Pandemi Covid-19 menjadi krisis yang dialami oleh negara di seluruh dunia. Pandemi kemudian berdampak pada kehidupan masyarakat baik dari segi pendidikan, ekonomi, hingga kesehatan mental. Di tengah pandemi Covid-19 masyarakat mudah mengakses informasi terkait wabah melalui media sosial dan media online yang dapat diakses dengan cepat dan fleksibel. Infodemik dan banjir informasi di masa pandemi pun menjadi persoalan selanjutnya.
Media digital di tengah pandemi Covid-19 membuat semakin banyaknya frekuensi informasi. Sehingga masyarakat tidak dapat memilah informasi yang benar dan informasi yang salah, hal tersebut dapat dikatakan sebagai banjir informasi.
Banjir Informasi dan Infodemik
Akibatnya, ditengah banjir informasi pada masa pandemi Covid-19 ini masyarakat tidak dapat memilih serta memilah informasi yang valid dan mana yang hoax. Sehingga dampak ini menjadikan masyarakat semakin cemas, resah, dan khawatir selama masa pandemi Covid-19.
Tidak hanya itu, fenomena panic buying juga salah satu dampak ditengah banjir informasi selama wabah pandemi Covid-19. Salah satu faktor mudahnya masyarakat menerima informasi yang didapat tanpa mendeteksi informasi tersebut benar atau salah. Karena pada sumber yang memberikan informasi tersebut lebih banyak berbicara yang bukan ahlinya. Sedangkan rata-rata masyarakat di Indonesia masih sedikit yang melek literasi seputar informasi kesehatan.
Berlebihnya informasi dapat dikatakan juga sebagai ‘infodemik‘. Infodemik menurut WHO adalah kelebihan jumlah informasi yang beredar dimana beberapa diantaranya akurat dan beberapa ada yang tidak, yang menyulitkan orang untuk menemukan sumber yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan sebagai pedoman atau bimbingan, terlebih dalam kondisi ketika mereka membutuhkannya.
Infodemik membuat orang sulit menemukan sumber yang dapat diandalkan untuk mendapatkan informasi yang jelas dari media sosial. Karena saat ini orang-orang dapat menjumpai banyak materi terkait coronavirus di media sosial. Terlebih dengan berbagai narasi yang saat ini tengah beredar banyak yang bersifat menghasut namun juga bohong sehingga menambah kepanikan masyarakat yang sudah kesusahan karena wabah ini.
Matinya Kepakaran
Dampak adanya media digital disaat wabah pandemi Covid-19 ini juga berimplikasi pada ahli pakar sesuai bidang masing-masing yang membahas tentang wabah Covid-19 di tengah konvergensi media.
Hal ini sesuai dengan apa yang pernah dikatakan oleh Tom Nichols (2017) dalam buku The Death of Expertise : The Campaign against Established Knowledge and Why It Matters. Bahwasanya hadirnya internet telah mempercepat runtuhnya komunikasi antara para ahli pakar dan orang awam. Karena internet menawarkan jalan pintas dalam memperoleh suatu pengetahuan atau informasi.
Hal ini memungkinkan orang lain untuk meniru dengan terlibat dalam ilusi keahlian yang disediakan dari adanya fakta yang tak terbatas. Fakta yang dibuat ini oleh para ahli ini tidak sama dengan pengetahuan atau informasi apa yang ada di internet. Membuat hal yang biasa disebut dengan sebuah fakta ​​terkadang hal tersebut bukan fakta yang sesungguhnya.
Akibatnya, masyarakat lebih percaya terhadap informasi seolah-olah fakta tanpa mengetahui dan menafikkan apa yang dikatakan oleh ahli pakar. Mudahnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat juga menyebabkan para ahli yang telah berusaha untuk meneliti hingga menyampaikan hasil penelitian terkalahkan dengan orang lain dengan mudah memberikan fakta yang bukan dari ahli bidangnya.
