Falsafah

Fitrah Manusia untuk Membumikan Pesan dari Langit

3 Mins read

Eksistensi manusia di dunia ini adalah bagaimana dia menterjemahkan pesan-pesan dari langit, dalam bentuk ibadah. Apakah itu sifatnya ibadah mahdhah atau ghairu mahdhah. Dalam bahasa sosiologisnya disebut juga ibadah yang sifatnya vertikal maupun ibadah dalam bentuk horizontal atau sosial kemasyarakatan. Fitrah manusia terkait erat dengan ibadah.

“Tiadalah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku”

Fitrah Manusia

Ketika manusia diturunkan ke bumi akibat pelanggaran, manusia (Adam), menyadari kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Ia kemudian melakukan pertobatan dan kembali ke eksistensi dirinya sebagai makhluk yang punya modal primordial untuk melakukan penyembahan kepada Tuhan.

Manusia adalah makhluk yang penyembah, seluruh ajaran agama memerintahkan untuk melakukan aktifitas penyembahan. Antara satu agama dengan agama lainnya terdapat perbedaan perbedaan dalam proses penyembahan.

Islam sebagai agama monoteisme murni menjadikan penyembahan sebagai bagian dari prinsip ajarannya. Dalam pandangan Islam, sebelum manusia terlahir ke dunia, manusia sudah melakukan suatu perjanjian primordial, yakni manusia akan menjadikan Tuhan sebagai pusat penyembahan.

Fitrah manusia itu adalah menyembah, namun dalam perjalanannya kadang manusia terpeleset dalam melakukan penyembahan. Mereka bisa jadi melakukan penyembahan yang salah. Sangat sering terjadi dalam sejarah bagaimana manusia terkadang menyimpang dari fitrahnya, mereka melakukan penyembahan yang sifatnya menyimpang dari akidah ketauhidan.

Itulah sebabnya Tuhan menurunkan Nabi untuk mendampingi manusia supaya tetap berada dalam koridor jalan yang lurus menuju kepada Tuhan.

Manusia difasilitasi dengan fitrah. Agama itu adalah fitrah, agama dan manusia tidak bisa dipisahkan. Manusia butuh dengan agama, tidak ada ajaran agama bertentangan dengan kemanusiaan. Manusia tanpa petunjuk agama akan tersesat, karena agama adalah petunjuk arah supaya manusia tetap berada dalam koridor kebenaran.

Baca Juga  Melihat Episteme Radikalisme dengan Lebih Dekat

Kepercayaan Manusia

Agama adalah fitrah munazzalah yang diturunkan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia, untuk kemaslahatan manusia. Di samping itu manusia juga sudah fasilitasi fitrah dalam dirinya yaitu fitrah majbulah, fitrah ini akan selalu terkoneksi dengan kebenaran-kebenaran yang turun dari langit.

Fitrah majbulah inilah yang membuat manusia sebagai makhluk yang selalu merindukan Tuhan. Ini sengaja diciptakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai bentuk penghargaan Tuhan untuk manusia agar selalu bisa berhubungan dengannya.

Manusia punya fasilitas bakat untuk menyembah kepada Tuhan, semua manusia punya fasilitas itu. Tapi fasilitas itu haruslah didampingi oleh aturan aturan Tuhan berupa agama. Banyak manusia yang terpeleset menuju Tuhan karena hanya mengandalkan bakat primordialnya.

Secara internal seluruh manusia akan mempertuhankan Tuhan. Namun banyak yang salah dalam melakukan penyembahan kepada Tuhan, mereka melakukan penyembahan terhadap tuhan-tuhan yang lain. Kepercayaan kepada Tuhan adalah sesuatu yang alamiah, sesuatu yang natural.

Fir’aun adalah satu makhluk Tuhan yang di akhir hidupnya menyadari bahwa keimanan yang benar adalah keimanan atau kepercayaan kepada Tuhannya Musa. Selama hidupnya Fir’aun menyalahgunakan fitrahnya yang murni, karena dia sebenarnya percaya kepada Tuhan.

