Wajahnya teduh, seteduh organisasi yang diembannya. Haedar Nashir mengemban amanah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah 2015-2020. Raut wajahnya yang tenang sekaligus serius menampakkan wajah pemikir.
Haedar Nashir
Di tahun ini, ia memasuki usia yang 62 tahun. Usianya yang semakin matang, membuat pemikirannya semakin kokoh dan kuat. Karirnya di Muhammadiyah ia tapaki dari bawah sehingga membuatnya mengenali organisasi besar ini dengan sangat baik dari tingkat bawah sampai pusat, dari tingkat pelajar sampai mahasiswa, dari kaum muda hingga kaum tua.
Tahun 1983, Haedar Nashir menjadi pengurus pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), kemudian di tahun 1985-1990 ia menanjak menjadi Deputi Kader PP Pemuda Muhammadiyah. Lalu di tahun 1995-2000 menjadi ketua BPK-PAMM. Haedar Nashir juga menjadi pemimpin redaksi Suara Muhammadiyah dan menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari 2000-2005.
Pada tahun 2005-2015 Haedar menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sedangkan puncak kepemimpinannya di Muhammadiyah adalah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari 2015-2020.
Pengalaman dan amatannya yang luas kepada organisasi Islam terbesar di Indonesia membuatnya begitu tenang, serta hati-hati dalam mengambil kebijakan organisasi ini. Di bawah kemudinya, Muhammadiyah berhasil memainkan politik yang adiluhung, politik moral yang menjadi ciri dari organisasi ini.
Muhammadiyah juga semakin tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang semakin modern dan matang. Pemikirannya yang matang dan semakin kokoh ia tuangkan dalam berbagai karya dan tulisan-tulisannya baik melalui buku maupun artikelnya di Majalah Suara Muhammadiyah maupun koran-koran nasional.
Membaca tulisan-tulisannya, kita diajak untuk berpikiran terbuka, sekaligus tidak meninggalkan pijakan kita Al-qur’an sebagai pedoman umat Islam. Daya kritisnya ia tempa melalui organisasi maupun perguruan tinggi hingga lulus S-3 di Universitas Gadjah Mada. Haedar adalah sosiolog yang terlibat baik di organisasi maupun kemasyarakatan. Sebagai intelektual publik ia menyerukan suara-suaranya melalui tulisan di media massa maupun bukunya.
Sosiolog dan Ideolog Muhammadiyah
Bukunya konsisten membicarakan dua tema penting tentang Kemuhammadiyahan dan Ideologi gerakan Muhammadiyah. Di tahun 1997 ia menulis buku Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Berlanjut tahun 1999, ia menulis Pragmatisme Politik Kaum Elit. Setahun kemudian beliau menulis buku studi Perilaku Politik Elit Muhammadiyah.
Karyanya yang meneguhkannya sebagai seorang ideolog Muhammadiyah bisa kita lihat pada bukunya berjudul Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah (2001), Ideologi Gerakan Muhammadiyah (2002), Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah (2006), Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bermuhammadiyah (2009), Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010), Muhammadiyah Abad Kedua (2011) Memahami Ideologi Muhammadiyah (2014), Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah (2015) dan Gerakan Islam Pencerahan (2015).
Sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Suara Muhammadiyah, Haedar Nashir sering pula menuangkan tulisan-tulisannya bersifat ideologis di Majalah Suara Muhammadiyah yang diasuhnya. Meski agak kaku dan serius, disinilah peranannya yang mengukuhkannya sebagai ideolog Muhammadiyah.
Sebagai sosiolog yang memiliki konsentrasi dalam studi agama, ia telah menulis karya yang cukup mumpuni tentang islam di Indonesia. Ia menulis buku Manifestasi Gerakan Tarbiyah (2006) dan Islam Syariat: Reproduksi Salafiah Ideologis di Indonesia (2013).
Dibanding dengan pemimpin Muhammadiyah sebelumnya Amien Rais maupun Ahmad Syafii Maarif, Haedar Nashir memiliki karakteristik tersendiri. Bila Amien nampak sebagai tokoh yang berdakwah di jalan politik dan Ahmad Syafii Maarif dalam bidang Islam dan Keindonesiaan, maka Haedar Nashir nampak sebagai Sosiolog maupun Ideolog Muhammadiyah.
Guru Besar Sosiologi
Belum lama, tepatnya di tahun 2019, Haedar Nashir resmi menjadi guru besar di bidang Sosiologi dengan judul Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kritiknya sangat jitu dan tajam dalam memberi masukan kepada pemerintah tentang strategi menangkal radikalisasi dengan mengganti menjadi politik moderasi.
Sebagai sesepuh di Muhammadiyah, ia terbuka terhadap pemikiran kritis kaum muda. Keteduhannya sebagai bapak membuat siapa saja anak muda bisa dengan mudah berdialog dan berbagi pemikiran dengannya. Ia adalah satu dari sekian tokoh Muhammadiyah yang terus gelisah. Sering ia kepergok membaca dan menulis di berbagai tempat. Di pesawat, di kendaraan, maupun di kereta api. Beliau seolah tak mau membiarkan setiap detik waktunya sia-sia.
Sebagai aktivis Muhammadiyah tulen dari bawah hingga puncak kepemimpinan, Haedar Nashir menampakkan wajah kesederhanaan dan sikap inklusif terhadap semua orang. Haedar adalah teladan dari pemimpin umat yang tidak pernah sepi dari ceramah dan berliterasi. Dedikasi dan pengabdiannya di Muhammadiyah tidak sekadar ia tuangkan lewat ceramah semata. Melalui tulisan dan bukunya ia telah mendialogkan pemikirannya kepada semua anak bangsa.
Melalui kiprah dan pemikirannya itulah, Haedar Nashir telah menunjukkan kiprahnya sebagai seorang Sosiolog sekaligus Ideolog Muhammadiyah.
Editor: Nabhan