Sebelumnya, saya ucapkan tahniah terlebih dahulu kepada IBTimes.Id yang pada hari Jum’at, 10 April 2020, telah berulang tahun untuk yang pertama. Sebuah batang usia yang masih sangat belia, tapi telah melesat jauh menembus cakrawala para pemikir papan atas persyarikatan dan melampaui banyak kanal Islam lainnya yang lebih tua di level nasional.
Pahit Manis
Buya Syafii Maarif memberikan pujian kepada IBTimes.Id sebagai sebuah kanal yang diasuh oleh intelektual muda Muhammadiyah dengan pikiran yang waras, imbang, dan cerdas. Pak Din Syamsuddin menyebutnya sebagai “bayi berkemajuan,” walau masih merangkak tapi sudah mau bangkit berlari. Sederet nama besar lainnya yang tidak mungkin disebut di sini juga menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada IBTimes.Id. Bahkan, kawan-kawan muda NU semisal Savic Ali (Direktur NU Online & Islami.co) dan Hamzah Sahal (Founder Alif.id) juga menyampaikan apresiasinya.
Di belakang layar kanal ini, ada kalangan intelektual muda Muhammadiyah yang progresif dan terus bergerak secara kreatif dan dinamis dalam merespon isu-isu agama, sosial, bahkan sains dengan wawasan teknologi, informasi, dan komunikasi yang melampaui zamannya. Adalah Azaki Khoirudin, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) periode 2014-2016, yang sejak awal menahkodai kanal ini. Semangatnya tak pernah padam, jika tidak malah semakin menggelora. Azaki dan Timnya yang mewakili kalangan milenial ini hadir dengan IBTimes.Id-nya di saat yang tepat. Kehadirannya sangat dibutuhkan sebagai asupan wawasan yang mencerahkan di tengah ekspansi media sosial dengan beragam kontestasi ideologi di dalamnya.
Namun, perjuangan kaum muda ini tidak selalu berjalan mulus. Selain harus menjaga konsistensi, mereka juga harus berlapang dada dengan berbagai tuduhan aneh-aneh dari mereka yang menolak ide dan gagasan yang segar. Mulai dari julukan liberal, kekiri-kirian, pendukung Syiah, gaya PKI, merusak agama, dan lusinan gelar lainnya disematkan oleh sebagian netizen ke IBTimes.Id. Pengelola IBTimes.Id adalah kalangan milenial yang sadar dan waras. Maka mereka pun merespon tuduhan-tuduhan itu dengan kesadaran dan kewarasan belaka, tidak lebih dan tidak baper.
Pengelola IBTimes.Id tentu tidak berkeberatan dengan saran dan masukan untuk pengembangan kanal. Bahkan, pencapaiannya kini juga berkat saran dan masukan dari berbagai pihak. Ketidaksetujuan terhadap sebuah atau sebagian artikel di kanal ini semestinya direspon dengan artikel serupa. Sehingga ada perbandingan argumen yang jelas sekaligus untuk menghidupkan semangat literasi sebagai wujud dari learning society, bukan hanya bisa merespon ketidaksetujuan dengan tuduhan tertentu saja.
Kalangan Milenial Progresif
Munculnya kalangan milenial progresif di Muhammadiyah ini penting dibaca dalam kerangka gejala sosial sebagai respon atas kegelisahan terhadap ketertinggalan dakwah virtual Muhammadiyah di media sosial, terutama sebelum kemunculan IBTimes.Id, tanpa menafikan keberadaan web-web yang telah ada sebelumnya. Tanpa mengakui ketertinggalan ini, jangan berharap orang akan belajar dan beranjak dari ketertinggalan itu sendiri. Dukungan orang tua di lingkup persyarikatan tentu menjadi energi bagi menyalanya kreativitas kalangan milenial, khususnya di bidang dakwah virtual.
Jika sejak dulu pemuda sering disandingkan dengan gerakan dan semangat perubahan, maka era teknologi informasi 4.0 juga menuntut pemuda menjadi garda terdepan dalam perubahan untuk mengejar ketertinggalan. Generasi yang lebih awal dari si milenial mesti sadar bahwa era yang berbeda menuntut gerakan yang berbeda, menyesuaikan kebutuhan zaman. Tanpa kekuatan literasi, penguasaan teknologi informasi, dan kreativitas desain grafis-visual, jihad virtual hanya akan memunculkan netizen dengan mentalitas kalah dan ikut-ikutan.
Tulisan Nabhan Mudrik Alyaum di bawah judul “Kegaduhan Generasi X dalam Wabah Corona” di kanal IBTimes.Id pada tanggal 5 April 2020 menjadi autokritik bersama bahwa ketidaksiapan kita menghadapi era 4.0 harus dibaca dengan jujur agar generasi selajutnya bisa bernasib lebih baik dari pendahulunya. Di lain sisi, kalangan milenial progresif semakin sadar bahwa mereka akan hidup di zamannya sendiri yang serba berbeda dengan zaman pendahulunya, tanpa menihilkan peran para orang tua dan guru.
Kalangan milenial progresif ingin tampil ke muka sebagai agen perubahan dengan wawasan dan pergaulan yang luas dan meretas batas-batas primordial. Tanpa membaca, menulis, dan diskusi, tidak akan banyak menolong. Selain kepada kalangan milenial, kepada siapa lagi kita menaruh harapan agar ketertinggalan di bidang dakwah virtual bisa dikejar?
Melipatgandakan IBTimes.Id
Keberadaan IBTimes.Id yang kemudian disusul dengan munculnya beberapa kanal lain di lingkungan Muhammadiyah semisal milenialis.id, kalimahsawa.id, masa-kini.id, santricendekia.com, dan yang lainnya yang berhaluan progresif, perlu dilipatgandakan jumlahnya. Hal ini menuntut jumlah penulis yang lebih banyak lagi. Semakin banyak penulis, artinya semakin banyak pembaca yang kreatif.
Kita belum tahu lagi bagaimana dunia (digital) pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Tanpa pembacaan secara jeli dan kritis tentang peta ke depan, orang hanya akan bersikap reaksioner karena ketidakpercayaan diri disebabkan oleh ketidakmampuan. Mempersiapkan segala sesuatunya sejak dini perlu dilakukan meskipun sebagian orang belum bisa beranjak dari pola pikir lama.
Kegelisahan yang mendalam Tom Nichols dalam the Death of Expertise atas gejala matinya kepakaran yang di antaranya karena faktor internet didukung dengan pembacaan Klaus Schwab dalam the Fourth Industrial Revolution tentang peluang-peluang perubahan yang akan terjadi ke depan di dunia teknologi informasi, setidaknya menyadarkan kita tentang perlunya penguatan karakter, literasi, dan teknologi informasi kepada generasi pelanjut.
IBTimes.Id telah membawa angin segar di lingkungan Muhammadiyah. Namun, jumlahnya belum cukup sebagai arus besar. Perlu kiranya lahir kanal-kanal lainnya dengan ciri khas masing-masing. Ini ada eranya. Ke depan lebih berat lagi. Kini kita dihadapkan pada pilihan: tertinggal dan semakin ditinggal (berkemunduran) atau melangkah maju (berkemajuan)?
Akhirnya, sekali lagi, selamat milad IBTimes.Id yang ke-1. Saya ikut senang diberi kesempatan belajar menulis di kanal ini dengan para penulis papan atas lainnya. Semoga berjaya dan semakin berkibar dalam mengawal moderasi Islam dan Islam yang berkemajuan. Tetap semangat dan progresif. Tabik!
Editor: Arif