IBTimes.ID – Hamim Ilyas, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut, Islam merupakan agama yang fungsional. Islam tidak terbatas pada ritual-ritual khusus, tapi kehadirannya juga untuk membangun tatanan peradaban yang lebih baik.
“Fungsionalisasi agama Islam dapat diartikan dengan memanfaatkan Islam sebagai obor atau motor penggerak untuk menciptakan kehidupan yang seadil-adilnya, mensejahterakan se sejahtera-sejahteranya, memakmurkan se Makmur-makmurnya, dan memajukan kehidupan,” ucapnya di Yogyakarta pada (15/10).
Hamim Ilyas mengatakan, memfungsionalkan Islam dalam konteks keindonesiaan ialah menjadikan agama Islam untuk pemberantasan korupsi. “Korupsi merupakan bagian dari penyakit wahn, yaitu kecintaan dunia berlebihan namun benci kematian,” tegasnya.
Menurut Hamim Ilyas, jika suatu bangsa telah dijangkiti penyakit wahn, maka sekelompok bangsa itu akan memiliki mental destruktif. Bangsa Indonesia memiliki mental tersebut, terbukti dengan angka korupsi yang masih tinggi.
Meski telah dilakukan berbagai upaya untuk membangun mental bangsa Indonesia, sejak Orde Lama, Orde Baru, Pasca Reformasi sampai dengan kepemimpinan hari ini, imbuh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid itu, mental destruktif itu masih nampak dan bisa menjadi semakin akut.
“Dihitung sejak Indonesia Merdeka, pembangunan jiwa telah dilakukan selama 79 tahun atau 3 generasi, tetapi hasilnya belum memuaskan. Bahkan sebagian kalangan menyatakan bahwa mental bangsa sekarang lebih destruktif daripada mental bangsa pada masa mulai dibangun pasca kemerdekaan,” tuturnya.
Hamim Ilyas menjelaskan, pembangunan jiwa dapat dilakukan dengan mengembangkan core belief atau core values yang dimiliki umat dan bangsa. Namun apabila belum hidup, maka perlu dihidupkan dengan kesadaran baru yang lebih bermakna.
“Dalam konteks umat Islam, core belief atau core values adalah akidah, syariah, dan akhlak, serta iman, islam, dan ihsan, termasuk juga taat, takwa, dan jihad. Namun disayangkan, core values tersebut masih belum bisa dihidupkan dengan nilai pokok yang relevan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, papar Hamim Ilyas, core values iman yang hidup di kalangan umat sekarang membuahkan nilai pokok pahala dan neraka. Nilai pokok ini ternyata tidak dapat membangun mental positif yang relevan dengan keharusan membangun negara untuk mencapai tujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga Indonesia.
“Oleh karena itu, perlu dirumuskan nilai-nilai pokok yang relevan untuk membangun mental yang sesuai dengan pembangunan negara. Misalnya, core values dengan nilai pokok malu, jujur, tanggung jawab, dan amanah. Begitupun dengan core values jihad dapat dirumuskan nilai pokoknya dengan melawan kecenderungan diri memiliki mental destruktif. Jihad dengan nilai tersebut dapat dikatakan sebagai jihad melawan hawa nafsu atau yang disebut jihad akbar,” pungkasnya.
(Soleh)