Perspektif

Islam dan Etika Kerja: Hindari Toxic Productivity

4 Mins read

Saat seseorang mengerjakan sesuatu atau melakukan sebuah kegiatan yang terlalu berlebihan dalam upaya mengejar produktivitas tidak menghiraukan kesehatan diri baik itu fisik ataupun mental, mengacuhkan diri dari kegiatan interaksi sosial dan kehilangan relasi bahkan terhadap orang terdekat, menuntut terlalu banyak pada dirinya sendiri, bahkan mencapai hal yang dirasa tidak realistis, merasa bahwa istirahat adalah sebuah masalah bagi produktivitas, mereka orang-orang yang mengalami hal tersebut sudah masuk dalam toxic productivity.

Dalam era modern ini, tekanan untuk selalu produktif sering kali menjadi beban yang cukup berat. Banyak orang masuk, bahkan terjebak dalam lingkaran setan yang disebut dengan toxic productivity. Dimana timbul keinginan untuk terus bekerja dan mencapai lebih banyak hal yang berakibat pada rusaknya kesehatan mental dan fisik. Tidak ada yang salah dengan produktivitas yang tinggi, hanya saja akan berakibat buruk apabila berlebihan.

Dalam perspektif Islam, produktivitas yang sehat harus seimbang antara usaha duniawi dan spiritual, serta memprioritaskan kesejahteraan individu dan holistik. Kemudian bagaimana Islam memberikan teladan dalam membantu menghindari produktivitas berlebihan yang berpotensi merusak dan mengarahkan untuk mencapai keseimbangan yang sehat.

Islam menekankan akan pentingnya keseimbangan dalam segala aspek kehidupan. Konsep keseimbangan ini tercermin dalam prinsip-prinsip seperti tawazun (keseimbangan), tawakkal, dan adil. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Qasas ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qasas: 77).

Ayat ini menegaskan bahwa sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk berusaha keras dalam mencapai kebaikan duniawi tanpa melupakan kebutuhan spiritual dan kebahagiaan akhirat. Produktivitas yang sejati adalah mencakup upaya untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan duniawi dan ibadah kepada Allah.

Baca Juga  Ijtihad Muhammadiyah di Era Post-Normal

Etika Kerja dalam Islam

Islam memberikan pelajaran tentang etika kerja yang tinggi. Dimana bekerja dengan sungguh-sungguh dianggap sebagai bentuk ibadah. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Allah mencintai yang bekerja dengan tekun dan ahli dalam pekerjaanya” (HR. Baihaqi).

Namun, etika kerja ini juga perlu dilakukan dengan niat yang benar dan tidak berlebihan. Islam mengajarkan untuk bekerja sesuai dengan porsinya, serta memberikan perhatian pada kesehatan dan kesejahteraan diri. Allah berfirman: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan” (QS. Al-A’raf:31).

Kita bisa belajar dari Abu Hurairah. Beliau adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal dengan ketekunan dan kegigihannya dalam belajar dan menghafal hadist-hadist Nabi. Meskipun beliau mempunyai keterbatasan fisik yang membutuhkan perhatian khusus terhadap kesehatannya, Abu Hurairah tetap menunjukkan semangat dalam belajar dan mengajar hadist-hadist nabi kepada umat Islam. Hal ini menujukkan bahwa produktivitas yang sehat tidak hanya melibatkan kerja keras fisik, tetapi juga menghormati batasan diri dan perhatian pada kesejahteraan.

Amirul Mukminin, Umar bin Khattab juga memberikan teladan bagaimana etika kerja dalam Islam. Beliau adalah salah satu khalifah Islam yang terkenal akan keadilannya dan kerja kerasnya dalam memimpin umat Islam. Meskipun beliau mempunyai tanggung jawab besar sebagai pemimpin, Umar bin Khattab selalu mengutamakan keseimbangan antara tugas-tugas dunia dan ibadah kepada Allah. Beliau tidak pernah lupa mengingatkan diri sendiri dan sahabatnya untuk tidak berlebihan dalam bekerja, tapi juga tidak menyepelekan tanggung jawab.

Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental

Toxic Productivity dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Fenomena ini mengacu pada tekanan internal atau eksternal yang menjadikan seseorang merasa harus selalu produktif secara berlebihan, tanpa memperhatikan batasan dirinya, baik fisik ataupun mental. Seseorang akan merasakan stress berlebihan, ketika ia tidak dapat memenuhi standar produktivitas yang diterapkannya sendiri. Dirinya akan merasa gagal karena tidak mencapai tujuan yang diinginkan.

Baca Juga  Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

Tidak hanya itu, rasa cemas dan ketegangan seringkali dirasakan orang-orang yang mengalami toxic productivity. Mereka mungkin merasa khawatir tentang mengejar target, ekspektasi orang lain, atau merasa tidak cukup ‘berhasil’ dibandingkan orang lain. Sehingga akan mengakibatkan stress berkelanjutan yang mengakibatkan penurunan kualitas tidur.

Efek dominonya adalah munculnya perasaan tidak berharga. Ketika sesorang merasa bahwa nilai ari dirinya tergantung pada produktivitas mereka, mereka akan mengalami perasaan tidak berharga atau merasa tidak dihargai jika tidak dapat mencapai target yang mereka tetapkan sendiri. Selain itu, toxic productivity cenderung mengabaikan aspek-aspek penting dalam kehidupan sesorang yang mengarah pada isolasi sosial dan perasaan terputus dari lingkungan sosial yang mendukung.

Pada fenomena yang lebih ekstrem, tekanan yang berlebihan untuk selalu prosuktif dapat menyebabkan gejala depresi. Merasa putus asa, kelelahan yang mendalam, dan hilangnya minat terhadap kegiatan yang sebelumnya menyenangkan dan disukai, bisa menjadi tanda-tanda depresi yang berhubungan dengan toxic productivity.

Menghindari Produktivitas Berlebihan

Untuk mengatasi dampak-dampak ini, penting bagi individu untuk memahami dan mengakui batasan-batasan mereka, serta mengembangkan keseimbangan antara upaya produktif dan perawatan diri yang memadai. Mengambil waktu untuk istirahat, berbicara dengan orang-orang terdekat, dan berlatih teknik-teknik relaksasi seperti meditasi atau olahraga dapat membantu mengurangi stress dan memperkuat kesehatan mental. Mencatat dan membuat ceklist kegiatan rutin sehari-hari menjadi opsi yang dapat membantu kita mengukur sampai mana batasan kita.

Selain itu, Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang bisa kita terapkan untuk menghindari produktivitas berlebihan. Setelah berusaha maksimal, seorang muslim diajarkan untuk tawakkal, berserah diri kepada Allah dan percaya bahwa hasil akhir ada di tangan-Nya. Ini akan membantu mengurangi kecemasan dan tekanan yang berlebihan untuk selalu mencapai hasil yang sempurna.

Baca Juga  Cara Beragama yang Tepat di Tengah Pluralitas Umat

Dalam segala aktivitas produktif kita, meluangkan waktu untuk shalat dan beribadah rutin lainnya membantu menjaga keseimbangan antara kegiatan duniawi dan spiritual. Shalat lima waktu memberikan jeda yang teratur dalam hari dan memberikan indivisu untuk mereset pikiran serta meredakan stress.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga kesehatan dengan cukup istirahat. Nabi Muhammad Saw sebagai uswatun hasanah memberikan teladan dengan mengatur waktu istirahatnya secara seimbang, sehingga tidak mengorbankan kesehatan fisik. Tak lupa zikir dan doa sebagai upaya untuk menenangkan diri. Ini dapat menjadi alat yang efektif untuk meredakan stress dan menjaga kesehatan mental di tengah hiruk pikuk kesibukan.

Perlu kita renungkan dan pahami bahwa produktivitas itu penting untuk memacu kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, tapi produktivitas yang berlebihan itu tidak baik. Produktivitas yang sehat dalam perspektif Islam adalah yang seimbang antara usaha duniawi dan spiritual, serta memperhatikan kesejahteraan fisik dan mental. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam seperti tawakkal, salat, istirahat yang cukup, zikir, dan menghargai waktu, umat muslim dapat menghindari produktivitas berlebihan yang merusak. Melalui pendekatan ini, kita dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati, baik di dunia maupun akhirat.

Fadhel Izanul Akbar
7 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Bidang Kader Pimpinan Cabang IMM Sleman 2021/2022
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds