Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read

Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam jalan hidupnya. Kadang dalam memilih keputusan, manusia dihadapkan dengan situasi yang sulit untuk memilih dua. Atau lebih opsi yang sama-sama sulit atau tidak menyenangkan, itulah yang disebut dilema. Termasuk dalam hal ini, terjadi dilema antara etika dan juga kemanusiaan.

Implikasi Moral, Etika, dan Kemanusiaan

Dilema etis adalah situasi di mana individu dihadapkan pada pilihan yang sulit, di mana setiap opsi memiliki implikasi moral yang signifikan. Misalnya, seorang dokter mungkin harus memilih antara menyelamatkan satu pasien yang lebih muda. aAtau beberapa pasien yang lebih tua. Ataupun memutuskan permohonan euthanasia pada orang yang sakit parah.

Dilema muncul karena ada konflik moral yang bergelut dalam diri manusia, hal ini terjadi akibat adanya ketidakcocokan nilai dirinya dengan nilai pilihan-pilihan yang ada. Tentunya nilai yang melekat pada diri seseorang sangatlah beragam. Berarti standard moral dari tiap-tiap individu punya perbedaan satu dengan yang lain.

Actus Humanus dan Actus Homini

Dalam menghadapi dilema, penting untuk memahami perbedaan antara actus humanus dan actus homini. Actus humanus melibatkan kesadaran dan niat baik, sedangkan actus homini sering kali dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Dalam pandangan al-Qur’an Actus humanus dapat kita padankan etimologi manusia sebagai insan. Yakni dengan segala kelebihan dan kekurangan dalam pertimbangannya serta mengetahui mana yang benar mana-yang salah, mana yang layak, mana yang tak layak. Sedangkan actus homini dapat kita padankan tipologi manusia sebagai basyar yakni manusia dari dimensi ragawi dengan sifatnya yang bertahan hidup.

Adapun Islam memiliki pandangan bahwa tindakan manusia yang bernilai di sisi Tuhan ialah actus humanus. Yaitu tindakan yang dilakukan dengan kesadaran penuh dan niat yang baik. Hal ini sejalan dengan konsep niyyah (niat) dalam Islam, yang menekankan bahwa setiap tindakan dinilai berdasarkan niat yang mendasarinya. 

Baca Juga  Sekularisasi, Langkah Akhiri Absolutisme Agama

Aristoteles menjelaskan bahwa suatu tindakan hanya dapat dianggap sebagai tindakan yang baik secara moral jika pelakunya mengetahui apa yang dia lakukan (tahu). Melakukannya dengan kehendak bebas (mau), dan sepenuhnya menyadari konsekuensi dari tindakannya (sadar). Maka diperlukan adanya perbuatan ma’ruf. Yakni kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu sehingga kebaikan yang dilakukan itu punya nilai baik di hadapan Allah, dan punya arti dalam pandangan manusia.

Editor: Assalimi

Admin
186 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds