IBTimes.ID – Kiai Faqihuddin Abdul Kodir menyampaikan bahwa KUPI memiliki metodelogi, karakter, paradigma, dan strategi dakwah khas yang selama ini terus diterapkan dan dijalankan.
Hal ini disampaikan oleh Kiai Faqihuddin pada forum Halaqah Umum “Gerakan Ulama Perempuan Indonesia: Paradigma, Tantangan dan Peluang Gerakan” pada Jumat (25/11/2022).
Menurutnya, ada sembilan poin penting yang harus diketahui tentang KUPI.
Pertama, KUPI adalah gerakan kesinambungan. KUPI lahir dari sejarah yang sangat panjang. Dimulai dari masa Rasulullah SAW hingga sampai sekarang banyak sekali lembaga keperempuanan. Gerakan ini harus terus berkesinambungan. Tentu dengan terus melakukan kaderasi ulama perempuan kepada kaum muda.
Kedua, KUPI adalah gerakan, bukan lembaga formal. Di KUPI, menurut Kiai Faqih, tidak ada struktur. KUPI bergerak untuk terus mengajak, menginspirasi, dan menginovasi. Jadi, tidak benar bila kemudian ada yang mengatakan bahwa KUPI adalah gerakan atau lembaga yang formal seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain.
Ia menyebut bahwa KUPI adalah gerakan sekaligus ruang bagi untuk belajar bersama dan mengelola sumber daya manusia untuk menguatkan gerakan.
Ketiga, Sembilan Nilai Dasar dan Karakter Kongres Ulama Perempuan Indonesia. Nilai-nilai KUPI yaitu keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan. Keempat nilai-nilai harus berjalan dengan selaras dan kompak.
Adapun dalam ruang lingkup keislaman, imbuhnya, ada lima poin utama, yaitu ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, keadilan, dan kesalingan.
Kelima, berpandangan holistik. KUPI harus memandang seluruh tradisi-tradisi sebagai sebuah satu-kesatuan. KUPI tidak bisa mengambil ayat Al-Qur’an tanpa hadis dan semangat keilmuan yang lain. Tidak hanya mengkaji ayat Kauniyah tetapi juga ayat Kauniyah serta keilmuan sosial-kemasyarakatan.
Keenam, KUPI meniscayakan pengalaman perempuan sebagai otoritas ilmu pengetahuan. Sebelumnya, pengalaman-pengalaman perempuan sangat jarang diangkat sebagai otoritas ilmu pengetahuan. Kiai Faqih menyebut jika dilihat dari kemaslahatan, maka kita harus tau apa kemaslahatan yang terkandung dalam pengalaman perempuan tersebut.
Ketujuh, beragama dan keagamaan merujuk kepada konstitusi negara.
“Kita sebagai warga negara telah diikat oleh konstitusi. Termasuk dalam menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga yang ada di negara. konstitusi negara itu sangat penting,” ujar Kiai Faqih.
Kedelapan, Pendekatan KUPI. Ada tiga model pendekatan dalam KUPI, yaitu ma’ruf, mubadalah, dan keadilan hakiki. Ma’ruf adalah menemukan kebaikan dalam setiap ayat, hadis maupun kebijakan yang dikaji.
Adapun dalam konteks mubadalah, kebaikan yang sudah didapatkan oleh suami atau istri harus dibicarakan tentu dengan selalu memperhatikan maqashid syariah. Sedangkan
Kesembilan, Dakwah KUPI. Menurut Kiai Faqih, dalam berdakwah, KUPI memiliki lima karakter. Pertama, huzjiah. Yaitu memiliki otoritas yang bisa dipercaya diri sendiri dan orang lain. Kedua, jamaiah. Memastikan orang yang kita dakwahi memiliki teman.
Ketiga, selalu menebarkan sisi rahamutiah (kasih sayang) antar sesama manusia dalam berdakwah. Keempat, memastikan segala hak dan kebutuhan yang seharusnya didapatkan. Dalam dakwah hal seperti ini harus disampaikan. Kelima, mubadalah (kesalingan) bagaimana dakwah kita harus terus bisa diterima oleh sasaran dakwah.
“Itulah sembilan poin penting yang harus dipahami oleh para KUPI. Mudah-mudahan bisa menjadi oleh-oleh untuk disampaikan kepada masyarakat umum setelah pulang dari KUPI ke-2 ini,” tutup Faqihuddin.
(Yusuf)