Falsafah

Integrasi Sains ke dalam Paradigma Islam

3 Mins read

Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW merupakan mukjizat paling besar pengaruhnya, isinya selalu relevan dengan kehidupan, serta ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya merupakan anugerah bagi manusia. Salah satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an.

“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)” (Q.S. Al Anbiya,21:80)

Ilmu juga berkaitan dengan perkembangan teknologi. Sampai sekarang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang pesat. Kemajuan IPTEK itu sendiri didominasi kuat oleh peradaban orang Barat. Sedangkan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebagian besar merupakan negara berkembang. Hubungan agama dan IPTEK utamanya harus dilihat dari Paradigma Islam.

Relevansi Ilmu dan Iman

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tin:4)

Paradigma Islam memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (Qs. sl-Alaq: 1). Ayat memerintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismirabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.

Sebenarnya, bila diamati, antara ajaran Islam dengan pendidikan sains tidak ada pertentangan, bahkan Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita kepada Allah, mendorong perilaku yang sesuai dengan ketentuan syariat, dan mengingatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam al-Qur’an. Jadi, secara jelas konsep sains Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman sains, dan mendatangkan kenikmatan kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya diidam-idamkan oleh semua orang yang beriman.

Baca Juga  Masalah Epistemologi Ilmu dalam Islam

Jika sains dikaitkan dengan fenomena alam, maka dalam al-Qur’an lebih dari 750 ayat menjelaskan tentang fenomena alam. Manusia memiliki peran yang sangat penting di muka bumi ini yaitu sebagai khalifah fil ‘ard atau wakil Allah di bumi sebagai mana yang telah dijelaskan Allah di dalam QS Al-Baqarah:30. Rasulullah mewajibkan kita sebagai umatnya untuk terus semangat dalam menuntut ilmu. “Dari Anas bin Malik ra (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang” [HR. At-Turmudzi:1752].

Dalam diskusi online yang diselenggarakan PK IMM Prof BJ Habibie bersama PCIM United Kingdom, Sekretaris Umum PCI UK menyampaikan bahwa  seni mengembangkan ilmu telah dijelaskan dalam pedoman hidup islami warga muhammadiyah: [1] Setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan memiliki keunggulan dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. [2] Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu: kritis, terbuka menerima kebenaran dari manapun datangnya, serta senantiasa menggunakan daya nalar.

llmu pengetahuan alam dan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Masalah Terbesar Ilmu dan Iman, adalah Manusia

Sebenarnya, yang jadi masalah dalam memahami ilmu adalah manusianya sendiri. Dalam definisi tersebut, kita manusia butuh sistemasi. Bagaimana sesuatu dapat dijelaskan, dan kemudian sistemasi itu mungkin akan berubah ketika ditemukan evidence baru. Jika Al-Qur’an adalah pedoman hidup atau acuan,. Maka fenomena saat ini terkait perkembangan ilmu pengetahuan telah menjelaskan apa yang Al- Qur’an coba sampaikan.

Baca Juga  Wahdat al-Adyan: Gagasan Sufi atau Pemikiran Barat?

Ilmu dan kekayaan interpretasi dari Al-Qur’an bersifat luas yang ditandai dengan instrumennya yang bisa subjektif atau mengarah langsung ke manusia. Maka kita perlu menempatkan Al-Qur’an sebagai sandaran, kebenarannya pasti, dan tentunya pengetahuan saat ini juga punya tools untuk bagaimana membedah Al-Qur’an. Kemudian, perlu diadakan pengkajian, diteliti, dan dikritisi agar terpisah ilmu pengetahuan yang bersifat sekuler.

Pemikir di kalangan umat Islam seperti Ismail al-faruqy atau Syech Muhammad Naquib al-Attas melahirkan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa ilmu pengetahuan produk modern tidak berhasil membawa manusia pada cita-cita ilmu itu sendiri. Walaupun dalam catatan langkah-langkah Islamisasi ilmu pengetahuan al-Faruqi mengandung cacat fundamental, karena mementingkan adanya relevansi Islam. Terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan modern sehingga membuat terjebak dalam “Westernisasi Islam” seolah-olah bercorak liberal. Mungkin karena al-faruqy sendiri tinggal di USA.

Mahasiswa muslim saat ini, utamanya mahasiswa Muhammadiyah harus berikhtiyar dan memiliki target dalam upaya mengembangkan khazanah Islam dalam pengetahuan pada bidangnya masing-masing. Sehingga kita mampu melaksanakan amanat Al-Qur’an dalam hal menuntut ilmu dan melaksanakan tugas sebagai khalifah fiil-ardhy.

Kenikmatan Ilmu untuk Semesta

Hasil karya umat Islam akan menjadi sia-sia jika sebuah ilmu hanya disimpan sebatas koleksi pribadi, atau hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja. Apapun yang dihasilkan oleh ilmuwan muslim adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Ridho-Nya yang merupakan hak milik seluruh umat Islam. Hasil karya tersebut untuk membangkitkan, memberi petunjuk umat Islam dan untuk menyebarkan visi Islam.

Oleh karena itu, hasil karya ilmu pengetahuan tersebut harus universal. Hasil kerangka kerja Islam tersebut harus menjadi pedoman dalam dunia Islam. Beberapa langkah tersebut di atas merupakan upaya agar umat Islam dapat berjaya kembali seperti apa yang telah tersurat di dalam sejarah. Zaman keemasan Islam akan kembali bersinar dengan usaha maksimal yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri.

Baca Juga  Bagaimana Filsafat Islam Mendefinisikan Eksistensi?
Edtor: RF Wulan
Anggun Nugroho Saputro
10 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Sains-Fisika, Institut Teknologi Sumatera. Komisariat IMM Prof BJ Habibie Bandar Lampung. Asal Kudus, Jawa Tengah
Articles
Related posts
Falsafah

Filsafat adalah Induk Ilmu Pengetahuan

5 Mins read
Pada asalnya, filsafat Islam tidak mengenal pembagian cabang-cabang filsafat sebagaimana terdapat dalam filsafat Barat, seperti metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Dua yang pertama…
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds