IBTimes.ID – Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas menyebut bahwa setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan dalam menanggapi isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Pertama, pelayanan. Memberikan pelayanan terhadap kelompok minoritas, termasuk LGBT, bukan hal baru bagi Muhammadiyah. Hamim menyebut bahwa di Jogja, Pemuda Muhammadiyah memberikan pelayanan hipnoterapi kepada waria yang selalu merasa cemas akan terciduk oleh aparat.
Di daerah lain, Tafsir, Ketua Muhammadiyah Jawa Tengah juga telah lama menjalin hubungan yang baik dengan kelompok LGBT.
Dalam memberikan dakwah, imbuhnya, seorang dai harus menyampaikan dengan ucapan yang baik (qoulan ma’rufa) sesuai dengan konteksnya. Selain itu juga harus dengan perkataan yang lembut (qoulan layyina) dan perkataan yang mulia (qoulan kariima).
Perkataan yang lembut adalah perkataan yang tidak menyakiti dan tidak mengganggu. Sementara ucapan yang mulia adalah ucapan yang menghibur, menyenangkan, dan membangun kesadaran. Maka perlu ilmu dan latihan untuk menjadi dai yang baik.
“Dakwah itu harus adem,” ujarnya dalam pengajian Indahnya Cahaya Islam Majelis Tabligh PP Muhammadiyah.
Kedua, mengadvokasi agar negara mau membantu LGBT melakukan operasi jenis kelamin dengan menggunakan pertimbangan ilmiah.
“Hal ini sudah dilakukan di Iran. Sehingga tahun lalu ada ratusan LGBT yang operasi jenis kelamin. Di sana negara memberikan pelayanan kepada LGBT. Kita harus menyuarakan ini agar negara Indonesia juga mau membiayai operasi LGBT,” imbuhnya.
Menurut Hamim, seseorang bisa berganti jenis kelamin ketika sudah melakukan operasi dan sudah ditetapkan oleh pengadilan. Dorce, misalnya, layak dimakamkan dengan cara perempuan. Mengingat ia sudah melakukan operasi jenis kelamin dan sudah ditetapkan pengadilan sebagai perempuan.
“Saya menegaskan bahwa jenazah Dorce layak dirawat sebagai perempuan dan dimakamkan sebagai perempuan. Dia akan bertanggung jawab kepada Allah sebagai perempuan,” imbuhnya.
Ia menyebut bahwa lembaga pengadilan memiliki hak untuk menentukan jenis kelamin. Lembaga pengadilan, imbuhnya, adalah lembaga yang menjadi wakil Tuhan di atas muka bumi.
Hamim menyebut bahwa pada dasarnya, setiap manusia tercipta dengan sebaik-baik bentuk (ahsana taqwim). Hanya saja, bentuk kehidupan manusia juga turut ditentukan oleh tiga hal lain selain kodrat dari Tuhan. Yaitu biologi, psikologi, dan sosial.
Dalam menghadapi perdebatan seputar pro kontra LGBT, ia menggarisbawahi bahwa sesama muslim tidak boleh saling mengkafirkan. Dalam sebuah hadis ditegaskan bahwa muslim yang mengkafirkan seorang muslim yang lain, maka gelar kafir itu akan kembali kepada muslim pertama yang mengkafirkan itu tadi.
“Ini perlu diskusi lebih lanjut dan berdiskusi dengan para ahli tentang kromosom, hormon, dan lain-lain agar secara ilmiah menjadi semakin terang benderang,” tutup Hamim.