Menu Favorit Aktivis Muhammadiyah
Aktivis Muhammadiyah – Selera makan sebetulnya sama saja. Ada yang suka pedas, manis, asam, asin atau pahit. Ada pula yang suka nasi merah, nasi putih, nasi panas atau nasi dingin.
Tapi urusan makan bukan sekedar selera. Ada masalah kultur. Misalnya bagi aktivis Muhammadiyah urusan makan tak boleh terlalu ribet. Harus enak, tak menambah pekerjaan, dan bisa membangkitkan antusiasme.
Jadi menu apa yang menurut kebanyakan aktivis Muhammadiyah masuk kriteria itu? Mari kita cek satu per satu.
Nasi Padang
Kebanyakan aktivis Muhammadiyah doyan makan nasi padang. Khususnya untuk makan siang setelah rapat sejak pagi. Lazimnya, nasi padang jadi menu andalan. Selain karena enak, juga pilihan paling moderat.
Saking lazimnya di rapat-rapat pimpinan, Almarhum Said Tuhuleley, Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah berseloroh, “nasi padang itu memang menu orang malas yang ingin makan langsung enak.”
Nasi padang ada di posisi puncak karena ini merupakan makanan dengan variasi harga yang aman. Mulai dari harga pandemi sampe harga hari senin.
Pecel Lele
Berkat kepeloporan warung-warung lamongan, menu pecel selalu jadi pilihan aman kedua setelah nasi padang. Di kalangan aktivis mudanya misalnya di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), menu pecel lele jadi pilihan efisien untuk rapat atau kegiatan pengkaderan.
Selain soal harga yang terjangkau, warung-warung penyedia pecel lele juga punya opsi lauk murah meriah seperti tahu, tempe atau telur. Rasa enak, harga pas di kantong, dan mengakrabkan persaudaraan.
Lotek dan Gado-gado
Di kalangan aktivis, menyantap makanan berbahan utama sayur juga jadi pilihan ketika perut tak terlalu lapar tapi harus terisi. Mereka biasanya memilih lotek atau gado-gado.
Menu ini banyak dipilih oleh ibu-ibu di Aisyiyah. Mungkin karena ini termasuk makanan yang kaya vitamin dan seimbang karbohidrat.
Sate Klatak dan Tongseng
Ini memang menu yang beresiko. Utamanya bagi aktivis Muhammadiyah yang sudah dekat usia kepala empat. Tapi tawaran untuk menyantap sepiring sate klatak atau tongseng tak mungkin ditolak tanpa pikir panjang.
Di kalangan aktivis muda Muhammadiyah ada pepatah, semua urusan bisa dirembuk baik-baik di warung-warung sate. Ketegangan dan keseruan dalam rapat-rapat di Muhammadiyah bisa dikendorkan dengan kelezatan sate dan tongseng.
Sop Kaki Kambing
Sepertinya menu perdagingan sangat kental dengan aktivis Muhammadiyah. termasuk sop kaki kambing. Mereka siap membuat perencanan matang sebelum menyantap sop kaki kambing. Harapannya supaya ritual makan jadi berkurang resiko-resikonya.
Seorang aktivis Muhammadiyah sambil tertawa pernah berkata bahwa urusan makan pun bagi orang Muhammadiyah harus ada manajemen resiko. Tampaknya itu karena potensi kolestorol dan lain sebagainya membayangi mereka.
Gulai Kepala Ikan
Diam-diam orang-orang Muhammadiyah di perkotaan juga suka makan ikan. Jadi bukan hanya aktivisnya yang ada di sentra sumber daya alam kelautan saja.
Memang ada segelintir orang Muhammadiyah yang kurang terbiasa makan ikan. Mungkin faktor geografis misalnya sebagian di Jawa Tengah atau Jawa Barat. Tapi seiring waktu, menu-menu ikan sudah jadi pilihan lain untuk makan.
Untuk ikan air tawar ada lele, nila, dan gurami. Untuk air laut ada ikan kembung atau tongkol. Nah, tapi ada yang jadi incaran aktivis Muhammadiyah, misalnya di Jogja yaitu gulai kepala ikan. Sementara itu, segelintir sangat suka dengna Das Manyung khas pantura.
Sebetulnya ada banyak menu favorit aktivis Muhammadiyah yang tidak saya sebutkan di atas. Misalnya bakmie, nasi goreng, seafood, mie ayam, dan rujak cingur.
Masalahnya, karena orang Muhammadiyah terkenal tak ingin terlalu ribet dengan urusan makan, mereka tak banyak ingin berdebat tentang menu apa yang perlu tersaji di atas meja. Menu-menu tadi biasanya ada dalam konteks untuk makan dalam kelompok-kelompok kecil. Jarang ada rapat Muhammadiyah menyediakan menu mie ayam atau seafood. Kecuali untuk makan di luar ruang rapat rutin di gedung Muhammadiyah.