IBTimes.ID – Kasus kematian Irene Sokoy beserta bayi dalam kandungannya setelah tidak mendapatkan pelayanan dari empat rumah sakit di Jayapura memicu reaksi keras Gubernur Papua, Mathius Derek Fakhiri. Dilansir bbc.com, Mathius menyebut peristiwa tersebut sebagai bukti betapa buruknya kondisi pelayanan kesehatan di Papua dan menyatakan akan menjatuhkan sanksi kepada fasilitas kesehatan yang menolak pasien.
Mathius menegaskan bahwa seluruh rumah sakit di Papua tidak boleh menolak pasien dalam kondisi apa pun, termasuk mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial.
“Saya pastikan rumah sakit yang di bawah pemerintahan provinsi, akan saya ganti semua direktur rumah sakitnya,” kata Mathius.
“Layanan kesehatan bagi ibu dan anak jangan coba-coba main-main. Jangan lihat dia datang punya uang atau tidak layani dulu,” imbuhnya.
Menurutnya, kematian Irene, yang terjadi setelah berpindah dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara menjadi teguran keras bahwa pelayanan kesehatan di Papua harus segera dibenahi.
Gubernur Papua mengunjungi keluarga Irene di Jayapura, mendengarkan langsung kronologi yang mereka alami pada 16 November 2025. Keluarga menceritakan bahwa Irene, yang tengah mengalami kontraksi di Kampung Kensio, terpaksa dibawa menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari karena tidak ada fasilitas kesehatan di distrik tersebut. Pemeriksaan awal menunjukkan tanda vital normal dan pembukaan lima sentimeter, namun proses persalinan tidak berkembang hingga malam hari.
Ketika kondisi memburuk, keluarga mengaku tidak ada dokter kandungan yang menangani. Rujukan pun diberikan, tetapi ambulans baru tersedia setelah lebih dari dua jam. Setiba di RS Dian Harapan, pasien tidak bisa dirawat karena ruangan penuh. Penolakan serupa terjadi di RSUD Abepura, sementara di RS Bhayangkara keluarga diminta uang muka Rp4 juta sebelum tindakan medis dilakukan.
Kondisi Irene semakin kritis saat dalam perjalanan menuju rujukan berikutnya. Ia kemudian kehilangan kesadaran di dalam ambulans dan dinyatakan meninggal sebelum tiba kembali di rumah sakit.
Pihak rumah sakit memberikan tanggapan beragam. RSUD Yowari menyebut akan dilakukan audit maternal. RS Dian Harapan menegaskan tidak menolak pasien dan menyatakan ruangan serta dokter spesialis tidak tersedia saat itu. RS Bhayangkara menilai prosedur rujukan dari RSUD Yowari tidak dilakukan melalui SISRUTE sebagaimana ketentuan.
Kepala Dinas Kesehatan Papua, Arry Pongtiku, menilai kasus ini mencerminkan kegagalan sistem rujukan yang seharusnya berjalan dengan baik. Ia juga menyoroti lemahnya koordinasi antar rumah sakit, terutama dalam penanganan kasus kegawatdaruratan.
Pengamat kebijakan publik Papua, Methodius Kossay, menyebut tragedi Irene bukan hanya persoalan teknis medis semata. Menurutnya, kasus ini juga mencerminkan kegagalan tata kelola layanan kesehatan serta pelanggaran kewajiban rumah sakit dalam menangani pasien darurat sesuai undang-undang.
(NS)