Tapi kepercayaannya salah, banyak memang kepercayaan-kepercayaan lain, yang bisa menghalangi manusia untuk menjurus kepercayaannya kepada Tuhan. Mereka menganggap bahwa kepercayaan yang mereka percayai itu adalah Tuhan. Itulah yang terjadi terhadap Fir’aun, dia menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan.

Potensi untuk Dekat Kepada Tuhan

Banyak kepercayaan yang lain yang membuat manusia salah dalam memanfaatkan fitrah sebagai fasilitas untuk mengenal Tuhan. Mengandalkan fitrah majbulah tanpa fitrah munazzalah manusia akan mudah terpeleset. Begitupun mengandalkan fitrah munazzalah tanpa fitrah majbulah manusia akan salah memahami petunjuk dari Tuhan. 

Baca Juga  Maqasid al-Shari`ah sebagai Basis Teori Keadilan Sosial

Kedua fitrah ini saling membutuhkan untuk kemaslahatan kemanusiaan di dunia dan lebih-lebih di akhirat. Keduanya memang berasal dari Tuhan, sehingga dengan mudah terjadi kontak hubungan antara keduanya bilamana tidak ada pembatas yang menghalangi nilai-nilai antara kedua fitrah tersebut.

Oleh sebab itu potensi manusia untuk dekat kepada Tuhan sangatlah besar karena ada modal spritual dalam diri manusia untuk melakukan kontak dengan Tuhan. Keberadaan manusia di dunia ini adalah untuk melakukan proses penyembahan. Sebagai bentuk pernyataan dari Tuhan bahwa penciptaan manusia itu adalah untuk menyembah kepada Tuhan.

Jadi tugas manusia itu adalah melakukan penyembahan atau peribadatan kepada Tuhan. Tanpa ibadah, manusia akan mengalami disorientasi dalam perjalanan menuju Tuhannya, karena pada prinsipnya manusia asalnya dari dan akan kembali kepada Tuhan.

Pesan dari Langit

Muhammad saw pernah dipanggil oleh Tuhan ke langit untuk memberikan pembekalan bagaimana mengimplementasikan ajaran ajaran ilahi yang diterima Muhammad saw ketika bertemu dengan Tuhannya. Bekal itulah yang menjadi amunisi untuk disosialisasikan kepada umatnya.

Muhammad saw bukanlah makhluk yang egois dalam beribadah, hanya ingin berinteraksi dengan Tuhan sendirian. Muhammad saw segera kembali ke bumi, sangat rindu dengan umatnya, dan akan menyampaikan pesan pesan dari langit yang baru saja diterima dari Tuhannya. Ajaran yang dibawa Muhammad saw adalah pesan pesan langit yang berasal dari Tuhan untuk kemaslahatan umat manusia.

Ajaran ajaran agama yang dibawa oleh Muhammad saw merupakan ajaran yang sudah didesain oleh Tuhan untuk umat manusia. Oleh sebab itu kedatangan Muhammad saw di muka bumi sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam.

Sebenarnya seluruh Nabi yang diutus Tuhan ke muka bumi adalah mengemban misi yang sama yaitu misi untuk kemaslahatan manusia di muka bumi ini. Dan semuanya sudah dibekali dengan pesan pesan ketauhidan dan aplikasi dari bentuk penyembahan kepada Tuhan.

Baca Juga  Charles J. Adams: Tiga Pendekatan dalam Memahami Islam

Nabi Adam as sebelum diturunkan ke bumi untuk membawa ajaran keagamaan, oleh Tuhan ditransitkan ke surga untuk pembekalan nilai nilai kesurgaan sebagai bekal Adam dalam menjalani hidup di muka bumi. Kehadiran manusia di bumi ini sebagaimana yang menjadi tugas seluruh Nabi adalah bagaimana mengaktualisasikan nila- nilai kesurgaan di muka bumi.

Editor: Nabhan

Avatar
40 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…
Falsafah

Kehidupan Setelah Mati Perspektif Al-Kindi

2 Mins read
Al-Kindi terkenal sebagai filsuf pertama dalam Islam, juga sebagai pemikir yang berhasil mendamaikan filsafat dan agama. Tentu, hal ini juga memberi pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds