Pemaknaan terhadap lafal بَحْرَيْنِ, bahwasannya lafal tersebut berupa mutsanna yang mempunyai arti “dua lautan”. Asalnya adalah بحر yang mempunyai arti “laut”, kalau jamaknya mempunyai tiga bentuk yakni أحبر وبحور وبحار. Dalam Al-Qur’an, lafaz “bahrain” disebutkan sebanyak 5 kali.
Salah satuya ada dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 53, yang berbunyi:
وَهُوَ الَّذِيْ مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَّهٰذَا مِلْحٌ اُجَاجٌۚ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَّحِجْرًا مَّحْجُوْرًا
Artinya: “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus”.
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang ditulis oleh Sayyid Quthb, beliau menyatakan bahwa Allah SWT lah yang membiarkan dua macam lautan itu, yang tawar dan enak rasanya dengan yang asin dan pahit rasanya untuk mengalir dan bertemu.
Tetapi, keduanya kemudian tak bercampur dan tak bersenyawa. Karena di antara keduanya terdapat pembatas dan penghalang sesuai dengan tabiatnya seperti yang difitrahkan oleh Allah SWT kemudian aliran sungai biasanya lebih tinggi dari permukaan laut. Sehingga, sungai yang berair tawarlah yang jatuh ke lautan yang asin, dan tak terjadi yang sebaliknya.
Dua Laut yang Tak Bercampur
Salah satu fenomena adanya dua laut yang tidak bercampur bisa kita lihat di berbagai tempat salah satunya di Selat Gibraltar, yaitu selat antara Laut Mediterania dan Laut Atlantik. Pada perairan di Selat Gibraltar, ternyata terdapat aliran arus laut yang berlawanan arahnya.
Arus permukaan mengalir masuk ke Laut Mediterania sedangkan aliran arus dalamnya keluar menuju Lautan Atlantik. Adanya perbedaan arah aliran ini ternyata dipengaruhi oleh perbedaan salinitas atau kadar keasinan airnya.
Air laut di Selat Gibraltar memiliki salinitas tinggi dan berat jenisnya lebih besar sedangkan arus yang masuk ke Laut Mediterania mempunyai salinitas yang rendah. Dengan adanya dua aliran yang berbeda, arah alirannya tersebut menyebabkan adanya batas antara dua aliran air laut.
Pada dekade 40-an di abad ke-20, para ilmuwan menemukan bahwa masing-masing laut itu ternyata berbeda-beda dalam hal susunan, komposisi, dan ciri-ciri khususnya. Hal ini baru ditemukan oleh para peneliti. Lalu, mereka mengklasifikasikan perbedaan air laut yang ada dalam hal suhu (temperatur), kadar garam (salinitas), kepadatan (densitas), dan kadar pelarutan oksigen di dalam air.
Melalui penelitian ini, mereka akhirnya menemukan bahwa laut itu ternyata berbeda-beda dan menemukan adanya batas-batas air yang memisahkan antara laut satu dan laut lainnya.
Penjelasan secara fisika modern terkait fenomena alam di Selat Gibraltar baru ada di abad 20 M oleh ahli Oceanografi. Para ilmuwan menjelaskan bahwa ada fenomena menarik yang terjadi di kedua air laut yang bertemu namun tidak bercampur tersebut yang disebut halocline.
Laut Mediterania mempunyai suhu 11,5 derajat C, salinitas > 36,5 per mil, dan kepadatan yang tinggi. Sedangkan, Lautan Atlantik memiliki suhu 10 derajat C, salinitas < 36 per mil, dengan kepadatan lebih rendah dari Laut Tengah. Waktu kedua air itu bertemu di Selat Gibraltar, karakter air dari masing-masing laut tidak berubah.
***
Menurut sifatnya, air akan bergerak dari kerapatan tinggi ke daerah dengan kerapatan air yang lebih rendah, sehingga arus di selat Gibraltar bergerak ke barat menuju Samudera Atlantik.
Terlihat dengan jelas mana air yang berasal dari Lautan Atlantik dan mana air yang berasal dari laut tengah. Jika dlihat dari warnanya kedua air laut itu berbeda, air laut dari Samudera Atlantik berwarna biru lebih cerah sedangkan air laut dari Laut Tengah berwarna lebih gelap.
Kedua laut tersebut memiliki rasa yang berbeda, Laut Atlantik memiliki rasa tawar lagi segar dan Laut Mediterania memiliki rasa asin lagi pahit.
Jika dipikir secara logika, kedua laut itu pasti bercampur, tetapi nyatanya tidak bercampur. Menurut modern science, sifat lautan ketika bertemu tidak bisa bercampur satu sama lain. Hal ini telah dijelaskan oleh para ahli kelautan.
Dikarenakan adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah kedua air dari lautan tidak becampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka.
Pendapat Ilmuwan
Dikatakan bahwa ada seorang ahli bernama Francis J. Cousteau, beliau pernah menyampaikan hasil pengkajiannya terhadap fenomena alam adanya dua laut ini, yaitu “Kami mempelajari pernyataan peneliti tertentu tentang penghalang yang memisahkan lautan dan mengamati bahwa Laut Mediterania memiliki kerapatan yang berbeda serta menjadi tempat hunian bagi flora dan fauna yang khas dari tempat itu”, Jelas Coustea.
Pihaknya meneliti air di Samudera Atlantik dan menemukan sifat yang berbeda dengan Laut Tengah. Awalnya, mereka mengira kedua laut yang bertemu di Selat Gibraltar mestinya menunjukkan sifat yang serupa dalam salinitas, kerapatan, dan sifat-sifat lainnya.
Namun, kedua laut itu menunjukkan sifat berbeda walaupun keduanya berdampingan. Hal tersebut sangat mengherankan. “Sebuah tabir ajaib mencegah keduanya bercampur. Tabir serupa juga diamati di Teluk Aden yang bertemu dengan Laut Merah,” tambahnya.
Mereka menemukan bahwa di antara laut yang asin dan tawar terdapat dua pembatas. Satu pembatas mencegah air laut mencampuri air sungai dan sebaliknya, sebagaimana yang terjadi di antara dua laut yang sama-sama asin.
Sementara pembatas yang lain mencegah ikan-ikan dari sungai berpindah ke daerah yang berair asin dan sebaliknya, mencegah ikan-ikan dari laut berpindah ke daerah yang berair tawar. Dengan demikian, air suatu laut tidak akan mencampuri air laut yang lain.
Sebab Tak Bertemunya Dua Air Laut
Fenomena bertemunya dua air laut namun tidak saling bercampur ini juga disebabkan karena gaya fisika yang disebut “tegangan permukaan”.
Para ahli kelautan menemukan bahwa air dari laut-laut yang bersebelahan memiliki perbedaan massa jenis. Karena perbedaan massa jenis ini, tegangan permukaan mencegah dua lautan untuk saling bercampur, seolah-olah terdapat dinding tipis yang memisahkan keduanya.
Masing-masing menjaga kepadatan massa airnya, kadar garamnya, dan partikel-partikel penyusun kandungan airnya. Pembatas yang dimaksudkan di atas bukan statis, melainkan senantiasa bergerak sesuai dengan pergerakan angina dan fenomena pasang surut.
Kedua air laut tersebut apabila sudah mencapai batas garis, akan terus kembali pada kelompoknya sendiri, seperti ada dinding yang menghalangi keduanya, sehingga samudra Atlantik tidak akan bercampur dengan Laut Meditrania.
Editor: Yahya FR