Dalam beberapa hari terakhir, Amerika banyak mengalami goncangan yang disebabkan oleh statemen maupun kebijakan presidennya, Donald J Trump. Dari penangkapan dan deportasi masal para imigran gelap, dinaikkannya tarif impor barang-barang dari negara mitra bisnis, penghapusan beberapa agensi yang selama ini menjadi kebanggaan Amerika di dunia global seperti USAID, dan masih banyak lagi.
Namun barangkali yang tidak kalah mengejutkan dan menggerahkan adalah rencana Donald Trump atau minimal statemen-statemen Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya ke negara-negara tetangga khususnya Jordan dan Mesir. Pernyataan ini spontan mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Terkecuali para pendukung loyalnya dan Natanyahu semua pihak menentang dan mengecam rencana Trump tersebut.
Saya pribadi tidak terlalu terbawa arus dengan statemen Trump itu. Selain karena saya tahu bahwa apa yang disampaikan itu tidak masuk akal (it does not make sense), juga karena jelas bertentangan dengan hukum internasional (international laws) dan nilai-nilai (values) kemanusiaan. Sehingga statemen Trump bagi saya bagaikan bualan anak kecil yang sedang galau. Harusnya ditanggapi seadanya dan tidak terlalu serius.
Namun kendati demikian, saya harus menyampaikan kekaguman kepada Amerika dan Trump. Bahwa dengan segala permasalahan yang dihadapi Amerika saat ini, dari masalah ekonomi, masalah sosial hingga ke masalah keamanan domestik dan global, Trump dengan cekatan dan sigap menyampaikan ide dan keinginan untuk menyelesaikan permasalahan Gaza. Seharusnya Amerika lebih menyibukkan diri menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan “homelessness” di negara ini.
Sebaliknya, justru saya terheran-heran dan kecewa melihat negara-negara Islam yang hanya bisa bersikap reaktif terhadap permasalahan Gaza. Dunia Islam tidak memiliki gagasan kolektif atau mungkin memang tidak peduli dengan apa yang harusnya dilakukan untuk membangun Gaza kembali. Negara-negara Islam yang tergabung dalam organisasi OKI (Organisasi Kerjasama Islam) mengambil sikap pasif dan diam. Hingga saat ini yang saya lihat tegas dengan statemennya adalah Saudi Arabia. Tapi itupun hanya pada batas merespon Donald Trump.
Sebenarnya yang ingin kita lihat dari negara-negara Islam adalah rencana dan proposal nyata tentang apa yang ingin dan akan dilakukan pasca genosida dan penghancuran total Gaza itu. Apakah cukup hanya dengan bantuan kemanusiaan berupa makanan dan/atau obat-obatan?
Saya apresiasi rencana Malaysia untuk ikut membangun bandara dan perkampungan penuh di Gaza. Masalahnya adalah walaupun sudah ditanda tangani gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Gaza kini dibayang-bayangi oleh cengkeraman penjajah zionis yang merasa telah memilikinya. Ini yang menjadikan Trump merasa percaya diri dengan akan mudah mengambil alih Gaza pada masanya.
Oleh karena itu, saya melihat ada beberapa hal mendasar yang dunia Islam atau Organisasi Kerjasama Islam (OKI) harus lakukan:
Pertama, secara jangka pendek memastikan kebutuhan sandang/pangan dan obat-obatan warga Gaza terpenuhi secara maksimal. Upaya ini memerlukan Koordinasi global dengan semua pihak (stakeholder), Hamas sebagai otoritas lokal, negara-negara Islam, negara-negara besar termasuk US, dan juga organisasi-organisasi internasional khususnya yang berada di bawah payung PBB dan lain-lain.
Pada tahap ini, negara-negara OKI harus memastikan jika persetujuan gencatan senjata antara Hamas dan Israel harus terjaga dan tidak terkhianati. Harus ada kelanjutan dengan pembentukan “military observers” di bawah Koordinasi UN Peace Keeping Operations.
Kedua, dalam jangka menengah memastikan pembangunan kembali infrastruktur mendasar seperti perumahan, sekolah, rumah sakit, rumah ibadah, dan lain-lain, pastinya ini memerlukan koordinasi antar negara karena memerlukan dana yang tidak kecil. Tapi negara-negara Islam tidak boleh diam dan merasa puas dengan gencatan senjata yang ada. Saudara-saudara kita di Gaza harus kembali ke kehidupan mereka secara normal.
Ketiga, jalan panjang dengan mengambil momentum saat ini untuk merumuskan langkah-langkah nyata menuju kemerdekaan bangsa Palestina. Harus ada perencanaan sistematis dan komprehensif menuju ke tahap kemerdekaan itu. Saya melihat momentum yang ada saat ini perlu ditangkap secara sigap. Dunia internasional begitu besar memberikan simpati dan empati serta dukungan kepada bangsa Palestina. Sebaliknya begitu meluas kemarahan itu ke negara Zionis Israel karena kepongahan dan keangkuhannya.
Saya melihat untuk sampai pada tahap kemerdekaan Palestina, hal pertama yang dunia Islam harus lakukan adalah merumuskan langkah-langkah penyatuan (unifying) semua kelompok yang ada dalam tubuh bangsa Palestina. Dua kubu terbesar; Fatah dan Hamas harus mampu disatukan. Hanya dengan persatuan itu, musuh zionis dan sponsornya Amerika akan memberikan konsideran.
Intinya, seperti yang sering saya sampaikan berkali-kali bahwa kurangi berharap kepada orang lain, khususnya Amerika, untuk mencari solusi Palestina. Selama politik domestik Amerika masih seperti kemarin dan hari ini (dikendalikan oleh lobbi zionis) tidak banyak yang bisa diharapkan.
Mungkin pertanyaan yang harus disampaikan: “do not ask what America can do to free Palestine. Ask what the Muslim world can and must do to free Palestine!”
Tapi semua itu kembali kepada: “self criticism, self correction, self evaluation, self development and empowerment”. Selama masih tergantung ke negara kuat (super power) selama itu pula negara-negara mayoritas Muslim akan digantung.
Pada akhirnya harus disadari bahwa dunia Islam memang perlu menyelamatkan diri sebelum menyelamatkan Palestina!.