Feature

Hari Raya Idul Adha: Momentum Mudik bagi Masyarakat Tunisia

3 Mins read

Tradisi mudik atau kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga pada momentum perayaan hari besar tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak masyarakat dunia yang lain juga melaksanakan hal yang serupa. Meskipun dengan istilah yang beragam dan dalam momentum waktu yang berbeda-beda. Waktu mudik bisa saja dipengaruhi oleh agama dan adat istiadat setempat.

Idul Adha Jadi Momentum untuk Mudik

Di Indonesia tradisi mudik biasa dilaksanakan setiap tahun sekali pada momen akhir bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Namun berbeda dengan masyarakat Tunisia. Sebaliknya, mereka biasa melaksanakan tradisi pulang kampung atau mudik pada momentum perayaan Idul Adha.

Momen mudik tersebut bisa kita amati dari pergerakan mobil di jalanan Kota Tunis, Ibu Kota Tunisa, pada beberapa hari menjelang Idul adha. Kita akan menemukan banyak sekali kendaraan mobil ber-plat nomer negara-negara Eropa, seperti Prancis, Italia, Denmark, Jerman dan lain sebagainya. Umumnya itu adalah milik para perantau Tunis yang sedang mudik, merayakan Idul Adha dan menikmati libur musim panas di kampung halaman mereka.

Diaspora Tunisia di luar negeri yang sebagian besar berada di Eropa sering kali mudik menggunakan mobil dengan tumpukan barang di atasnya, dan bisa kita jumpai di jalanan Kawasan Pelabuhan, baik di Ibu Kota Tunis atau Kota besar lainya tempat kapal Feri dari Eropa bersandar. Momen melihat tumpukan barang di atas mobil tersebut memang mengingatkan saya akan momentum mudik lebaran di Indonesia.

Tradisi Orang Tunis Saat Kurban

Berbeda dengan masyarakat muslim di Indoensia yang menyembelih hewan kurban di masjid atau musholla kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar. Di Tunisia, umumnya bagi keluarga yang mampu berkurban akan membeli hewan kurban dan dibawah ke rumah mereka masing-masing sehari atau dua hari menjelang Idul Adha. Kemudian akan disembelih bersama keluarga mereka di rumah masing-masing sesaat setelah sholat Idul Adha, serta dimasak dan dimakan bersama oleh sanak keluarga mereka. Bisa dibilang jarang atau hampir tidak ada tradisi pembagian hewan kurban kepada orang lain.

Baca Juga  Kiat-kiat Menghadapi Problematika Hidup

Sedangkan bagi yang belum mampu membeli hewan kurban, biasanya membeli daging di pasar saja kemudian dimasak di rumah masing-masing. Kalaupun ada yang berkurban untuk dibagikan kepada orang lain, saya baru menjumpai seorang Syaikh yang secara rutin setiap momen Idul Adha mengirim beberapa ekor domba kepada mahasiswa Indonesia di Tunisia untuk dikorbankan dan dikelola penyembelihanya oleh mahasiswa Indonesia di Tunisia. Jadi langsung dalam bentuk hewan, bukan daging yang dibagikan. Dan umumnya hewan kurban di Tunisia berupa kambing atau domba, jarang sekali bisa dijumpai hewan kurban berupa sapi atau unta, mungkin hanya sedikit pada beberapa tempat di Tunisia.

Bagi orang Tunisia, momentum menyembelih hewan kurban, memasak dan menikmati hidangan Bersama sanak keluarga adalah momen yang ditunggu pada setiap tahunya. Kemeriahan tersebut sangat bisa saya rasakan sebagai orang Indonesia yang tinggal di Tunisia. Bahkan Ibu Kos tempat saya tinggal membawa masuk domba kurbanya ke dalam rumah sekitar dua hari sebelum Idul Adha. Meskipun rumah di Tunisia umumnya berupa flat atau rumah susun tanpa lahan pekarangan. Saya yang tinggal di lantai ke empat dari rumahnya, turut menikmati bau sedap domba kurbanya. Hehe.

Kenapa Idul Adha di Tunisia Lebih Meriah Dibanding Idul Fitri?

Kalau kita telusuri dalam beberapa literasi, Idul Adha sendiri dalam istilah arab biasa juga disebut sebagai Idul Kabir (lebaran besar), lawan kata dari Idul Fitri yang disebut sebagai Idul Shagir (lebaran kecil). Beberapa ulama menjelaskan istilah tersebut dengan mengaitkanya kepada pesta makanan dan larangan berpuasa pada saat perayaan (Ied).

Idul Fitri misalnya disebut sebagai Idul Shagir karena diharamkan berpuasa sehari saja pada tanggal 1 Syawwal, saat dimana sholat Idul Fitri dilaksanakan. Sedangkan Idul Adha disebut Idul Kabir karena diharamkan berpuasa lebih lama dibanding saat Idul Fitri, selama empat hari, yaitu mulai tanggal 10 Dzulhijjah hari dimana sholat Idul Adha dilaksanakan dan tiga hari kemudian, mulai dari 11 sampai 13 Dzulhijjah yang disebut sebagai hari tasyrik.

Baca Juga  Pak Malik, Literasi, dan Pergerakan

Dengan kata lain, diharamkan berpuasa pada hari-hari tersebut berarti dianjurkan untuk berpesta atau merayakan, yang dalam istilah Arab disebut sebagai (Ied) atau (ihtifal). Bisa jadi ini adalah salah satu sebab tradisi Idul Adha lebih meriah daripada Idul Fitri di Tunisia, ditambah lagi momen Idul Adha sering kali bersamaan dengan momen libur musim panas, sehingga menjadi waktu yang tepat untuk berkumpul dan berpesta bersama keluarga mereka.

Editor: Soleh

Khoirul Bakhri Basyarudin
1 posts

About author
Mahasiswa PhD Zitouna University Tunisia Peneliti Centre for Arabic and Islamic Studies
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds