Biografi Gus Dur
Gus Dur sering dikategorikan sebagai pemikir yang nyeleneh, kontroversial, acuh, dan cuek. Ia merupakan tokoh reformis pemikiran Islam kontemporer. Gus Dur merupakan Presiden Indonesia yang keempat menggantikan B. J. Habibie pada tahun 1999 hingga 2001.
Ia juga merupakan tokoh muslim Indonesia dan pemimpin politik. Nama lengkap Gus Dur adalah Abdurrahman Wahid. Kota Jombang tepatnya di Denanyar menjadi tempat kelahiran Gus Dur. Ia lahir pada tanggal 4 Agustus 1940 dan meninggal pada usia 69 tahun tepatnya tanggal 30 Desember 2009.
Gus Dur juga memiliki nama kecil, yaitu Abdurrahman Addakhil yang merupakan putra pertama dari ayahnya K. H. Wahid Hasyim dan ibunya Nyai Hj. Sholihah. K. H. Hasyim Asy’ari merupakan kakek Gus Dur yang mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama dan pondok pesantren Tebuireng. Sedangkan, ayah dari ibu Gus Dur, yaitu Bisri Syamsuri yang merupakan pendiri ‘Am Syuriah PBNU dan pendiri pondok pesantren Denanyar Jombang.
Gus Dur: Hubungan Islam dan Negara
Menurut Gus Dur, Islam dalam hubungan agama dan negara ini tidaklah mengenal doktrin tentang negara. Negara dalam pandangan Islam yaitu tentang keadilan dan kemasyarakatan.
Hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai keadilan dan kemakmuran. Sebuah negara dan pelaksanaan hal-hal kenegaraan tidaklah harus berbentuk Islam, karena tidak ada doktrin yang menjelaskan tentang hal tersebut.
Negara bagi Gus Dur adalah negara hukum. Dalam hal ini, etik kemasyarakatan yang dibutuhkan, karena konsep pemerintahan yang definitif tidak dikenal dalam Islam. Gus Dur berpandangan bahwa dalam kehidupan bernegara Islam tidak perlu diformalkan.
Pemikiran Gus Dur ini sejalan dengan sebagian besar mayoritas umat Islam di Indonesia yang tidak ingin menjadikan Islam sebagai acuan dalam hal kenegaraan. Gus Dur sendiri tidak akan memformalkan Islam pada negara yang tidak berasaskan Islam.
Meskipun negara Indonesia diduduki oleh sebagian besar mayoritas Islam, menurut Gus Dur bukan berarti negara ini milik golongan Islam saja. Karena negara ini memiliki beragam agama.
Terhadap agama selain Islam, Gus Dur tidak bersikap diskriminatif. Setiap warga negara memiliki kepercayaan dan keyakinan masing-masing. Mereka berhak untuk mengamalkan dan menjalankan syariat agamanya.
Jika Islam Dijadikan Dasar Negara
Apabila Islam diterima sebagai dasar negara dan Indonesia menjadi negara Islam, maka akan terjadi perpecahan di kalangan rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki penduduk dengan beragam agama.
Setiap muslim wajib untuk mewujudkan sebuah negara damai dan bukan negara Islam. Negara yang sejalan dengan agama Islam adalah negara republik yang di dalamnya terdapat keadilan, kesetaraan, kedamaian, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Ideologi negara yaitu Pancasila, kehadirannya dapat diterima oleh organisasi Islam untuk pertama kalinya. Organisasi Islam yang dimaksud adalah Nahdlatul Ulama. Menurut Gus Dur dengan berideologi Pancasila, negara menjadi termasuk dalam negara damai (dar al-Sulh) yang harus dipertahankan. Di mana, dar al-Sulh menjadi kategori terakhir setelah dar al-Islam (negara Islam dan dar al-Harb (negara perang) yang digagas oleh Imam Syafi’i.
Sebagai kategori negara damai, syariat, fikih, maupun etik masyarakat di dalamnya masih bebas dilakukan dengan leluasa oleh kaum muslimin meski hal tersebut dalam undang-undang negara legislasinya tidak diakui.
Sebagai kewajiban agama, umat Islam harus mempertahankannya jika etik masyarakat dijalankan. Dari hal tersebut, suatu keharusan untuk taat kepada pemerintahan itu muncul.
Di Indonesia, berdirinya negara Islam masih banyak diharapkan oleh gerakan-gerakan Islam dan sejumlah individu yang idealistis. Hal itu dilakukan oleh mereka dengan berbagai cara yang halus ataupun keras. Adapun yang menginginkan suatu ‘Pemerintahan Islam Raya’ seperti kekhalifahan yang didalamnya mencakup umat Islam di belahan dunia. Ini menjadi cita-cita mereka kalangan Islam garis keras dan akan terus aktif dijalankan.
Dua Fungsi Islam Bagi Kehidupan Bangsa
Terdapat dua bentuk fungsi Islam dalam kehidupan bangsa menurut Gus Dur. Pertama, akhlak masyarakat (etika sosial). Kedua, partikel-partikel dirinya yang dapat diundangkan melalui konsensus (seperti tentang perkawinan yang tercantum dalam undang-undang No. 1/1974, dan undang-undang No. 7/1989 tentang peradilan agama).
Ideologi Islam dalam sebuah negara tidak pernah diinginkan oleh Gus Dur. Setiap individu muslim Indonesia pastinya telah tertanam nilai-nilai keislaman dalam dirinya.
Gus Dur meletakkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai landasan konstitusional. Sedangkan, dalam kehidupan kaum muslimin, Islam menjadi akidah. Pemisahan antara Pancasila sebagai ideologi negara dan Islam sebagai agama ini penting dan oleh Gus Dur telah ditegaskan pada hampir seluruh tulisannya. Antara agama (Islam) dan Pancasila selalu dihubungkan oleh Gus Dur dalam menjelaskan hubungan agama dan negara.
Editor: Rozy