Saya menulis tema Ibu Hamil dan Covid-19 ini bukan untuk menakuti bagi para ibu hamil di masa pandemi Covid-19. Namun justru saya tergerak ingin menggugah banyak pihak bahwa ibu hamil memiliki tingkat kerentanan terhadap virus ini yang tidak bisa diremehkan. Terutama atas beberapa kejadian terakhir dimana beberapa ibu hamil meninggal dunia di Indonesia di saat masih berstatus sebagai PDP.
Ibu Hamil Meninggal Karena Covid-19
Pada Jumat (3/4/2020), seorang pasien dalam pengawasan (PDP) dalam kondisi hamil meninggal dunia. Pasien dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas. Pasien tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar kota. Namun, dari hasil tracking, pasien sempat menerima tamu dari Gombong, Kebumen seminggu sebelum dirawat di rumah sakit dan masuk dalam daftar PDP Covid-19.
Di tempat yang berbeda, EAA (35) ibu hamil yang masuk dalam pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona (Covid-19) telah berpulang. Namun ingatan publik saat perempuan itu berjuang di tengah kesulitan dan pelayanan yang kurang mendukung masih jadi persoalan bersama.
Perempuan yang sedang hamil enam bulan tersebut sempat melakukan siaran langsung melalui akun Facebook miliknya pada Jumat (3/4/2020) sekitar pukul 18.30 WIB di ruang isolasi RSUD Padangsidempuan. Ia mengeluhkan pelayan rumah sakit. Keesokan harinya, perempuan tersebut meninggal dunia dalam perjalanan saat akan dirujuk di Kota Medan.
Kasus yang berbeda, seorang Ibu A (30) meninggal ketika sedang periksa di RS Leona Kupang, NTT. Untuk memastikan penyebab kematiannya, sampel darah dan swab tenggorokan ibu hamil 9 bulan tersebut dikirim ke Laboratorium Kementerian Kesehatan di Jakarta. A masuk status orang dalam pemantauan. Pasien meninggal setelah mengalami gejala demam tinggi, batuk, dan kejang-kejang.
Deretan kasus ibu hamil yang meninggal di atas terjadi hampir bersamaan di awal April 2020 kemarin. Entah berapa banyak ibu hamil yang saat ini berstatus positif, PDP, hingga ODP. Sungguh kejadian ini harus menjadi perhatian bersama, mengingat nyawa ibu hamil ini sama halnya dengan menghitung dua nyawa sekaligus.
Sekali lagi kondisi ibu hamil dengan status Covid-19 ini sangat rentan. Perlu juga mendapatkan perlakuan dan penanganan yang lebih baik.
Kerentanan Tinggi
Penyakit novel corona virus 2019 (Covid-19) pertama kali terdeteksi pada Desember 2019 dan menjadi epidemi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Covid-19 telah menyebar dengan cepat di Cina dan di seluruh dunia. Virus yang menyebabkan Covid-19, SARS-CoV-2 diketahui secara genetik mirip dengan corona virus sindrom pernafasan akut yang parah (SARS-CoV) tetapi berbeda dari itu.
Manifestasi klinis Covid-19 dapat ditandai dengan infeksi saluran pernapasan atas ringan, infeksi saluran pernapasan bawah yang melibatkan pneumonia yang tidak mengancam jiwa, dan pneumonia yang mengancam jiwa dengan sindrom gangguan pernapasan akut. Ini mempengaruhi semua kelompok umur, termasuk bayi baru lahir, sampai para penatua.
Khususnya, perempuan hamil mungkin lebih rentan terhadap Covid-19 karena perempuan hamil, secara umum, rentan terhadap infeksi pernapasan. Pada perempuan hamil dengan Covid-19, tidak ada bukti untuk penularan virus secara vertikal, tetapi peningkatan prevalensi kelahiran prematur telah diketahui. Covid-19 dapat mengubah respons imun pada antarmuka ibu-janin, dan memengaruhi kesejahteraan ibu dan bayi (Hong Liu, dkk., 2020). D
alam ulasan ini terfokus pada mengapa perempuan hamil lebih rentan terhadap Covid-19 dan potensi komplikasi ibu dan janin dari sudut pandang imunologis dan sosial.
Saran untuk Ibu Hamil
Kerentanan yang lain sangat mungkin juga muncul ketika ibu hamil dihadapkan pada perilaku orang-orang di sekitar yang tidak protektif. Sehingga sangat dimungkinkan ibu hamil pun bisa dengan mudah terpapar Covid-19.
Ibu hamil hendaknya juga mencoba untuk melakukan pembatasan aktivitas di tengah pandemi ini, bagaimanapun juga kesehatan diri dan janin harus lebih diutamakan. Begitu halnya pimpinan tempat kerja yang memiliki bawahan yang sedang hamil, maka perlu mendapat perhatian khusus.
Menurut laporan Manchester Evening News dilansir oleh The Sun (20 Maret 2020), janin mungkin tidak terpapar virus corona Covid-19 selama kehamilan, setelah serangkaian tes medis dari sampel ibu yang terinfeksi virus corona Covid-19.
Gejala yang lebih parah dari Covid-19 bisa dialami oleh perempuan hamil. Sehingga mereka perlu diidentifikasi dan segera ditangani medis. Saya akan menukil beberapa penelitian singkat yang dilakukan tentang kerentanan Covid-19 pada ibu hamil yang dilakukan oleh beberapa Negara, yaitu China, Amerika Serikat dan Inggris.
Saat ini data dari Inggris per 20 Maret 2020 (laporan dari The Sun), ada satu kasus perempuan positif corona Covid-19 yang membutuhkan ventilator mekanik pada usia kehamilan 30 minggu. Setelah itu ia menjalani operasi caesar darurat dan melalui pemulihan yang baik. Laporan tersebut juga tidak menunjukkan bahwa Covid-19 bisa meningkatkan risiko keguguran di usia dini kehamilan pada perempuan hamil.
Meski begitu, ibu hamil disarankan menguhubungi tim darurat medis jika khawatir terpapar atau memiliki gejala yang mengarah ke infeksi Covid-19. Hal sama juga berlaku bagi mereka yang baru saja kembali dari daerah terinfeksi virus corona. Ibu hamil disarankan melakukan isolasi diri atau harus tinggal di dalam rumah untuk menghindari kontak dengan orang lain selama 14 hari.
Ibu hamil pun disarankan menghubungi petugas medis untuk pemeriksaan kehamilan rutin. Supaya tidak perlu keluar rumah yang bisa mengancam kesehatannya di tengah virus corona Covid-19.
Ibu Hamil dan Covid-19
Di Amerika Serikat, pengalaman dalam penelitian singkat di sebuah rumah sakit pada 25 Maret 2020 terdapat tujuh kasus awal Covid-19 yang dikonfirmasi pada kehamilan yang datang ke rumah sakit perawatan tersier New York City. Lima dari tujuh pasien mengalami gejala Covid-19, termasuk batuk, mialgia, demam, nyeri dada, dan sakit kepala.
Empat pasien dirawat di rumah sakit, termasuk dua yang membutuhkan perawatan suportif dengan hidrasi intravena. Paling menonjol, dua pasien lainnya yang dirawat tidak menunjukkan gejala saat masuk ke rumah sakit, sebagai gantinya untuk induksi persalinan yang diindikasikan obstetrik; kedua pasien ini menjadi simtomatik post-partum, masing-masing memerlukan perawatan unit perawatan intensif (Breslin N, dkk., 2020).
Sementara penelitian tentang ibu hamil di China, terutama di Hubei, dipaparkan sebagai berikut. 10 dari 18 perempuan hamil yang dirawat sebelum usia kehamilan 37 minggu dilahirkan sebelum waktunya, yang mungkin menunjukkan peningkatan risiko persalinan preterm pada perempuan hamil dengan NCP.
Namun, perempuan-perempuan ini juga memanifestasikan komplikasi obstetrik lainnya seperti preeklampsia, ketuban pecah dini, kontraksi tidak teratur, dan riwayat lahir mati, yang mengindikasikan intervensi awal kehamilan. Apakah komplikasi ini secara kausal terkait dengan Covid-19 dan, pada gilirannya, menyebabkan persalinan prematur perlu penyelidikan lebih lanjut.
Insiden kecil untuk usia kehamilan adalah 22-25%. Pada Covid-19 menunjukkan bahwa 8% perempuan hamil dengan Covid-19 adalah kasus yang parah. Di antara 147 perempuan hamil (64 didiagnosis, 82 diduga, dan 1 tanpa gejala) diselidiki di Cina dari 16 Februari hingga 24 Februari 2020 (Komisi Kesehatan Nasional, 2020), 1% adalah kasus Covid-19 yang parah.
Meskipun masih belum diketahui tentang morbiditas dan mortalitas pra-valensi perempuan hamil dengan Covid-19, studi saat ini menunjukkan bahwa perempuan hamil mungkin sangat rentan terhadap infeksi Covid-19 (Hong Liu, dkk., 2020).
***
Data singkat diatas memang masih diperlukan kajian dan penelitian lebih lanjut mengingat data yang dicantumkan masih dalam ruang lingkup yang kecil. Karenanya belum bisa dijadikan sebagai kasus yang digeneralisasi dalam Negara tersebut.
Hanya saja kejadian dan penanganan serta kondisi yang dialami oleh ibu hamil perlu diperhatikan dengan saksama agar lebih mudah tertangani.Sehingga tidak menjadi kasus yang parah.
Editor: Nabhan