Perspektif

Islam: Agama Lintas Etnis, Budaya, dan Benua

3 Mins read

Literatur klasik yang masih terpelihara, memastikan bahwa Islam itu terbangun atas 5 (lima) perkara, yaitu (1) syahadatain, (2) menjalankan salat, (3) membayar zakat, (4) puasa Ramadan, dan (5) melaksanakan ibadah haji ke baitullah jika berkemampuan. Doktrin ini sesungguhnya tidak salah, atau sudah benar, tetapi belum sampai pada yang “sebenar-benarnya”, karena kurang bahkan tidak berefek lintas etnis, budaya, dan dunia.

Dalam sebuah referensi Kemuhammadiyahan menyebutkan, bahwa Islam berkemajuan atau Islam wasathiyah yang terus digelindingkan oleh Muhammadiyah, yaitu Islam yang cara memahaminya dilihat dari 2 (dua) sudut pandang sebagai berikut:

Islam Sebagai Agama

Sebagai agama, Islam adalah agama yang diwahyukan Allah Swt kepada para Nabi dan Rasul-Nya, sejak Nabi Adam As hingga Nabi akhir zaman, Muhammad Saw sebagai hidayah dan rahmat bagi umat manusia sepanjang masa. Yang tentu menjamin kesejahteraan hidup materiel dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.

Dalam QS. Al-Baqarah: 136 dan QS. Asy-Syura: 13 digambarkan bahwa Islam sebagai agama telah ada jauh sebelum Nabi Muhammad Saw dinobatkan menjadi Nabi dan atau Rasul-Nya. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang diwahyukan Allah Swt sejak Nabi Adam As hingga Nabi pamungkas, Muhammad Saw

Mengingat tidak atau belum ditemukannya pengertian Islam yang diwahyukan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, maka dapatlah dipahami bahwa Islam pada saat itu sesungguhnya masih dalam bentuk konsep. Karenanya pula, dapat dikatakan bahwa Islam adalah konsep, ya, konsep untuk rahmatun lil-‘alamin. Meliputi pemikiran, rumusan, dan amal untuk membuat dunia ini menjadi damai, menjadi milik semua keluarga, semua suku, semua ras, semua wilayah, semua negara, dan semua-muanya. Intinya untuk dan atau milik umat manusia sebagai makhluk Allah Swt.

Baca Juga  Santri Masuk Juni Hiraukan Pandemi, Bisakah?

Dari manapun datangnya pemikiran dan rumusan tentang rahmatan li al-‘alamin tersebut, apakah dari umat Kristen (Katholik dan Protestan), dari Hindu, Budha, Kong Hu Chu, atau lebih utama dari umat Islam sendiri, agama Islam akan menerimanya dengan terbuka dan senang hati, selama untuk tadi itu (rahmatan lil ‘alamiin).

Kemudian, dalam menempatkan Islam sebagai agama dengan pengertian di atas, konsekuensinya bahwa dari dulu, kini, dan nanti, sesungguhnya umat beragama Islam memikul sikap dan sifat inklusif, terbuka, toleran, demokratis, moderat, dan bahkan liberal. Islam tidak membedakan suku, budaya, aliran, dan agama berikut para Nabi dan kitab-kitab suci yang dibawanya.

Inilah sebabnya, bahwa Islam sebagai agama, adalah agama bagi semua umat manusia. Sejak umat Nabi Adam hingga sekarang dan nanti.

***

Dengan kata lain, bahwa dalam konteks Islam sebagai agama, semua umat manusia adalah muslim. Umat Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Salih, hingga Nabi Isa As, pada dasarnya bukan umat agama lain. Bukan umat Kristen (Protestan atau Katholik) misalnya. Melainkan umat Islam juga.

Hanya saja, agama Islamnya adalah Islam gaya Nabi pada zamannya. Misalnya pada zaman Nabi Isa As, Islam yang dianutnya yaitu Islam menurut Nabi Isa As. Artinya, umat Nabi Isa As itu itu sesungguhnya adalah umat Islam juga. Yakni Islam yang belum lengkap. Belum disempurnakan seperti Islam yang diwahyukan kepada dan dibawa oleh Nabi dan Rasul terakhir, Muhammad Saw

Dengan pemahaman seperti ini, tergambar sudah bahwa Islam sebagai agama, artinya Islam memang liberal. Yakni sangat terbuka dan tak ada lagi orang di dunia ini yang bukan Muslim.

Baca Juga  Benarkah Al-Ghazali adalah Sosok di Balik Kemunduran Sains Islam?

Semuanya termasuk muslim dengan gaya yang berbeda-beda. Ada Muslim gaya Nabi Isa As, ada Muslim gaya Nabi Muhammad Saw, dan ada Muslim gaya Nabi yang lainnya.