Dampak ini tidak hanya terjadi pada epidemologi, atau ahli kesehatan yang mencoba untuk memberikan literasi kesehatan terkait penanganan wabah Covid-19. Matinya kepakaran bahkan juga dirasakan oleh para jurnalis yang memiliki fungsi dan tugas menyampaikan informasi yang bersifat valid, kredibel, dan terpercaya.
Namun ternyata hal tersebut tidak cukup di tengah era internet dengan merambaknya banjir informasi selama pandemi Covid-19. Jurnalis professional kalah cepat dalam mendapatkan informasi dengan masyarakat yang bukan profesi sebagai jurnalis.
Akibatnya, apa yang disampaikan oleh masyarakat tersebut tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik dan hanya mengandalkan kecepatan informasi yang didapatkan. Pengaruh hal seperti ini yang menjadikan sebab meluapnya banjir informasi terlebih di era post-truth. Saat ini, semakin susah masyarakat untuk melihat mana informasi yang benar sesuai dengan pakar dan mana informasi hoax.
Matinya kepakaran menyebabkan informasi yang disajikan di media sosial secara berlebihan ini bukan hanya melanda kaum awam. Namun faktanya adalah bahwa semua orang tenggelam dalam data. Termasuk profesional atau ahli yang mencoba mencari banyak perhatian melalui pemberitaan media dan mencoba memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Banjir Informasi di Masa Pandemi Covid-19
Matinya kepakaran pada masa pandemi Covid-19 yang dialami oleh beberapa para ahli pakar bukan satu-satunya dampak negatif dari merebaknya banjir informasi di masa pandemi ini.
Terdapat faktor lain yang menyebabkan munculnya informasi berlebih dan banyaknya informasi palsu. Sehingga akibatnya menimbulkan masyarakat resah, gelisah, khawatir bahkan stress dalam menghadapi pandemi Covid-19. Faktor tersebut adalah ketidakselarasan informasi yang diberikan kepada publik oleh pemerintah dan adanya perbedaan pendapat antara para ahli dengan pemerintah.
Hal ini juga yang dapat mempengaruhi adanya kekhawatiran masyarakat di tengah infodemik, sehingga masyarakat bingung untuk menyikapi apa yang seharusnya perlu dilakukan selama Covid-19.
Istilah panic buying juga efek dari adanya infodemik selama wabah Covid-19. Seperti  halnya berita palsu yang beredar bahwa adanya jamu anti-corona, atau narasi tentang empon-empon yang dapat menangkal corona. Hal ini menyebabkan adanya kelangkaan seperti temulawak dan rempah-rempah akibat perilaku panic buying masyarakat Indonesia.
Pada kenyataannya sebuah ketakutan dijadikan komoditas secara tidak langsung ketika masyarakat khawatir bahkan gelisah terkait informasi yang beredar. Pengaruh hal semacam ini sangat penting untuk menyadarkan masyarakat dan pentingnya sebuah literasi digital.
Literasi Digital adalah Solusi
Merebaknya infodemik atau sebuah banjir informasi ini menjadikan masyarakat tidak bisa membedakan informasi yang valid dan informasi yang palsu. Sehingga terkadang masyarakat sulit untuk memahami mana yang harus dipercaya dan mana yang tidak harus dipercaya.
Untuk mengurangi rasa kecemasan, khawatir, serta kegelisahan masyarakat akibat menerima informasi yang berasal dari media internet bahkan media sosial, sangat penting upaya literasi digital di tengah wabah pandemi Covid-19.
Perlu adanya kolaborasi serta sinergi antara pemerintah dengan para ahli dalam menangani wabah Covid-19 untuk satu suara dalam menyampaikan informasi. Tentu juga satu tujuan untuk memberikan literasi kesehatan melalui portal berita resmi yang disediakan oleh pemerintah serta cek validitas informasi melalui hoaks buster.
Tidak hanya peran pemerintah dan para ahli kesehatan lainnya untuk memberikan informasi yang tepat. Melainkan perlu peranan media, komunitas, influencer bahkan masyarakat sendiri untuk saling bersinergi dalam mengupayakan literasi digital. Mulai dari kampanye cek validitas informasi ditambah memberikan informasi yang benar serta memberitahu informasi yang salah.
Editor: Nabhan