Fethullah Gulen seorang ulama kharismatik serta berpengaruh di Turki. Ia lahir pada 27 April 1941 di Turki. Gulen menempuh pendidikan dasar di Erzurum. Sejak kecil, Gulen sudah hafal Quran serta belajar ilmu keislaman di beberapa madrasah di Turki. Mulai umur 14 tahun, Gulen telah tampil sebagai penceramah agama. Selain itu, Gulen juga belajar ilmu umum seperti IPS dan IPA, seperti: astronomi, fisika, kimia, biologi, filsafat, sastra Timur dan Barat serta geografi. Pada usia tua, tahun 2008, Fethullah Gulen telah dinobatkan sebagai figur nomor satu dari 100 figur paling populer di dunia (versi majalah Amerika, Foreign Policy). Gulen juga hidup pada era Turki pasca Sekularisme Ataturk.
Saat ini, Gulen berdomisili di Pennsylvania, USA, setelah Gulen berseteru dengan mantan sahabatnya Erdogan. Oleh Erdogan, Gulen dituduh telah menjadi dalang kudeta terhadap rezim Erdogan di Turki. Tuduhan ini yang membuat Gulen melarikan diri ke Amerika.
Selama hidupnya di masa tua, Fethullah Gulen telah melahirkan banyak gagasan tentang Islam. Gulen juga telah mendirikan berbagai sekolah Turki di sekitar 100-an negara di dunia, termasuk Indonesia. Gagasan Gulen tentang Hizmet (pelayanan terhadap umat manusia), memberi inspirasi bagi para follower Gulen maupun berbagai pemikir di dunia, khususnya dunia Islam. Gulen ini mirip KH Ahmad Dahlan di Indonesia.
Secara teologis, Gulen beraliran Sunni. Adapun dari aspek mazhab fikih, Gulen lebih mendekati paham Hanafi yang rasional dan moderat. Sedangkan dari aspek mistisisme Islam (tasawuf), pemikiran Gulen lebih dipengaruhi oleh guru spiritual Turki yang sangat terkenal yakni Said Nursi yang beraliran tasawuf Imam Ghazali.
Dari aspek politik, Gulen sangat mengutuk radikalisme dan terorisme. Hal ini mungkin sebagai implikasi dari teologi Sunni, mazhab Hanafi dan tasawuf model Nursiyah yang ia anut, yang sangat rasional, modern dan friendly dengan pelbagai perbedaan pandangan, baik secara internal maupun eksternal keislaman. Gulen juga sangat mendukung berbagai dialog lintas iman, dimana Gulen menginisiasi dialog lintas agama dengan beberapa organisasi maupun Vatikan. Dalam hal ini, kiprah Gulen mirip seperti gagasan dialog antar iman yang diprakarsai Gus Dur di Indonesia.
Ada yang berpandangan, untuk konteks Turki, Gulen digolongkan pada penganut agama Islam yang konservatif. Hal ini tergambar dari dukungan Gulen terhadap konsep hijab bagi kaum perempuan. Bagi para sekularis di Turki, kiprah Gulen dinilai cenderung eksklusif dan karenanya Gulen dicurigai oleh mereka. Kaum sekularis Turki juga khawatir jika Gulen dinilai membangun political force. Kecurigaan politis ini melahirkan tuduhan bahwa kudeta terhadap Erdogan selaku Presiden Turki (16 Juli 2016), telah dipimpin oleh Gulen. Walaupun Gulen membantah tuduhan tersebut.
Sejauh ini belum ada bukti tentang isu keterlibatan Gulen dalam kudeta tersebut. Jika dilihat dari moderatisme pemikiran Gulen tentang Islam dan kemanusiaan, tuduhan kudeta tersebut tidak masuk akal. Terlebih lagi Gulen sangat menolak radikalisme, terorisme, bahkan sangat mendukung berbagai forum dialog perdamaian di Turki maupun forum internasional. Apakah tuduhan tersebut sebagai pengalihan isu? Biarlah sejarah yang akan membuktikannya kelak.
Karya Ilmiah Gulen
Karya-karya Gulen diterjemahkan ke berbagai Bahasa, seperti: Melayu, Albania, Arab, Jerman, Spanyol, Inggris, Rusia,Urdu, Bosnia. Dianatar karyanya: Towards The lost Paradise (Izmir: Keynak, 1998), buku pertamanya dalam bahasa Inggris, sebagai kumpulan artikel pilihan. Secara umum buku ini tentang harmonisasi antara iman dan ilmu.
Emerald Hills of The Heart: Key Concepts in the Practise of Sufism (judul asli dalam bahasa Turki: Kalbin Zumrut Tepeleri. Buku ini berisi tentang tema-tema sufisme yang ditulis Gulen sejak tahun 1990. Essentials of The Islamic Faith (judul asli: Sonsuz Nur: Insanligin Iftihar Tablosu, 1993). Buku ini berisi tentang eksistensi Tuhan yang dapat dilihat melalui alam secara ilmiah. Bukunya yang paling laris berjudul: Pearls of Wisdom. Buku lainnya adalah: Advocate of Dialogue; Love and the Essence of Being Human; Toward a Global Civilization of Love and Tolerance.
Humanisme Pemikiran Fethullah Gulen
Gulen berpikir keras seputar “kematian muslim” dua abad terakhir. Ia berambisi untuk menyaring unsur turats Turki, untuk dikembangkan dan dikaitkan dengan kemajuan peradaban global, yakni antara: konservatisme dan moderatisme.
Secara umum, pemikiran Fethullah Gulen periode pertama dengan tema umum: social religious. Lalu dikembangkan pada periode kedua (educational movement) serta pelayanan sosial yang berbasis pada interdependensi peradaban global.
Tentang relasi Islam dengan dinamika kontemporer, menurut Gulen, ada kerumitan tersendiri bagi Muslim. Di satu sisi, Islam sebagai agama yang bersumber pada kitab suci yang absolut, absolusitas ibadah mahdloh yang transenden dan sangat filosofis-universal-metafisis. Namun di sisi lain, Muslim harus berdialektika dengan dunia sosial (life and humanity), ekonomi, politik, demokrasi, hukum, sains empiris yang selalu serba relatif dan selalu berubah. Namun bagi Gulen, Islam sebenarnya bisa selalu berdialektika dan beradaptasi dengan berbagai social change dengan tetap selalu mengacu pada doktrin Islam yang sudah baku. Ijtihad merupakan jembatan antara kedua wilayah tersebut.
Gulen juga berpendirian bahkan mempromosikan bahwa Islam selalu mendorong penganutnya untuk merangkul semua umat manusia melalui jalan dialog, dakwah, dialektika keilmuan dalam rangka menemukan kebaikan bersama. Pandangan humanistik ini, membuat Gulen diberi gelar sebagai Rumi modern. Untuk dimaklumi, Jalaludin Rumi merupakan sufi Islam yang sangat toleran dengan semua umat beragama.
Adapun pemikiran Gulen tentang pendidikan bahwa tugas utama dan tujuan hidup manusia adalah untuk mencari pemahaman (understanding), yakni melalui pendidikan sebagai proses penyempurnaan spiritual, intelektual serta fisik manusia. Bagi Gulen, Quran dan Hadis suatu yang mutlak, sedangkan berbagai ilmu bersifat relatif dan sebagai pengantar menuju pemahaman Quran dan Hadis. Bagi Gulen, ilmu, humaniora dan agama merupakan tigal hal yang paling utama. Manusia yang berpendidikan akan menghormati hukum, demokrasi, dan HAM.
Dari aspek peradaban, menurut Gulen, peradaban Barat sukses namun hanya secara material, tetapi kering secara spiritual. Bagi Gulen, iman itu kompatibel dan saling melengkapi dengan ilmu. Gulen menolak sekularisme, sekaligus anti pemahaman agama yang sempit dan buta.
Gulen mengkritik lembaga pendidikan madrasah dan takyas (pendidikan Islam tradisional) karena miskin metodologi untuk berhadapan dengan dunia modern.
Secara sosial, menurut Gulen, ada tiga konsep yang penting untuk dapat memobilisasi masyarakat Turki: Himzet (pelayanan kepada agama dan negara); Himmet (kontribusi amal saleh); dan Ikhlas.
Gulen juga mementingkan adanya jembatan dialog antara Barat dan Timur. Timur dan Barat wajib mengembangkan: toleransi, dialog, ilmu dan pendidikan. Menurut Gulen, pada era klasik, Islam sukses berinteraksi dengan sejarah dan budaya di masa lalu. Namun kini gagal bersaing dengan dunia dan peradaban modern.
Secara politik, Gulen menolak Turki kembali ke masa khilafah Utsmani. Namun semangat yang baik dari warisan khilafah tersebut perlu terus dilanjutkan dan dikembangkan yakni semangat: dialog; pluralitas bahasa, etnik dan agama; penghormatan pada kaum perempuan serta pemulihan relasi yang positif antara masyarakat Utsmani dan Barat yang pernah terjadi pada abad 19.
Pasca tragedi 11 September 2001, Gulen tertarik dan berpartisipasi dalam dialog antarumat beragama. Gulen mendorong agar semua umat beragama menjauhi polemik serta focus pada nilai positif masing-masing agama serta serta sama-sama mencari titik temu. Untuk hal ini, Gulen dua kali bertemu dengan Patriark Bartholomeos, kepala Fener Patriarkat Ortodoks Yunani di Istanbul. Juga beberapa kali bertemu dengan pemuka Kristen dan Yahudi untuk promosi dialog antaragama.
Pada tahun 1998, Gulen mengunjungi Paus John Paul II di Roma serta menerima kunjungan kepala Rabbi Israel. Upaya Gulen ini menimbulkan kontroversi di Turki. Menurut Gulen, pertemuan antarumat beragama terkait dialog dan toleransi, bagaikan dua buah mawar di bukit Zamrud. Dunia tidak mungkin lepas dari pluralitas sosial, agama dan etnik. Menurut Gulen, interaksi antar umat beragama selamanya akan tetap ada, sepanjang kehidupan dunia belum berakhir.
Akhirnya, menurut Gulen:
Keyakinan yang berbeda, rasa, adil, dan tradisi akan terus berlanjut. Setiap individu adalah seperti alam yang unik bagi diri mereka sendiri, sehingga keinginan untuk seluruh umat manusia akan mirip satu sama lain, tidak lebih berharap untuk yang mustahil. Untuk alasan ini, kedamaian global terletak dalam menghormati perbedaan-perbedaan, mempertimbangkan perbedaan-perbedaan untuk menjadi bagian dari alam kita dan dalam memastikan bahwa orang menghargai perbedaan-perbedaan ini. Jika tidak, maka tidak dapat dihindari lagi akan terjadi konflik, perselisihan, perkelahian dan perang, sehingga kita harus mempersiapkan jalan untuk mengakhiri hal ini.
- “Meet Fethullah Gülen, the World’s Top Public Intellectual”. Foreign Policy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-18.
- ^ “Fethullah Gülen: A life dedicated to peace and humanity – True Muslims Cannot Be Terrorists”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-17. Diakses tanggal 2010-01-02.
- ^ Toward a Global Civilization of Love and Tolerance
Editor: Soleh