Islam Sebagai Ajaran

Konsep yang kedua, yaitu Islam sebagai ajaran. Dalam bahasa fikih, Islam sebagai syariat, sebagai petunjuk. Artinya, ketika Islam dipahami sebagai ajaran inilah yang membedakan antara Islam gaya Nabi Muhammad Saw dengan Islam gaya para Nabi dan Rasul sebelumnya.

Islam gaya Nabi Isa As misalnya, ajaran yang berlaku berpedoman pada wahyu Allah, kitab suci Injil. Sedangkan gaya Nabi Muhammad Saw ajaran yang berlaku berpedoman pada wahyu Allah juga, yaitu Al-Qur’an dan sunah. Jadi, di samping sebagai agama, Islam juga sebagai ajaran atau syariat.

Termasuk sebagai ajaran, Islam dengan demikian berarti juga sebagai sebuah gerakan, ya, gerakan untuk memasyarakatkan dan menjalankan syariat (ajaran) Islam. Atau tepatnya untuk mengajak kepad al-khair, amar ma’ruf, dan nahi munkar.

Seperti yang diisyaratkan oleh QS. Ali Imran: 104, artinya :

Hendaklah ada di antara Anda (semua), sekelompok manusia (umat) yang mengajak kepada kebajikan, dan menyuruh (berbuat) kebaikan, dan mencegah perbuatan munkar. Mereka (yang ajak-ajak demikian) itulah orang-orang yang beruntung.

Kesimpulan

Simpulnya, bahwa Islam, bagi kita adalah memunyai 2 (dua) dimensi besar dan lebar. Yaitu (1) sebagai agama, dan (2) sebagai ajaran.

Islam sebagai agama Allah, yaitu agama yang diwahyukan dan dianut oleh seluruh umat manusia, sejak nabi Adam hingga saat ini, saat kerasulan Muhammad Saw. Dengan pemahaman ini, secara otomatis, sesungguhnya seluruh umat manusia adalah sebagai Muslimun dan Muslimat, teman dan saudara kita sendiri, tidak boleh dimusuhi, dibenci atau diperangi, tidak boleh.

Baca Juga  Berbeda Dengan yang Lain, Ini Model Aswaja ala NU

Al-Muslimu akhul-Muslim; sesama Muslim adalah bersaudara. Walau mereka secara sosiologis mengaku beragama Nonis (non Islam), tetapi pada hakekatnya mereka adalah Muslim. Minimal Muslim katepe atau Muslim yang ber-Nabi-kan selain Muhammad Saw.

Islam sebagai ajaran, sebagai sumber beribadah, pedoman berkarya, atau panduan hidup mewah di dunia dan di akhirat.

Kitab sucinya, yaitu Al-Qur’an, dan panutan utamanya sebagai uswatun hasanah, yaitu Nabi Muhammad Saw bagaimana penjelasannya. Supaya efektif untuk merawat relasi antaretnik, antarbudaya, dan antarbenua  Antum a’lamu bi umuuri dunyaakum!, begitu sabda Sayyidina Muhammad Saw.

Noor Chozin Agham, penulis buku Islam Berkemajuan Gaya Muhammadiyah – Telaah terhadap Akidah, Akhlak, Ibadah, dan Mu’amalah Duniawiyah, UHAMKA Press, 2015.

Avatar
13 posts

About author
Noor Chozin Agham, dosen UHAMKA dan UMT Indonesia, Penulis Buku : ISLAM BERKEMAJUAN gaya MUHAMMADIYAH - Telaah terhadap Akidah, Akhlak, Ibadah, dan Mu'amalah Duniawiyah - UHAMKA Press, 2015
Articles
Related posts
Perspektif

Tiga Tipologi Aktualisasi Diri Anak Muda: Tentang Aktivisme dan Pendidikan

4 Mins read
Menjadi aktivis Muhammadiyah yang kuliah di kampus Muhammadiyah itu rasanya menyenangkan. Apalagi mendapatkan beasiswa penuh dari Muhammadiyah. Ditambah dengan bantuan dana ketika…
Perspektif

Indonesia Berkemakmuran, Kemakmuran untuk Semua

4 Mins read
Menyongsong Milad ke-112 tahun ini, Muhammadiyah mengambil tajuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”, tema yang sama juga akan digunakan sebagai identitas acara Tanwir…
Perspektif

Refleksi Milad ke-112 Muhammadiyah: Sudahkah Dakwah Muhammadiyah Wujudkan Kemakmuran?

3 Mins read
Beberapa hari yang lalu, ketika ibadah Jumat, saya kembali menerima Buletin Jumat Kaffah. Hal ini membawa saya pada kenangan belasan tahun silam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds