Setiap Imam Qira’ah mempunyai banyak murid (perawi) yang meriwayatkan qira’ah guru-gurunya dari generasi ke generasi. Namun dalam dunia qira’ah, hanya diambil dua orang perawi saja dari masing-masing Imam Qira’ah. Adapun tujuh imam qira’ah (Qira’ah Sab’ah), yang masing-masing disertai dua orang perawinya adalah sebagai berikut:
Imam Qira’ah Sab’ah
Pertama, Abu ‘Amr ibn Al ’Alaa’ (Gurunya para Perawi). Dia adalah Ziyad ibn Al ’Alla’ ibn ‘Ammar Al Mazani Al Bashri. Dia wafat di Kufah tahun 154 H. Dan dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah ad-Duuriyy dan As-Suusiyy.
Adapun ad-Duuriyy, adalah Abu ‘Umar Hafsh ibn ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz ad-Duuriyy an-Nahwi. Ad-Duur adalah nama sebuah tempat di Baghdad. Dia wafat pada tahun 246 H. Sedangkan As-Suuusiyy adalah Abu Syu’aib Shalih ibn Ziyad ibn ‘Abdullah As-Suusiyy wafat tahun 261 H.
Kedua, Ibn Katsir. Nama lengkapnya ‘Abdullah ibn Katsir Al Makkiy. Dia adalah seorang tabi’in dan wafat di Makkah tahun 120 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah Al-Bazziyy dan Qunbul. Adapun Al-Bazziyy, dia adalah Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Abdillah ibn Abi Bazzah Al Muadzin Al Makiyy, dan memiliki nama kunyah Abu al-Hasan, wafat di Makkah 250 H.
Adapun Qunbul dia adalah Muhammad ibn ‘Abdirrohman ibn Muhammad ibn Khalid ibn Sa’id al-Makki al-Makhzumi. Ia memiliki nama kunyah Abu ‘Amr dan dijuluki Qunbul. Ada yang mengatakan mereka adalah Ahlul Bait di Makkah yang dikenal dengan Qanabilah. Ia wafat di Makkah tahun 291 H.
Ketiga, Nafi’ al-Madani. Dia adalah Abu Ruwain Nafi’ ibn ‘Abdirrahman ibn Abi Nu’aim al-Laitsiy, berasal dari Ashfahan dan wafat di Madinah tahun 169 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah Qaaluun dan Warasy.
Qaaluun adalah ‘Isaa ibn Mainaa al-Madani seorang pengajar bahasa Arab, memiliki nama kunyah Abu Musa, dan nama Qaaluun adalah julukannya. Dan diriwayatkan bahwa Nafi’ menjulukinya dengan julukan tersebut karena bagusnya bacaannya. Kata Qalun dalam bahasa Romawi berarti bagus. Ia wafat di Madinah tahun 220 H.
Sedangkan Warasy adalah ‘Utsman ibn Sa’id ibn al-Mishri memiliki nama kunyah Abu Sa’id dan Warasy. Dia dijuluki dengan julukan tersebut karena ada yang menganggap kulitnya yang sangat putih. Dia wafat di Mesir tahun 197 H.
***
Keempat, Ibnu ‘Amir asy-Syami. Dia adalah ‘Abdullah ibn ‘Amir al-Yashubiy seorang hakim di Damaskus pada masa kekhalifahan Walid ibn ‘Abdil Malik. Dia diberi nama kunyah Abu ‘Imraan dan dia termasuk salah seorang Tabi’in. Ia wafat di Damaskus tahun 118 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
Adapun Hisyam adalah Hisyam ibn ‘Ammar ibn Nashir al-Qaadhi ad-Damasyqi, diberi nama kunyah Abd al-Walid. Ia wafat di pada tahun 240 H. Sedangkan Ibnu Dzakwan adalah ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Basyir ibn Dzakwan al-Qurasi ad-Damasyqi dan diberi nama kunyah Abu ‘Amr. Ia wafat di Damaskus pada tahun 242 H.
Kelima, ’Ashim al-Kuufi. Dia adalah ‘Ashim ibn Abi an-Najuud, ada yang menamainya Ibnu Bahdalah Abu Bakar dan dia adalah salah seorang tabi’in, wafat di kufah tahun 128 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya dia adalah Syu’bah dan Hafs. Syu’bah dia adalah Abu Bakr ibn Syu’bah ibn ‘Abbas ibn Salim Al Kuufi, wafat di Kufah pada tahun 193 H.
Sedangkan Hafs adalah Hafs Sulaiman ibn al-Mughiroh al-Bazzaz al-Kuufiy, diberi nama kunyah Abu ‘Amr dan dia adalah orang yang tsiqah. Ibnu Ma’in berkata: “….Dia lebih menguasai qira’at dibandingkan Abu bakar Ia wafat 180 H.
Keenam, Hamzah al-Kuufi, dia adalah Hamzah ibn Habib ibn ‘Imarah az-Zayyat al-Faradhi at-Taimy, diberi nama kunyah Abu ‘Imarah. Ia wafat di Bahlawan pada masa kekhalifahan Abu Ja’far al-Manshur tahun 156 H.
Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah Khalaf dan Khalad. Adapun Khalaf adalah Khalaf ibn Hisyam al-Bazzaz, diberi nama kunyah Abu Muhammad, wafat di Baghdad pada tahun 229 H. Sedangkan Khallad adalah Khallad ash-Shairafi al-Kuufi, diberi nama kunyah Abu ‘Isa, dan wafat disana tahun 220 H.
