Pertumbuhan teknologi data serta komunikasi sudah mengganti bermacam zona kehidupan, salah satunya dalam dunia perdagangan. Di kala ini, e-commerce ataupun perdagangan elektronik jadi salah satu alternatif utama untuk warga dalam penuhi kebutuhan benda serta jasa. Keberadaan platform e-commerce membagikan kemudahan dalam bertransaksi, baik untuk konsumen ataupun pelakon usaha.
Salah satu fitur yang terus menjadi terkenal dalam platform e-commerce merupakan sistem cashback, ialah pengembalian sebagian duit dari total pembelian yang dicoba oleh konsumen. Cashback tidak cuma membagikan keuntungan langsung untuk konsumen, namun pula berperan selaku perlengkapan promosi yang menarik untuk pelakon usaha buat tingkatkan penjualan serta loyalitas pelanggan.
Walaupun cashback kerap kali dikira selaku keuntungan untuk konsumen, keberadaannya memunculkan beberapa persoalan dalam perspektif hukum Islam. Dalam transaksi ekonomi Islam, terdapat prinsip- prinsip yang wajib dipadati, semacam keadilan, kejelasan, larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), serta transaksi yang haram. Oleh sebab itu, butuh dicoba kajian buat memperhitungkan apakah aplikasi cashback yang diterapkan di platform e-commerce sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Dalam konteks ini, ada kekhawatiran kalau cashback dapat memiliki faktor yang tidak cocok dengan hukum Islam, semacam ketidakjelasan ataupun ketidakadilan dalam pemberian insentif, dan kemampuan manipulasi yang merugikan salah satu pihak.
Pengertian E-Commerce Secara Umum dan Islam
Secara umum, pengertian e-commerce adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet, yang menggunakan website sebagai wadah untuk melakukan proses tersebut. E-Commerce dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang mempunyai karakteristik berbeda-beda. Penggolongan e-commerse dibedakan sebagaimana berikut: Business to Consumer (B2C), Business to Business (B2B), Consumer to Consumer (C2C), Peer to Peer (P2P), dan Mobile Commerce (M-Commerce).
Suatu konsep jual beli dalam fiqih muamalah yang sangat sepadan dengan konsep e-commerce adalah jual beli “al-Salam”, kalau barangnya berbentuk pesanan yaitu yang non digital dan jual beli umum (buyu’) untuk jenis-jenis barang yang digital. Secara prinsip bentuk transaksi jual beli antara al-salam dengan e-commerse adalah sama, yaitu sama-sama berbentuk pesanan yang penyerahan barangnya ditangguhkan, sedangkan pembayarannya sama-sama tunai.
Kendati pada al-salam pembayarannya secara konvensional, yaitu langsung berbentuk uang tunai, sesuai dengan kondisi peradaban yang ada pada waktu itu. Sedangkan ‘tunai’ dalam sistem pembayaran pada e-commerce dengan memakai media email, credit card, atau uang secara online.
Secara garis besar, antara e-commerce dengan bai’ al-salam mempunyai persamaan dan perbedaan yang sangat mendasar. Berdasarkan uraian di atas, paling tidak ada beberapa hal yang penulis dapat rumuskan terkait dengan hal tersebut. Baik bai’ al-salam maupun e-commerce sama-sama merupakan aktivitas jual beli. Maka seperti halnya transaksi jual beli, disyaratkan paling tidak ada empat hal yang harus terpenuhi, yaitu: pembeli, penjual, alat tukar, dan barang diperjual belikan.
Sistem Cashback di E-Commerce
Cashback secara bahasa mempunyai arti “uang kembali atau kembalian”. Sedangkan menurut istilah dalam e-commerce, cashback adalah sebuah insentif yang diberikan kepada pembeli dalam bentuk uang digital atau poin digital yang diberikan oleh penjual setelah transaksi selesai. Insentif ini dapat digunakan kembali oleh pembeli untuk pembelian barang lainnya.
Cashback pada e-commerce adalah strategi pemasaran agar pelanggan mendapatkan Sebagian dari uang yang dibayarkan atas pembelian kembali dalam bentuk kredit atau uang tunai. Mekanisme ini bertujuan untuk meningkatkan penjualan, mempertahankan pelanggan, dan merangsang loyalitas konsumen.
Adapun rincian mekanisme cashback pada e-commerse adalah: registrasi dan pendaftaran, promosi dan penawaran, pembelian produk atau layanan, verifikasi transaksi, penghitungan cashback, pemberian cashback, dan penggunaan cashback. Mekanisme cashback ini membantu meningkatkan daya tarik pembelian dan mendorong konsumen untuk kembali berbelanja di platform e-commerce tertentu. Hal ini juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dan memperkuat ikatan pelanggan terhadap suatu merek atau platform belanja online.
Hukum Islam Terhadap Cashback di E-Commerce
Cashback bagi hukum Islam ialah sesuatu mekanisme yang bisa diterima sepanjang memenuhi prinsip-prinsip syariah yang tercantum dalam ajaran Islam. Prinsip awal yang wajib dicermati merupakan larangan riba (bunga). Dalam hukum Islam, riba merupakan bonus ataupun keuntungan yang diperoleh dalam transaksi tanpa terdapatnya nilai yang sebanding, sehingga merugikan salah satu pihak.
Prinsip kedua yang wajib dipertimbangkan dalam aplikasi cashback merupakan larangan gharar (ketidakpastian). Dalam perihal ini, cashback yang ditawarkan oleh penyedia benda ataupun jasa wajib jelas serta tentu dalam mekanismenya. Bila ketentuan serta syarat cashback tidak jelas ataupun sangat rumit, ini bisa menimbulkan ketidakpastian yang merugikan konsumen serta melanggar prinsip syariah.
Prinsip ketiga yang sangat berarti dalam hukum Islam merupakan kejujuran serta keadilan dalam tiap transaksi. Dalam perihal ini, cashback wajib diberikan dengan metode yang adil serta tidak merugikan salah satu pihak. Penjual tidak boleh menggunakan ketidaktahuan konsumen ataupun membagikan janji cashback yang susah dipadati. Islam mengarahkan kalau transaksi wajib dicoba dengan transparansi penuh, serta kedua pihak yang terlibat—baik penjual ataupun pembeli—harus memperoleh khasiat yang balance.
Pemikiran ulama mengenai cashback cenderung setuju kalau sepanjang cashback dilaksanakan dengan prinsip yang jelas serta tidak mengaitkan transaksi yang memiliki faktor riba, gharar, ataupun ketidakadilan, hingga aplikasi ini diperbolehkan dalam Islam. Pemikiran ulama-ulama tersebut tentunya didasari oleh sebuah pedoman yang kuat, salah satunya adalah sunnah (hadis). Sebagaimana hadis berikut ini:
مُسَمًّى أَشْهَدُ أَنَّ السَّلَفَ الْمَضْمُونَ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَحَلَّهُ وَأَذِنَ فِيهِ وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ
“Aku bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan oleh Allah ‘azza wa jalla. Allah telah mengizinkannya”. Setelah itu Ibnu ‘Abbas menyebutkan firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
Kesimpulan
Cashback bagi hukum Islam ialah sesuatu mekanisme yang bisa diterima sepanjang penuhi prinsip- prinsip syariah yang tercantum dalam ajaran Islam. Prinsip awal yang wajib dicermati merupakan larangan riba (bunga). Prinsip kedua yang wajib dipertimbangkan dalam aplikasi cashback merupakan larangan gharar (ketidakpastian). Prinsip ketiga yang sangat berarti dalam hukum Islam merupakan kejujuran serta keadilan dalam tiap transaksi.
Editor: Soleh