Yogyakarta-IBTimes.ID- Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali mengadakan pengajian Ramadhan 1440 H/2019 M yang bertempat di Aula Masjid KH. Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengajian yang berlangsung sejak hari Kamis hingga Sabtu, 4-6 Ramadhan 1440 H/9-11 Mei 2019 M , mengusung tema “Risalah Pencerahan Dalam Kehidupan Keumatan Dan Kebangsaan: Tinjauan Teologis, Ideologis, Dan Praksis”.
Pengajian Ramadhan tersebut sudah berlangsung sebanyak 37. Kali ini dihadiri oleh 513 peserta yang berasal dari utusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah & Aisyiah, Ketua & Sekretaris Organisasi Otonom Tingkat Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah & Aisyiah Se-Indonesia, Ketua PDM se-Jateng-DIY dan sekitarnya, Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah, Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah dan PWM se-Indonesia, Serta peserta undangan khusus.
Haedar Nashir, selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berkesempatan memberikan pidato iftitah sekaligus membuka secara resmi rangkaian agenda Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Haedar Nashir berpesan kepada seluruh peserta supaya tetap mengikuti Pengajian Ramadhan ini hingga penghujung acara. Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah merupakan suatu ikhtiar untuk mempelajari kembali pikiran-pikiran resmi Muhammadiyah.
“Ada kecenderungan pemikiran dan orientasi sikap dari kita semua, tetapi ketika kita membaca kembali seluruh pemikiran-pemikiran ini, kita akan tetap berada dalam framing gerakan, pemikiran, paham agama, ideologi dan sistem organisasi Muhammadiyah”.
Kekayaan Pemikiran Ideologi Muhammadiyah
“Muhammadiyah merupakan organisasi yang begitu kaya merumuskan pemikiran resmi sebagai fondasi dan bingkai gerakannya sebagai proses sistematisasi dari pikiran-pikiran pokok Kiai Haji Ahmad Dahlan ketika awal mendirikan Muhammadiyah” kata Haedar.
Sejak Kiai Dahlan mendirikan Muhammadiyah hingga wafatnya tahun 1923, tidak banyak formulasi-formulasi pikiran Muhammadiyah dikarenakan Kiai Dahlan fokus dalam mencetuskan gagasan-gagasan besar dan mendasar.
Ada beberapa naskah yang menjadi rujukan pikiran organisasi, diantaranya statuten Muhammadiyah tahun 1912 dan pidato iftitah tahun 1921 yang diterjemahkan oleh Syukrianto dan Abdul Munir Mulkhan.
Selain itu terdapat tujuh pokok ajaran KH. Ahmad Dahlan dan tujuh belas ayat-ayat Alquran yang menjadi pemahaman Kiai Dahlan. Beberapa Naskah dan ujaran Kiai Dahlan yang ditulis oleh Kiai Syuja’ dan diterbitkan oleh PP Muhammadiyah tahun 1989, juga tak luput menjadi rujukan pemikiran Muhammadiyah.
“Pada tahun 1927, Muhammadiyah mendirikan Majelis Tarjih yang menjadi fondasi awal untuk mensistematisasi pemikiran Islam dan Muhammadiyah, yang tentu saja menjadi tameng” Ujar Haedar.
“Kemudian tahun 1938, memformulasi al-masa’il al-khams (lima masalah pokok) tentang ad-din, ad-dunya, sabilullah, qiyas dan Ibadah yang pada tahun 1954-1955 baru disusun menjadi naskah resmi oleh Majelis Tarjih” imbuhnya.
Tahun 1946, terdapat putusan resmi tentang Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dan sejak itu, dirumuskanlah tujuan yang menjadi formulasi cita-cita Muhammadiyah yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (MIYS). Sementara itu, Kepribadian Muhammadiyah (KM) dideklarasikan pada tahun 1966 yang formulasinya dirumuskan pada tahun 1962 setelah “Muktamar Setengah Abad” di Jakarta.
Pada tahun 1969, disusunlah rumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH). Khitah Muhammadiyah yang selama ini kita ketahui, dirumuskan pada tahun 1971 lalu disempurnakan tahun 1978 saat Muktamar di Surabaya. Tidak berhenti disitu, Khitah Muhammadiyah diformulasikan kembali menjadi pandangan yang lebih komprehensif tentang khitah pada tahun 2002 di Denpasar.
Pada tahun 2010, secara resmi dalam Muktamar di Yogyakarta, dirumuskan pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua yang di dalamnya terdapat pemikiran keislaman Muhammadiyah yang terformulasikan menjadi Islam berkemajuan dan gerakan pencerahan sebagai strategi abad kedua Muhammadiyah.
Pada tahun 2015, Muhammadiyah merumuskan tiga dokumen resmi revitalisasi visi karakter bangsa Indonesia berkemajuan dan negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi Wa Syahadah
“Semuanya lengkap dari awal yang menyangkut paham agama sampai pada prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah dan pandangan tentang keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal” pungkas Haedar.
Haedar Nashir berpesan kepada seluruh peserta untuk mencoba mengkaji ulang dan memahami pikiran-pikiran resmi Muhammadiyah sebagai satu mata rantai dari pemikiran Muhammadiyah sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan sampai dengan perjalanannya satu abad lebih dalam merespon perubahan dan perkembangan zaman.
“ini penting karena organisasi sering kali mengalami peluruhan nilai, stagnasi, sampai mungkin juga berpengaruh kepada orientasi para pimpinan, anggota dan kadernya ketika pemikiran-pemikiran organisasi itu jauh dari alam pikiran anggota, kader dan pimpinan di organisasi tersebut.