Parenting

Meninjau Ulang Hadis Dibolehkannya Memukul Anak

4 Mins read

Hadis Anak – “Bunga, ambilkan mama minum nak!” teriak Mawar, ibu Bunga yang sedang rapat via daring di dalam kamar. Saat itu, Bunga yang berusia 5 tahun tersebut sedang bermain sendirian di ruang tengah setelah lelah mengikuti kelas online pagi tadi.

Bunga segera berlari ke dapur, mengambil gelas plastik, dan memencet tombol dispenser. Dasar anak kecil, ia kemudian berlari menuju kamar untuk memberikan air minum tersebut kepada ibunya. Ia berikan air minum dengan penuh kepatuhan. Namun, malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Baru 3 langkah berlari, ia terpeleset di lantai dapur yang memang sering basah.

Akibatnya, air minum tersebut justru menumpahi tubuhnya. “Aduh!” teriaknya. Mendengar teriakan tersebut, Mawar segera berjalan menuju dapur.

“Kamu kenapa Bunga? Makanya jangan lari-lari! Ini air tumpah semua! Aduh, habis ini kamu pel semua biar bersih. Mama ambil sendiri saja minumnya. Cepat pel!” teriak Mawar. Luka akibat jatuh tidak terlalu sakit. Hanya pantatnya yang jatuh menimpa lantai, untung bukan kepala. Namun, luka akibat perkataan mamanya sungguh menyayat hatinya.

Sekembalinya Mawar ke kamar, Bunga mengambil pel. Ia mengepel lantai sambil sesenggukan karena air yang ia bawa dengan penuh cinta, justru mendatangkan marah dari orang yang ia cintai, mamanya sendiri.

Children See, Children Learn

Dalam dunia parenting, istilah children see children learn bukan sesuatu yang asing lagi. Istilah itu begitu benar dan relevan.

Setiap anak akan belajar dari apa yang ia lihat. Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Pertama, internal, yaitu gen. Kedua, eksternal, yaitu lingkungan sekitar.

Lingkungan sekitar berarti banyak hal. Mulai dari keluarga, tetangga, sekolah, bacaan, tontonan, hingga adat istiadat, norma, dan agama. Meskipun demikian, karena ketika anak lahir hingga setidaknya 5 tahun ke depan ia bergaul bersama keluarga, maka keluarga menjadi faktor yang cukup dominan dalam tumbuh kembang anak.

Baca Juga  Survei SETARA dan INFID: Gen Z Bersikap Positif Terhadap Toleransi Beragama

Jika anak sering dibentak-bentak oleh orang tuanya, ia akan memiliki kecenderungan untuk membentak orang lain. Jika anak sering dipukul oleh orang tuanya, maka ia akan memiliki kecenderungan untuk memukul orang lain.

Jika orang tua sering julid dengan tetangga di depan anaknya, maka anak tersebut akan julid pula dengan tetangga tersebut dan dengan orang lain. Anak-anak akan menganggap apa yang dilakukan oleh orang tua sebagai norma.

Dalam Sebuah Hadis, Nabi Bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

Artinya: “Sebaik-baik orang di antara kalian ialah orang yang baik terhadap keluarga, dan aku adalah yang paling baik diantara kalian terhadap keluargaku.”

Memarahi dan membentak anak adalah kekerasan verbal yang membuat anak akan melakukan kekerasan verbal yang sama kepada orang lain. Bahkan, menurut beberapa penelitian, kekerasan verbal menyebabkan anak berpotensi mengalami stres.

Hal ini akan membuat anak menarik diri dari lingkungannya, rendah diri atau tidak percaya diri, menurunkan prestasi, terlambat bicara jika masih bayi, nafsu makan menurun, kehilangan kepercayaan kepada orang tua, menjadi pemarah, dan sebagainya.

Maka, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik, terutama kepada keluarga. Berbuat baik artinya mendidik anak dengan baik, memberi contoh yang baik, dan mengajarkan nilai-nilai yang baik. Orang tua yang dulunya dididik dengan kasar, seharusnya paham bahwa budaya tersebut sama sekali tidak layak ia wariskan kepada anaknya.

Kekerasan Fisik

Jika melakukan kekerasan verbal kepada anak saja dapat memberikan dampak yang buruk bagi tumbuh kembang anak, apalagi melakukan kekerasan non-verbal seperti pemukulan.

Dalam ajaran Islam, ada hadis yang masyhur di kalangan masyarakat yang membolehkan orang tua memukul anak ketika tidak mau salat. Kebolehan memukul tersebut tentu harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati.

Baca Juga  Banyak Anak, Kebanyakan Rezeki?

Sebagian ulama kemudian memberikan rambu-rambu bagi orang tua yang sedang mengajarkan anaknya agar mau salat. Di antaranya adalah Abdullah Nashih ‘Ulwan, seorang ulama abad ke 20 kelahiran Suriah.

Dalam buku Tarbiyatul Aulad fi al-Islam, ia menyebut bahwa orang tua hendaknya menjadikan metode memukul sebagai pilihan terakhir dalam mendispilinkan atau mendidik anak.

Sehingga, sebelum itu perlu dilakukan metode yang lemah lembut terlebih dahulu sebagaimana yang selama ini dicontohkan oleh Nabi dan sesuai dengan fitrah agama Islam. Namun, jika toh benar-benar harus memukul, maka Nashih Ulwan memberikan beberapa syarat.

Syarat Dibolehkannya Memukul Anak

Pertama, orang tua tidak diperbolehkan memukul apabila sedang dalam kondisi sangat marah, disebabkan hal tersebut dapat memicu tindakan yang lebih keras dan dikhawatirkan menimbulkan bahaya terhadap anak.

Kedua, ketika memukul, hendaknya menghindari anggota badan yang rawan seperti kepala, wajah, dada, dan perut. Ketiga, pukulan hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti. Diarahkan pada tangan atau kaki.

Keempat, tidak memukul anak sebelum ia berusia sepuluh tahun. Ketujuh, apabila kesalahan anak adalah yang pertama kalinya dilakukan, anak harus diberikan kesempatan untuk meminta maaf atau bertaubat atas tindakan bersalahnya tersebut dan anak mau berjanji untuk tidak mengulanginya kembali.

Tindakan ini jauh lebih baik dari pada langsung memukulnya. Ia juga harus terlebih dahulu diberitahukan kesalahannya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.

Kelima, orang tua hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri. Tidak menyerahkan kepada kakak si anak atau temannya. Hal ini untuk mencegah timbulnya rasa dendam atau kebencian di antara mereka.

Meninjau Ulang Hadis Bolehnya Memukul Anak

Di atas semua itu, penulis menganggap bahwa hadis kebolehan memukul anak harus ditinjau ulang dari dua hal. Pertama, dari segi sanad, untuk mengetahui kebenaran atau kevalidan hadis tersebut. Kedua, dari segi pemahaman.

Baca Juga  Pelajaran Qurban: Perbaiki Cara Mendidik Anak

Pemahaman tentang memukul anak harus selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang-bidang terkait seperti psikologi anak, parenting, kesehatan, dan lain-lain.

Memukul anak bukanlah jalan keluar yang baik. Jika benar bahwa Nabi membolehkan, maka bisa jadi hal tersebut adalah pintu darurat jika sudah tidak ada pintu lain yang bisa dilewati. Selain itu, rambu-rambu seperti tidak boleh menciderai, tidak sampai memberikan rasa sakit, dan seterusnya perlu diperhatikan dengan seksama.

Sebagaimana disebutkan di atas, orang tua hendaknya memberikan contoh yang baik kepada anak. Jika orang tua suka memukul anak, maka anak juga akan memiliki kecenderungan untuk memukul orang lain.

Sebaliknya, anak harus diajarkan sikap lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dengan bekal itu, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah lembut dan penuh kasih sayang juga.

Konten ini adalah hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Republik Indonesia.

Editor: Yahya FR

Avatar
114 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Parenting

Generasi Toxic Harus Dididik, Bukan Dihardik!

5 Mins read
Tulisan sederhana ini saya suguhkan, berangkat dari keresahan saya tentang fenomena “generasi toxic“. Ada rasa cemas ketika saya menyadari bahwa generasi muda…
Parenting

Ajarkan Kepada Anak-anak, Masjid Tak Sekedar Tempat Ibadah

3 Mins read
Ibadah adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Untuk memastikan agar generasi muda memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai agama…
Parenting

Nasihat Nashih Ulwan untuk Para Pendidik Anak

3 Mins read
Awalan, Abdullah Nashih Ulwan sangat gemar menulis, kertas dan pena senantiasa bersama dimanapun dia berada. Walaupun sibuk dengan kuliah, undangan dan ceramah, dia tetap meluangkan waktu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds