IBTimes.ID – Habib Ja’far al Hadar menyebut bahwa teleologis adalah teori dalam filsafat yang mengajak anak muda untuk visioner. Hal ini sering hilang dari anak muda sekarang. Banyaka anak muda yang tidak punya visi, sehingga hidupnya berjalan begitu saja.
“Pada saat yang sama, orang tersebut mudah sekali ter-trigger untuk mengomentari fenomena sosial. Mudah terganggu karena tidak punya visi,” ujarnya dalam kegiatan Diskusi dan Temu Penulis Muda dalam rangka Milad IBTimes kelima di Yogyakarta, Minggu (9/6/2024).
Alkisah, seorang sufi bernama Majnun begitu cinta mati kepada Laila, sehingga ketika Laila lari, ia mengejarnya sampai berlari di depan orang yang salat. Orang yang salat itu menegur Majnun.
“Hei Majnun, kamu ini gila. Hanya karena mengejar citanya Laila, kamu berlari di depan saya ketika saya sedang salat.”
Lalu Majnun menjawab,
“Saya saja yang mengejar cinta manusia saja sampai mabuk tidak sadar kalau ada orang salat. Kamu yang mengejar cinta Tuhan malah tidak mabuk sampai-sampai masih bisa melihat ketika saya lari di depanmu,” jawab telak Majnun.
Menurut Habib, kalau kita punya visi, kita akan fokus pada tujuan kita dan tidak akan terganggu pada hal lain. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang tidak pernah tertarik untuk mengomentari hal-hal yang di luar visinya.
Politik, misalnya. Habib mengaku pihaknya telah melewati dua musim politik besar, yaitu momen politik 2019 dan 2024. Kedua momen tersebut memiliki daya tarik yang sangat besar. Namun ia sama sekali tidak tertarik karena ia memiliki visi yang jelas, yaitu menjadi seorang pendakwah.
“Saya sejak kecil sudah punya visi bahwa saya mau menjadi ulama. Sehingga kehidupan saya tidak pernah aneh-aneh. Karena kalau aneh-aneh, publik bisa membongkar itu,” ujarnya.
Menurutnya, visi itu lebih besar dari dirinya sendiri. Karena visilah yang akan menjadikan kita abadi. Sehingga kita tidak perlu terlalu banyak bermain-main dengan hal-hal di luar visi kita.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa anak muda sekarang kehilangan kemampuan berpikir kritis. Semua ditelan begitu saja tanpa pernah dipikirkan dengan baik. Itu yang sering tidak disadari oleh anak muda di era digital.
Padahal, nalar kritis ini juga perlu dikembangkan. Selain perlu memiliki visi yang tajam, anak muda juga perlu belajar untuk menganalisa fenomena sosial di sekitar secara kritis.
Di akhir sesi, Habib Ja’far menceritakan kedekatannya secara khusus dengan Muhammadiyah. Ia bersinggungan secara langsung dengan Muhammadiyah ketika 10 tahun silam bekerja sebagai redaktur di majalah milik Lazismu PP Muhammadiyah. Saat itu, ia berkantor di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62, Jakarta.
Di Menteng, Habib mulai bertemu dengan praktik-praktik beragama yang berbeda dengan yang selama ini ia alami. Ia juga mengaku memiliki kedekatan khusus dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah, terutama Haedar Nashir dan Buya Syafii.
“Saya sudah membuat film dokumenter yang cukup bagus tentang Buya Syafii. Saya mendokumentasikan berbagai footage wawancara dengan orang terdekat Buya beberapa minggu setelah beliau mangkat. Sayang karena beberapa hal, film itu belum bisa tayang sekarang,” tutupnya.
(Yusuf)
kalau narsum nya orang filsafat, berbicara mengenai agama islam, maka siap-siap aja akan dibawa narasi kemana-mana yang mengutamakan akal dari pada alquran dan hadits