Fatwa

Hukum Wanita Haid Membaca Al-Qur’an

2 Mins read

Salah satu permasalahan fiqih yang sering memicu perdebatan di kalangan para ulama dan umat Islam pada umumnya adalah tentang hukum bagi wanita haid dalam membaca Al-Qur’an. Apalagi mendekati bulan suci Ramadhan, di mana semua orang ingin sekali memaksimalkan setiap amalan-amalannya di bulan itu. Seperti ibadah puasa, tarawih dan memperbanyak bacaaan Al-Qur’an serta amalan-amalan lainnya.

Mengenai hal di atas, bagaimanakah pandangan dan pendapat Muhammadiyah? mari kita coba ulas pelan-pelan.

Wanita Haid Membaca Al-Qur’an

Pada ayat لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ dalam surah Al-Waqi’ah: 79 seringkali dijadikan dalil bahwa orang atau hamba yang boleh memegang dan membaca Al-Qur’an hanyalah mereka yang dalam keadaan suci.

Adapun Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam buku Tanya Jawab Agama Vol II, Hal. 34 dan 35 menyebutkan, surah Al-Waqi’ah ayat 79 di atas tidak berbicara tentang hukum, melainkan berbicara tentang etika dan kepantasan seseorang dalam membaca Al-Qur’an.

Hal demikian karena belum ditemukannya hadits yang shahih yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Bahkan ada sebuah hadits yang memperbolehkan memegang dan membaca. Bunyinya berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ. رواه مسلم وأبو داود والترمذى

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata: Adalah Nabi saw menyebut nama Allah dalam segala hal.” [HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Turmudzi).

Pada hadits di atas, dapat kita pahami bahwa orang boleh saja dan kapan dan dimana saja menyebut nama Allah. Termasuk saat sedang dalam keadaan hadas besar. Sejatinya, membaca Al-Qur’an adalah menyebut nama Allah.

Namun, disamping lain kita akan menemukan beberapa juga hadits yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw kurang suka atau senang menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.

Baca Juga  Hukum Bitcoin: Halal Sepanjang Tidak Ada Gharar

***

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah melalui laman Fatwatarjih.or.id menjelaskan bahwa ayat laa yamassuhu illal-muthahharuun jika dilihat dari riwayatnya diturunkan di Makkah sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Madinah. Adapun Al-Qur’an baru ada di zaman khalifah Utsman bin Affan. Jadi, ada senggang waktu antara waktu ayat itu diturunkan dengan adanya mushaf Al-Qur’an, yang kurang lebih 30 tahun setelah ayat itu diturunkan.

Pada masa Khalifah Utsman baru ada lima mushaf dan itupun belum beredar ke tengah masyarakat. Mushaf al-Quran baru dicetak dan mulai beredar ke tengah masyarakat lebih kurang 900 tahun kemudian. Karena itu, ayat di atas tidak ada kaitannya dengan mushaf al-Quran.

Adapun maksud dari penggalan ayat al-muthahharuun, mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan orang yang tidak suci tidak akan dapat menyentuh kandungan dan isi al-Quran. Orang-orang suci yang dimaksud mungkin malaikat, manusia, dan mungkin pula kedua-duanya.

Maka dari itu, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah berpendapat bahwa yang paling baik dan bagus bagi orang yang ingin membaca Al-Qur’an adalah dalam keadaan suci dari hadas dan najis. Bila perlu berwudhu lah sebelum membaca Al-Qur’an. Hal demikian karena kitab (Al-Qur’an) adalah wahyu Allah, bukan sembarang kitab.

Adapun mengenai hukum bagi wanita haid membaca Al-Qur’an, Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tanya Jawab Agama menyebut hukumnya makruh.

Sumber: Fatwa Tarjih

Editor: Soleh

Avatar
1420 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds