Falsafah

Islam Bukan Satu-Satunya Agama yang Allah Sediakan untuk Kita

4 Mins read

“Islam Agama Satu-satunya yang Disediakan Allah?”

Ada banyak orang yang bertanya kepada saya tentang pernyataan di postingan instagram saya yang mengatakan bahwa “Tuhan menyediakan banyak agama untuk kita pilih” (lihat: di sini, slide ke-10). “Benarkah Allah menyediakan banyak agama?” begitulah pertanyaan yang banyak saya terima. Oleh karena itu, saya menyusun tulisan ini untuk menggambarkan landasan pemikiran saya terkait pernyataan yang saya buat itu.

Sebuah Analogi Sederhana

Saya akan memulainya dengan membuat sebuah analogi sederhana terlebih dahulu. Di suatu hari, Nisa ingin membuat air panas. Akhirnya ia mengambil panci, mengisinya dengan air, dan menyimpannya di atas kompor yang disediakan ibunya di rumah. Setelah itu, dia memantik kompor dan terlihatlah api keluar dari kompor tersebut. Setelah api itu mulai membakar air di dalam panci, tak lama kemudian air itu pun mendidih sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Nisa.

Nah, sekarang masuk ke dalam pembahasan. Mengapa Nisa berhasil membuat air panas? Nisa bisa membuat air panas karena ibunya menyediakan kompor dan tabung gas di dalam rumah. Tapi jika kita teliti, air itu mendidih bukan karena tabung gas dan kompor, melainkan karena api yang dihasilkan oleh kompor dan tabung gas. Karena tanpa keduanya, api tidak akan ada. Oleh karena itu, sebenarnya bisa kita katakan secara tidak langsung bahwa yang ibu sediakan adalah api, melalui kompor dan tabung gas yang dia sediakan di dalam rumah.

Sekarang, jika ibu ingin api itu tidak ada, apakah harus selalu menghilangkan kompor dan tabung gas? tidak juga, ibu bisa menghilangkan api tapi tetap menyediakan kompor dan tabung gas, caranya adalah dengan menghilangkan gas-gas yang ada di dalam tabung gas. Dengan demikian, api itu tidak akan menyala sekeras apapun Nisa memantik kompor.

Baca Juga  Jean Jecques Rousseau: Cara Agar Agama Relevan dengan Zaman

Nah, Agama selain Islam yang dihasilkan dari pikiran manusia juga kurang lebih seperti itu. Air panas adalah konsep baku suatu kepercayaan yang berasal dari produk pikiran. Api adalah gagasan tentang suatu kepercayaan yang merupakan produk dari aktivitas berpikir. Nisa yang memantik kompor melambangkan aktivitas berpikir, kompor dan tabung gas adalah akal yang disediakan Allah kepada manusia, dan gas-gas itu adalah ide yang Allah sediakan di dalam akal.

Agama Selain Islam: Hasil Kerja Suatu Gagasan

Jika kita ingin mengatakan Allah tidak menyediakan agama selain Islam, maka dengan logika di atas kurang lebih ada dua jalan yang bisa ditempuh; pertama dengan menghilangkan akal yang disediakan Tuhan kepada manusia, kedua dengan menghilangkan ide tentang suatu kepercayaan di dalam akal manusia saja tanpa melenyapkan akal itu sendiri

Tapi, apakah bisa Allah menghilangkan gagasan dalam akal tanpa melenyapkan akal?

Tentu bisa, contohnya bisa kita temukan dalam masalah manusia yang memikirkan Tuhan. Banyak manusia yang ingin mendapatkan gambaran utuh tentang apapun yang terkait dengan Tuhan, padahal sudah jelas Tuhan tidak menginginkannya.

Maka, jika menggunakan kerangka berpikir di atas, Tuhan memiliki dua cara untuk menghentikan keinginan manusia; pertama, menghilangkan akal yang Ia sediakan untuk manusia (seperti ibu yang menghilangkan kompor dan tabung gas yang disediakan untuk Nisa), kedua, membiarkan akal tetap ada tetapi menghilangkan ide tentang ketuhanan di dalam akal yang Tuhan sediakan untuk manusia (seperti upaya ibu menghilangkan gas di dalam tabung gas yang disediakan untuk Nisa). Nah, cara manakah yan digunakan Tuhan? Cara yang kedua.

Jika gas telah sepenuhnya hilang dari tabung gas, sebanyak apapun Nisa memantik kompor, api tidak akan keluar. Begitupun halnya dengan orang yang memikirkan Tuhan. Karena ide ketuhanan telah dilenyapkan sepenuhnya dari akal pikiran manusia, maka sebanyak dan sekeras apapun manusia berpikir, api gagasan yang merupakan produk pikiran itu sampai kapanpun tidak akan mungkin terwujud.

Baca Juga  Sejarah Filsafat Islam di Indonesia (1): Siapa Sosok Dibaliknya?

Nah, sekarang manusia nyatanya mampu menghasilkan produk pikiran berupa gagasan tentang suatu kepercayaan selain Islam. Kita tidak bisa mengatakan bahwa mereka mampu menciptakannya tanpa alasan. Alasan mereka mampu menciptakan gagasan seperti itu adalah karena Tuhan menyediakan ide itu di dalam pikiran mereka. Jika Tuhan tidak menyediakannya maka pendirian suatu agama selain Islam akan serumit memecahkan misteri ketuhanan.

Kata “Sedia”, Tidak Memiliki Tuntutan yang Bersifat Mutlak

Gas-gas berupa ide atau gambaran tentang suatu kepercayaan kepada selain Allah disediakan oleh-Nya di dalam akal manusia. Inilah yang menyebabkan kita bisa mengatakan bahwa Allah menyediakan agama selain Islam kepada manusia secara tidak langsung. Mengapa secara tidak langsung? Karena pada dasarnya Dia hanya “menyediakan potensi” itu di dalam akal manusia, tetapi kitalah yang menentukan apakah mengaktualisasikannya atau tidak

Kata “sedia” di dalam bahasa indonesia memiliki makna tuntutan yang sifatnya fleksibel. Dikatakan, “Restoran ini menyediakan makanan”, “Hotel ini menyediakan handuk”, “Ibu menyediakan kompor”, apakah ketika dikatakan, “Restoran ini menyediakan makanan” kita harus membeli makanan di sana? Apakah ketika dikatakan, “Hotel ini menyediakan handuk” artinya kita harus menggunakan haduk dari sana? Dan apakah ketika dikatakan, “Ibu menyediakan kompor” kita harus menggunakannya? Tidak, tidak, dan tidak!

Kata sedia tidak memiliki tuntutan yang bersifat mutlak. Dengan kata lain, yang dinamai dengan “menyediakan” hanyalah menawarkan pilihan, dan tindakan dari pilihan itu kembali kepada kita. Ketika suatu restoran itu menyediakan makanan, maka pilihan kita untuk membeli atau meninggalkannya ada di tangan kita. Begitupun halnya dalam kasus hotel dan ibu yang menyediakan handuk dan kompor.

Tapi apakah ada dalil yang memperkuat argumen ini? Kita bisa lihat salah satu ayat Al-Quran yang mengatakan:

Baca Juga  Bahaya Memelihara Rasa Dendam bagi Kesehatan

وإلهكم إله واحد

“Dan Tuhan sesembahan kalian itu adalah Tuhan sesembahan yang satu (wahid)”

Di dalam bahasa Arab, kita bisa gunakan dua istilah untuk menunjukan makna satu; ahad dan wahid. Perbedaan di antara dua istilah ini, terletak pada potensi bertambahnya jumlah dari bilangan tersebut. Ahad memiliki makna satu yang tidak bisa menjadi dua, tiga, dan seterusnya. Dengan kata lain, pengertian ahad lebih mendekati pada kata “tunggal” dari pada “satu” dalam satuan bilangan. Sedangkan kata wahid sebaliknya. Kata ini digunakan untuk menunjukan makna satu dalam satuan deret bilangan. Di mana, ia berpotensi memunculkan bilangan-bilangan selanjutnya, mulai dari dua, tiga, dan seterusnya.

Di dalam ayat ini, Allah mengatakan, “Wa Ilaahukum Ilahun Wahid”, dan bukan, “Ilahun Ahad. Apa artinya? Artinya Allah mengakui bahwa Tuhan yang manusia sembah di dunia ini tidaklah hanya ada satu, tetapi banyak. Oleh karena itu, di dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Tuhan sesembahan yang paling benar itu adalah Tuhan yang kesatu, atau Tuhan yang paling pertama ada sebelum ‘Tuhan-Tuhan’ lain mulai mengada.

Inilah alasan yang membuat penulis memiliki gagasan bahwa Islam bukanlah satu-satunya agama yang Allah sediakan untuk manusia. Dalam soal ujian pilihan ganda, guru menyediakan banyak jawaban, tetapi hanya menentukan satu jawaban yang paling benar. Begitupun dengan Tuhan, Ia menyediakan banyak agama untuk kita pilih, tetapi hanya menentukan satu agama yang paling benar, yaitu Islam. Wallahu A’lam.

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Student of Al-Quran
Articles
Related posts
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds