Bagi Indonesia, Mesir merupakan negara yang penting. Hal itu disebabkan bukan saja karena faktor politik berupa hubungan diplomatik, namun juga disebabkan adanya beberapa persamaan corak budaya, agama, dan masyarakat.
Bung Karno pada dasawarsa 1960-an pernah merinci persamaan-persamaan tersebut, “Kedua bangsa timur tersebut jang masing2 berjumlah lebih dari seratus djuta djiwa dalam bermajoritas pemeluk2 Islam menghadapi lawan2 jang sama serta memperjuangkan tjita2 jang serupa. Kedua bangsa itu masing2 memiliki tanah air jang luas, kaja raja dan mempunyai letak geografis strategis jang terpenting dimata dunia, adalah merupakan tulang-punggung bagi perjuangan jang luhur untuk membasmi kolonialisme dari permukaan bumi Asia-Afrika.”
Pengaruh Mesir pada masyarakat Indonesia juga cukup menonjol. Pengaruh itu bisa dilihat dari banyaknya minat pemuda-pemuda Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Mesir. Kualitas pendidikan di Mesir dianggap masih lebih baik beberapa tingkat di atas kualitas pendidikan dalam negeri.
Anggapan ini utamanya muncul dalam mainset para pemuda yang mengenyam pendidikan dari balik tembok-tembok pesantren. Hasrat untuk melanjutkan studi di Mesir bagi kalangan santri sangatlah besar.
Sebelum para santri memutuskan melanjutkan kuliah di Mesir, ada baiknya mereka mempelajari dahulu beberapa hal mengenai sejarah Mesir modern. Salah satu tokoh sejarah yang paling penting untuk dipelajari calon-calon mahasiswa Mesir adalah Gamal Abdul Naser. Ia adalah mantan presiden kharismatik Mesir yang dijuluki Bapak Pendiri Mesir Modern.
Sang Revolusioner
Gamal Abdul Naser adalah pemimpin revolusioner Mesir yang sangat luar biasa. Ia berhasil menasionalisasi Terusan Suez setelah mengalahkan trio aliansi negara super power; Inggris, Perancis, dan Israel. Ia dinggap banyak pihak mirip Soekarno; berjiwa nasionalis, gandrung pada persatuan, dan sangat benci kolonialisme.
Karakter dan watak kepemimpinan Gamal Abdul Naser dinilai para pakar sejarah sangat dipengaruhi oleh biografi pribadinya dan peristiwa revolusi 23 Juli 1952. Gamal Abdul Naser adalah salah satu pimpinan tertinggi angkatan darat Mesir yang sangat akrab dengan kekerasan perang.
Kisah tragis Gamal Abdul Naser yang hampir terbunuh di lubang perlindungan selama perang melawan Israel tahun 1948 adalah asal mula terbentuknya jiwa revolusioner dalam diri Gamal Abdul Naser. Sejak momen krusial itu, Gamal Abdul Naser jadi sadar siapa saja musuh-musuh negara yang harus ia tumpas. Ia menganggap Raja Farouk dan para pejabat tingginya yang terlibat korupsi sebagai musuh negara yang harus disingkirkan.
Momentum pembersihan Mesir dari gelombang korupsi itu datang pada 23 Juli 1952. Ia bersama Jenderal Muhammad Naguib berhasil melakukan kudeta militer untuk menggulingkan Raja Farouk. Kelompok militer bernama Dhubbath Al-Ahrar (Dewan Jenderal) tampil brilian menyelamatkan Mesir dari bahaya korupsi. Gamal Abdul Naser adalah orang kedua setelah Jenderal Muhammad Naguib yang berperan sangat penting dalam revolusi itu.
Ketidakcocokan Gamal Abdul Naser dan Muhammad Naguib
Kepemimpinan Jenderal Muhammad Naguib yang tidak populis membuat banyak pihak gerah. Gamal Abdul Naser adalah salah pihak yang tidak sepakat dengan reformasi politik radikal ala Jenderal Muhammad Naguib. Gamal Abdul Naser merasa kurang sreg dengan pembekuan konstitusi Mesir tahun 1923, pelarangan semua partai politik Mesir di tahun itu, dan penghapusan sistem monarki.
Ketidakcocokan Gamal Abdul Naser pada kebijakan Jenderal Muhammad Naguib diungkapkan melalui kudeta pengambilalihan kursi kepresidenan dari tangan Jenderal Muhammad Naguib.
Seteah menjadi Presiden Mesir, Gamal Abdul Naser melakukan beberapa gebrakan politik. salah satu gebrakan politik yang membuat ia semakin terkenal adalah upayanya untuk memberlakukan pembatasan kepemilikan tanah dan redistribusi kepemilikan lahan.
Kebijakan ini ia ambil atas dasar pemerataan ekonomi bagi rakyat Mesir. Kebijakan itu memicu reaksi keras dari para pemilik tanah. Namun Gamal Abdul Naser tidak bergeming. Ia tetap memberlakukan kebijakan revolusioner itu.
Gamal Abdul Naser menulis, “Kami Tahu bahwa kami telah menimbulkan kedjengkelan pada sebagian besar pemilik2 tanah. Tapi apakah mungkin tidak akan menimbulkan kemarahan mereka – untuk melimpahkan kepada mereka tanah dari negara kami? Ada diantara kita jang djadi pemilik berpuluh-puluh acre sedang jang lainja tidak memiliki tanah luas jang tjukup untuk kuburanja.”
Karakter Revolusi Menurut Gamal Abdul Naser
Dalam buku Falsafah Revolusi karangan Gamal Abdul Naser (1964) kita akan menemukan karakter-karakter revolusioner yang ia percaya. Menurut Gamal Abdul Naser Revolusi Mesir akan berhasil jika memenuhi dua tugas utama yaitu mampu menghidupkan kemerdekaan politik dan kemerdekaan ekonomi.
Kemerdekaan politik hanya bisa hidup melalui perjuangan mengusir kekuatan-kekuatan pro asing yang melemahkan rakyat. Kemerdekaan ekonomi bisa diwujudkan dalam program-program ekonomi berorientasi kerakyatan seperti pembatasan kepemilikan tanah dan redistribusi lahan.
Dalam menjalankan rencana revolusinya Gamal Abdul Naser memilih jalan paksaan dan kekerasan. Perang antara pemerintahannya dan Ikhwanul Muslimin adalah salah satu bukti betapa keras Gamal Abdul Naser menghadapi oposisi yang menjadi penghambat buat revolusinya.
Dengan dalih teror dan upaya pembunuhan yang ia alami, Gamal Abdul Naser melakukan kampanye penangkapan besar-besaran pada seluruh anggota Ikhwanul Muslimin. Sayyid Qutb adalah salah satu korban pelaksanaan hukum besi di bawah pemerintahan Presiden Naser.
Gamal Abdul Nasser berkuasa di Mesir dari tahun 1952 hingga tahun 1970. Selama berkuasa ia telah banyak mengobarkan perang, baik di Mesir maupun di Luar Mesir. Gamal Abdul Naser meninggal pada 28 September 1970 akibat penyakit jantung. Ia digantikan Muhammad Anwar Sadat sebagai presiden Mesir. Mesir telah kehilangan sosoknya yang kontroversial dan luar biasa.
Begitulah sosok singkat Gamal Abdul Naser, seorang tokoh revolusioner tulen yang keras tanpa kompromi. Untuk calon mahasiswa Mesir, sebaiknya pelajarilah salah satu tokoh terbesar Mesir modern ini secara lebih mendalam sebelum memutuskan untuk tinggal di negeri piramid itu.