Cinta banyak sekali makna, berjuta-juta keindahan tapi dalam hakikatnya kita tidak akan pernah tahu, karena begitu luasnya pemahaman tentang cinta. Secuil kata mengandung makna seluas samudera.
Sujiwo Tejo seorang seniman asal Indonesia pernah mengatakan, “Apa yang kita ketahui tentang cinta, tidak akan sampai kepada arti cinta itu sendiri.” Berbagai pandangan mengenai cinta, menjadi kajian yang akan relate sepanjang zaman bahkan seorang psikolog dan filsuf kebangsaan jerman, Erich Fromm menulis buku penuh tentang cinta. Judul bukunya adalah The Art Loving. Ia menuangkan ide dan intelektualnya hanya mengkaji tentang yang namanya cinta.
Tetapi kali ini yang menjadi fokus kajian, bukanlah seni mencintai dari Erich Fromm, lebih khususnya dari Islam, itu sendiri. Cinta atau dalam bahasa Arab sering disebut “Mahabbah” dari asal tashrif kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan yang berarti perasaan mendalam. Atau bisa juga disebut “mawadah” yang artinya kasih sayang.
Terkadang sangatlah sulit untuk meraih kebenaranya, untuk mencari tahap di mana cinta tidak lagi memberikan alasan, mengapa mencintainya, butuh proses yang lama bahkan butuh pengorbanan lebih tanpa harus merasa berkorban. Dengan itu dalam Islam akan diterangkan secara mendalam apa itu cinta.
Cinta Menurut Para Ulama
Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya yang mahsyur Ihya’ Ulumudin yang sudah tersebar di beberapa kajian, ia mengatakan, bahwasanya cinta adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang menyenangkan dan memberikan manfaat. Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, dinamakan rindu (syauq).
Sedangkan benci adalah kecenderungan untuk menghindari. Jika benci itu menguat, maka dinamakan dendam. Dengan begitu, cinta merupakan naluri manusia untuk condong terhadap sesuatu dan menjadikanya lebih berkreatif dalam memberikan kebebasan dan tiada siapapun yang bisa mencegahnya
Berbeda dengan Imam Ghazali yang sedikit rasional. Menurut Imam Qusyairi dalam kitab Al Kasyfu wal Bayan, menjelaskan bahwa cinta adalah hal yang mulia. Allah yang Maha Suci yang melihat langsung cinta hamba-Nya.
Begitupun ia memberikan cinta kepada hamba-Nya. Konklusi dari keduanya sudah menjelaskan secara ringkas, bahwa cinta merupakan anugerah dari Tuhan yang dititipkan manusia untuk berkecenderungan yang positif membawanya menjadi Insan Kamil (sempurna).
Dalam pandangan Islam secara eksplisit dan umum, mengenai metode mencintai dalam Islam ada diambil dari kisah-kisah nabi, sahabat, tabiin. I’tibar atau pelajaran yang dapat kita ambil, bisa kita jadikan sebagai metode untuk mencintai seseorang. Maka dalam Islam sendiri, memiliki gambaran yang bermakna, terhadap mencintai seseorang. Maka kali ini ada 4 metode mencintai dalam nabi yang akan dijelaskan kali ini.
4 Seni Mencintai
Pertama, Seni Mencintai ala Nabi dan Khadijah. Ini adalah metode cinta tertinggi. Di mana, cinta memerlukan pengorbanan dan keikhlasan. Tersirat dalam kata-kata Sayyidatina Khadijah yang mengatakan kepada nabi, “Ya Rasul, bila umur dan ajalku datang dan engkau butuh sesuatu untuk menegakkan Islam, maka ambilah tulangku dan gali kuburku untukmu membuat perahu atau rakit”.
Cinta mereka tiada duanya. Bahkan ketika Khadijah wafat, tiada yang dapat mengganti isi hati Nabi kecuali nama Khadijah. Dengan membawa perjuangan Islam, keduanya adalah pasangan kharismatik sampai akhir zaman yang akan kekal abadi.
Kedua, seni mencintai ala Nabi Yusuf dan Zulaikha. Gambaran dari cinta keduanya adalah cinta yang dipenuhi kesabaran dan penuh perjuangan. Ketika Zulaikha berpisah dengan Yusuf, hatinya semakin kacau. Makanya, tidak pernah teratur. Bahkan, hartanya ia korbankan demi mencari Yusuf yang telah lama pergi, dan ia merasa menyakitinya. Dan pada akhirnya, Zulaikha bertobat dari kesalahannya. Ia membangun gubuk di pinggiran jalan hanya berdoa untuk kekasihnya yakni Yusuf, kemudian keduanya disatukan.
Ketiga, seni mencintai ala Sayyidina Ali dan Fatimah. Cerminan dari cinta keduanya adalah cinta yang tumbuh dengan keheningan rida Tuhan yang menghindari diri dari godaan setan untuk berbuat zina. Ketika lamaran beberapa sahabat ditolak dari Sayyidatina Fatimah, ternyata ia memiliki sosok yang di idam-idamkan yakni Sayyidina Ali.
Bahkan saat itu dengan sebongkah baju besi milik Sayyidina Ali, lebih ia pilih daripada kemegahan harta sahabat lain. Keduanya adalah gambaran cinta yang ditahan lebih diutarakan dengan doa dan tawakal.
Keempat, seni mencintai ala Qays dan Layla. Keduanya adalah gambaran dari cinta yang penuh penderitaan. Dengan Qays berpisah dengan Layla, hingga layla menikah dengan orang lain, sampai saat terakhir Layla sudah dimakamkan, Qays tetap mendampingi Layla disisi kuburnya hingga jasadnya menjadi debu. Tapi itulah hebatnya Allah menakdirkan mereka berjumpa di surga daripada di dunia ini yang penuh kefanaan, dengan itu cinta, mereka sangat suci.
***
Oleh karena itu pilihlah cinta yang tepat, dan bedakan mana cinta, mana nafsu, seperti perkataan Imam Syafii, “Jangan mencintai seseorang yang tidak mencintai Tuhan-Nya, jika Tuhan saja ditinggalkan apalagi kalian”.
Agama Islam ini penuh dengan cinta. Karena landasannya sendiri untuk kita lebih mengenal hasil dari cinta yakni ketenangan dan kedamaian. Semoga apa yang saya tuturkan dapat menjadi motivasi dan amal jariyah sekian.
Editor: Yahya FR