perlu memberlakukan kuota 30 persen dalam jabatan tinggi/direksi di Perusahaan Swasta dan BUMN yang terdaftar terbuka di BEI (Tbk) sebagai upaya meningkatkan akses perempuan atas akses pekerjaan dan upah yang layak
Reporter: Yusuf