Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Haji Fachrodin sebagai sekretaris dan sekaligus anggota Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah mengatur pekerjaannya dengan teliti dan cermat. Ketika menjabat sebagai Wakil Ketua pun demikian. Dia pegang teguh ketentuan-ketentuan organisasi. Bahkan dia sampai hafal di luar kepala seluruh materi dalam Statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah.
Pada suatu ketika, pada tahun 1925, dia panggil seorang pemuda ke rumahnya untuk bercakap-cakap. Pemuda itu bernama Yunus Anies, seorang Muballigh Muhammadiyah yang rajin. Pemuda itu diberinya teknik dakwah dan berorganisasi. Dimantapkannya kesadaran melakukan pekerjaan fardhu-kifayah. Sesudah itu, tiba-tiba Haji Fachrodin bertanya:
“Sudahkah engkau menjadi anggota Muhammadiyah?”
Yunus Anies gelagapan sejenak, lalu menjawab, “belum…”
Haji Fachrodin membelalakkan mata lalu berkata:
”Ha… mana bisa…? Engkau sudah pernah menjadi guru Muhammadiyah, sudah menjadi Pengurus Muhammadiyah cabang Betawi, malah Voorzitter (Ketua) Bagian Taman Pustaka dan Bagian Tabligh, ah masya Allah!”
Yunus Anies masih menjawab: “Tapi dalam hati saya sudah merasa menjadi anggota dan saya sudah berbuat untuk Muhammadiyah. Yang perlu kan kerjanya…”
“Tidak!” tukas Fachrodin: “Menjadi anggota Muhammadiyah harus lahir dan batin. Muhammadiyah tidak cukup hanya di batin saja. Harus menjadi anggota lahir-batin, harus bekerja lahir-batin, dan harus mengikuti peraturan Muhammadiyah!”
Beberapa hari sesudahnya itu, Yunus Anies menemui Haji Fachrodin mengatakan bahwa ia sudah mendaftarkan diri menjadi anggota Muhammadiyah. Mendengar hal itu, Haji Fachrodin masih bertanya:
“Sudahkah engkau punya Statuten Muhammadiyah?”
“Sudah!” jawab Yunus Anies, “bahkan sering membagi-bagikannya kepada kawan-kawan yang membelinya.”
“Sudahkah kau baca seluruhnya dari A sampai Z?”
“Sudah saya baca tapi belum tamat, karena saya ambil yang perlu-perlu saja, dan saya cari pasal-pasal tertentu bila menemui kesulitan.”
Sekali lagi, Haji Fachrodin membelalakkan mata, lalu berseru:
“O… jadi dalam Statuten Muhammadiyah banyak perkara yang tidak perlu?”
Sekali lagi, Yunus Anies gelagapan. Fachrodin mengambil Statuten dari dalam almari, memberikan kepada Yunus Anies dan menyuruhnya untuk membaca. Maka Yunus Anies pun membaca sampai tamat, diselai pertanyaan dan penjelasan darinya.
Beberapa hari kemudian, Yunus Anies pun hafal isi Statuten itu di luar kepala dan mampu memberikan penjelasan seperlunya. Yunus Anies ini jugalah yang nantinya menjadi Sekretaris Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah untuk beberapa periode, dimulai dari periode KH Ibrahim, menggantikan Mohammad Husni.
Sumber: buku Matahari-matahari Muhammadiyah karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif