Biografi Singkat Fatimah binti Maimun
Membahas tentang awal mula penyebaran Islam di nusantara tidak akan bisa terlepas dari salah satu sosok perempuan bernama Siti Fatimah binti Maimun. Ia adalah perempuan mubaligh tertua di tanah Jawa.
Siti Fatimah binti Maimun lebih akrab dikenal dengan panggilan Putri Retno Suwari, lahir di Malaka pada tahun 1064 Masehi. Menurut seorang ahli sejarah abad ke 17 sekaligus pangeran ketiga dari keraton Cirebon yang bernama Wangsakerta menjelaskan bahwa Fatimah merupakan putri keturunan Rasulullah SAW.
Secara nasab, ia merupakan putri dari pasangan Sultan mahmud Syah atau Syekh Maimun dengan Dewi Aminah. Ayahnya, Syekh Maimun merupakan sepupu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Sehingga dapat dikatakan bahwa Siti Fatimah binti Maimun adalah keponakan dari Sunan Gresik.Â
Pada saat berusia 17 tahun, Siti Fatimah binti Maimun datang ke Jawa atas seruan dari Syekh Maulana Malik Ibrahim. Syekh Maulana Malik Ibrahim menginjakkan kaki di tanah Jawa sekitar tahun 1079-1080, kemudian pada tahun 1081 Fatimah menyusul ke tanah Jawa.
Fatimah menyebarkan agama Islam di tanah Jawa sekitar 4 abad sebelum munculnya Walisongo dan meninggal pada usia 18 tahun, tepatnya yaitu pada tanggal 7 Rajab 475 H (2 Desember 1082 M) karena terserang wabah penyakit yang menyerang para penduduk Leran kala itu.
Penyebaran agama Islam pada masa Fatimah masih sangat sulit diterima masyarakat. Sebab pada masa itu, tanah Jawa masih dibawah kepemimpinan Raja Brawiijaya dari Majapahit yang menganut agama Hindu Buddha. Sulitnya penyebaran agama Islam di masa itu membuat Fatimah binti Maimun memutuskan untuk singgah di desa Leran. Dinamakan Leran karena menjadi tempat pelerenan atau persinggahan dari Fatimah.
Metode Penyebaran Agama Islam
Salah satu metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Fatimah binti Maimun ialah menggunakan jalur pernikahan. Menurut Wangsakerta, Fatimah menikah dengan seorang laki-laki asal Arab Selatan yang bernama Hasan. Meski telah menikah dengan lelaki Arab, namun buyutnya yang bernama Sulaiman Abu Zain al-Bashri bin Ali Uraidi lebih memilih untuk menetap di Persia.
Selama masa penyebaran Islam, Fatimah binti Maimun didampingi oleh beberapa pengikut setianya. Seperti Nyai Seruni, Sayid Ja’far, Puteri Keling, Sayyid Syarif, Puteri Kamboja, Sayyid Karim, dan Puteri Kucing. Bahkan hingga akhir hayatnya, makam Fatimah dan para pengikutnya juga saling berdekatan.
Melihat pada kiprah Fatimah binti Maimun dalam menyebarkan agama Islam menimbulkan suatu kesimpulan bahwa Fatimah bukanlah perempuan biasa, melainkan seorang ulama nusantara. Sehingga tidak heran apabila makam Fatimah dikeramatkan, bahkan sejak penduduk sekitar makam masih menganut Syiwa-Budha. Menurut orang sekitar, Fatimah adalah perempuan yang diyakini menjadi arwah suci dari Rahyangta Kutik. Kalau dalam bahasa Sangsekerta memiliki makna biara Buddha.
Penemuan Makam Fatimah
Makam Fatimah ditemukan pertama kali oleh peneliti Belanda yang bernama CP Mokoet pada tahun 1911. Arsitektur makam Fatimah binti Maimun memiliki keunikan tersendiri yang membedakan dengan makam para Walisongo. Bangunan makam Fatimah terbuat dari batu putih berbentuk persegi panjang dengan bagian atas yang berbentuk limas. Selain itu, makam Fatimah juga dibangun dengan panjang 7 M yang bertujuan untuk mengelabuhi para musuhnya.
Berbicara mengenai siapa sosok Fatimah masih menjadi misteri hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena minimnya sumber literatur yang menjelaskan tentang riwayat hidup dan kiprahnya dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Namun, adanya penemuan prasasti leran yang terletak di batu nisan Fatimah pada abad ke 11 menjadi bukti kuat bahwa Fatimah binti Maimun merupakan perempuan pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Pada batu nisan Fatimah terdapat petikan surat Ar-Rahman ayat 55 yang ditulis dengan menggunakan khat kufi, tulisan khas orang Kufah, Iraq. Penemuan ini menjadi sebuah pertanda bahwa Fatimah dan para pengikutnya merupakan orang berkebangsaan Persia. Bukti arkeologis mengenai jenis tulisan yang terdapat pada nisan Fatimah menjadi penguat dari adanya teori yang mengatakan bahwasannya Islam masuk dan berkembang di nusantara karena dibawa oleh orang Persia.
Hingga saat ini, sejarah dan kiprah yang dilakukan oleh Fatimah binti Maimun masih cukup familiar dibicarakan di kalangan masyarakat umum. Tak heran jika banyak orang dari berbagai daerah melakukan ziarah ke makam Fatimah. Mayoritas dari para peziarah yang datang meyakini bahwa siapapun yang datang ke makam Fatimah akan memperoleh karamah yang dapat membawa kesuksesan.
Dari kisah di atas, dapat dipahami bahwa perempuan mampu menjadi bagian penting dari sejarah penyebaran agama Islam di nusantara. Sehingga untuk para perempuan khususnya di zaman milenial ini, lakukan suatu tindakan yang dapat menjadi sejarah. Kita jangan hanya diam menjadi penikmat dan pengagum sejarah saja.
Editor: Soleh