***
Ketujuh, al-Kisaa’i al-KuufiIa adalah ‘Ali ibn Hamzah, Imam ahli Nahwu kalangan Kufah, diberi nama kunyah Abd al-Hasan, dinamakan al-Kisaa’i karena dia ihram memakai kisaa’ (kain penutup Ka’bah).
Ia wafat di Ranbawaih salah satu daerah di perkampungan Ar-Ray, ketika hendak menuju ke Khurasan bersama ar-Rasyid tahun 189 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah Abu Harist dan Hafs ad-Duuriy. Adapun Abdul Harist adalah al-Laits ibn Khalid al-Baghdadi, wafat pada tahun 240 H. Sedangkan Hafs ad-Duuriy adalah perawi yang meriwayatkan Qira’at dari Abi ‘Amr.
Hukum Menggunakan Qira’ah Sab’ah dalam Membaca al-Qur’an
Adapun hukum ketika membaca Al-Qur’an dengan menggunakan Qira’ah Sab’ah adalah sebuah kebolehan dan kondisional. Dikarenakan tidak semua orang dan semua daerah mengerti dan memakai Qira’ah Sab’ah itu.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa membaca dan mempraktikkan Al-Qur’an dengan qiraat tujuh tidak boleh sembarangan akan tetapi ada hal-hal yang wajib ditempuh dan dipelajari. Di antaranya, harus sudah selesai menghafal 30 juz Al-Qur’an dengan lancar, baru bisa masuk untuk mempelajari qiraat tujuh, dan sudah tuntas dalam mengkaji kaidah-kaidah Qira’ah Sab’ah, jika belum, maka tidak dapat membaca Al-Qur’an dengan Qira’ah Sab’ah.
Adapun batasan-batasan dalam menggunakan dan membaca Al-Qur’an dengan Qira’ah Sab’ah adalah dengan membaca sesuai dengan kaidahnya dan tidak sampai keluar atau melenceng dari kaidah Qira’ah Sab’ah-nya. Maka dari sinilah sangat sulit dan rumit, sehingga tidak semua orang dan semua daerah menggunakan Qira’ah Sab’ah ini.
Contoh Bacaan Qira’ah Sab’ah
Berikut contoh bacaan Qira’ah Sab’ah sesuai dengan kaidah. Yakni dalam kitab Syathibiyah tentang bacaan basmalah para Imam tujuh dan riwayatnya memiliki ragam bacaan tersendiri. Ada nada yang sama dan berbeda dari segi waqaf dan wasalnya, hukum basmalah antara dua surat untuk Imam tujuh adalah sebagai berikut:
Pertama, Qolun, Ali al-Kisai, Ibnu Katsir, dan Ashim membaca basmalah di antara dua surat.
Kedua, Hamzah membaca washal di antara dua surat tanpa basmalah.
Ketiga, Warsy, Abu Amr, dan Ibnu Amir memiliki tiga wajah, yakni memisahkan antara dua surat dengan basmalah, membaca washal antara 2 surat, saktah dengan tanpa basmalah.
Ada lagi contoh bacaan Imam tujuh dalam membaca dua hamzah dalam satu kata, yakni ketika dua hamzah bertemu dalam satu kata, maka Imam Nafi’, Ibnu Katsir, dan Abu Amr membaca dengan al-tashil baina-baina.
Apabila hamzah kedua berharakat fathah, seperti ءَأَنذَرۡتَهُمۡ maka: Hisyam mempunyai dua wajah, al-tahqiq hamzah kedua dan al-tashil hamzah kedua baina-baina. Sedangkan Warsy mempunyai dua wajah bacaan, yaitu pertama, al-ibdal (mengganti hamzah kedua dengan alif), yang kedua, al-tashil baina-baina. Sedangkan al-Baqun membaca dengan tahqiq.
Bacaan Imam tujuh padah lafal ءَا۬عۡجَمِيّ dalam surat Fussilat ayat 44 sebagai berikut:
Pertama, Syu’bah, Hamzah, dan Kisai membaca dengan tahqiq hamzah kedua.
Kedua, Hisyam membaca dengan tanpa hamzah pertama yakni ا۬عۡجَمِي.
Ketiga, al-Baqun, Nafi’, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Dakhwan, dan Hafsh, membaca hamzah kedua dengan al-Tashil baina-baina dengan catatan, Warsy mempunyai satu wajah lagi yaitu al-Ibdal, Qolun dan dan Abu Amr disertai hukum al-Idkhal (memasukkan alif antara dua hamzah dengan panjang dua harakat, dengan kata lain dibaca mad).
Dari berbagai contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para Imam tujuh ketika menentukan hukum suatu bacaan ada yang sama, dan ada yang berbeda dengan dasar masing-masing.
Perbedaan tersebut disebabkan karena berbedanya ahlul ada’ dan daerah masing-masing, memang sangatlah sulit, tak heran tak semua orang dapat menguasai bacaan para Imam tujuh itu. Namun setidaknya, kita bisa mengetahui alasannya kenapa tak boleh sembarangan membaca Al-Qur’an dengan qira’at sab’ah tanpa benar-benar menggeluti kaidah-kaidah dari para Imam tujuh itu.
Editor: Yahya FR