Diskusi mengenai aborsi seringkali memicu perdebatan sengit di tengah kehidupan masyarakat. Meski begitu, masih banyak orang-orang yang belum mengetahui dan paham mengenai makna aborsi dan bagaimana hukum melakukan praktik aborsi menurut pandangan para ulama fikih.
Oleh karena itu, di sini penulis ingin membahas lebih dalam tentang apa yang dimaksud dengan aborsi? Dan bagaimana pandangan ulama fikih mengenai aborsi? Untuk mengetahui lebih lanjut, yuk simak penjelasan di bawah ini.
Pengertian Aborsi
Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri kehamilan baik secara sengaja ataupun tidak sengaja sebelum janin tersebut dapat hidup di luar rahim dengan sendirinya. Aborsi sendiri terdapat dua jenis, yaitu aborsi spontan (miscarriage) dan aborsi buatan (induced abortion).
Aborsi spontan (miscarriage) itu terjadi ketika kehamilan berakhir dengan sendirinya sebelum janin dapat hidup di luar rahim sang ibu. Sedangkan aborsi buatan ialah aborsi yang dilakukan dengan sengaja oleh seorang ibu untuk mengakhiri kehamilannya tersebut. biasanya aborsi buatan itu dilakukan dengan cara medis atau dibedah, tergantung pada usia kehamilan dan kondisi seorang ibu tersebut.
Hukum Aborsi
Secara umum Islam tidak membolehkan seseorang untuk melakukan tindakan atau praktik aborsi. Karena menurut kaca mata Islam, kehidupan manusia harus di hormati dan dilindungi.
Dengan demikian, membunuh manusia secara tidak sah dianggap sebagai tindakan yang sangat di larangan atau menyalahi hukum-hukum Islam yang ada.
Sebagaimana Firman Allah yang terdapat dalam al-Qur’an surah al-Isra’ ayat 33 yang berbunyi:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهٖ سُلْطٰنًا فَلَا يُسْرِفْ فِّى الْقَتْلِۗ اِنَّهٗ كَانَ مَنْصُوْرًا
Artinya: ”dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (suatu) alasan yang benar. dan barang siapa yang membunuhnya secara zalim. Maka sungguh, kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapatkan pertolongan”.
Meskipun demikian, pendapat tentang hukum aborsi itu sangat bervariasi dalam pandangan ulama fikih. Ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan tindakan aborsi.
Oleh karena itu, penulis berusaha mengumpulkan pendapat para ulama fikih mengenai tindakan aborsi. Adapun pendapat para ulama fikih yaitu:
Pertama, Mazhab Hanafi. Sebagian besar dari Fuqoha Hanafiah berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum janin terbentuk, tetapi harus disertai dengan syarat-syarat yang rasional. Fuqoha Hanafi memperbolehkan abortus sampai habisnya bulan keempat. Mereka bahkan memberi hak kepada kaum wanita untuk melakukan abortus tanpa seizin suami dengan syarat harus disertai alasan yang tepat.
Kedua, Mazhab Hanbali. Dalam pandangan jumhur ulama Hanbali janin boleh digugurkan selama masih dalam bentuk segumpal daging belum berbentuk anak manusia. Mazhab Hanbali banyak yang sejalan dengan mazhab Hanafi dalam memperbolehkan abortus, kecuali perbedaan pendapat dalam menetapkan batasan umur kandungan yang boleh digugurkan sebagian membatasi umur 40 hari, sebagian umur 80 hari, dan lainnya umur 120 hari.
***
Ketiga, Mazhab Syafi’i. Imam Al-Ghazali yang merupakan salah seorang ulama dari mazhab Syafi’i yang beraliran sufi, beliau sangat tidak menyetujui pelenyapan janin walaupun baru konsepsi, karena menurutnya kehidupan itu berkembang dan dimulai secara bertahap demi tahap. Sehingga pengguguran setelah sel sperma membuahi sel telur adalah pembunuhan karena memutus kehidupan/perkembangan janin.
Keempat, Mazhab Maliki. Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak terjadinya konsepsi. Oleh karena itu, menurut mereka aborsi tidak diizinkan bahkan sebelum janin berusia 40 hari. Fuqoha Maliki secara mutlak melarang abortus seperti yang lain-lain mereka juga berpendapat bahwa janin bukanlah manusia sebelum ditiupkan roh kepadanya.
Kendati begitu, karena sperma sekali dituangkan dan terwadahi dalam rahim, ditumbuhkan dan ditentukan untuk mendapatkan ruhnya maka ia harus dilindungi.
Oleh karena itu, menurut mayoritas ulama’ fikih di atas berpendapat bahwa praktik aborsi dalam pandangan Islam tidak diperbolehkan jika tidak terdapat suatu alasan darurat yang kuat. Sehingga di dalam agama Islam sendiri tidak sepenuhnya melarang tindakan ini jika seseorang mengalami keadaan darurat. Seperti seorang ibu hamil mengalami penyakit serius yang mengancam nyawanya, dan dokter memberi tahu bahwa kehamilannya dapat memperparah kondisinya. Dalam kasus seperti ini, aborsi dapat dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu.
Kesimpulan
Dari contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agama Islam sangat melarang adanya penghilangan nyawa secara sengaja yaitu dengan melakukan aborsi. Akan tetapi, pada konteks kasus di atas diperbolehkan melakukan aborsi karena dalam agama Islam terdapat prinsip Maqashid al-Syariah yaitu Hifdzu an-Nafs (menjaga nyawa/jiwa) dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.
Dengan begitu, Bagaimana menurut kalian dengan diperbolehkannya melakukan praktik aborsi demi menyelamatkan nyawa sang ibu?
Editor: Soleh
Semangat nulisnya kang shorfana, tulisan anda sangat bagus