Oleh: Pak AR
Seorang hamba Allah yang mengaku bernama Today berasal dari Kutoarjo menanyakan perihal kebiasaan menghadapi kiai ketika sedang memiliki hajat dengan tujuan agar terkabul. Berikut ini pertanyaan dari si penanya:
“Saya sering melihat, apabila seseorang mempunyai hajat atau keinginan tertentu yang penting, kemudian menghadap kepada seorang kiai. Ia meminta bantuan kiai supaya dimohonkan kepada Allah agar hajat atau keinginannya itu terkabul. Apakah cara demikian itu dibenarkan menurut ajaran Islam?”
Menghadap Kiai Agar Hajat Terkabul
Jawab Pak AR:
“Sesungguhnya, kalau dengan pengertian yang biasa, tidak ada salahnya kita menghadap kepada kiai. Menghadap kiai atau mungkin kepada sesepuh (orang-orang tua), kepada Bapak Lurah, Bapak Guru, Kakek, Nenek, Paman, dan sebagainya. Untuk memohon tambahan do’a kepada kiai semoga apa yang menjadi maksud tujuannya terkabul, yaitu dengan keyakinan bahwa “Ma-sya- Alla-huka-na wama- lam yasya’ lam ya-kun”. Apa yang menjadi kehendak Allah itulah yang terjadi dan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah tidak akan terjadi.
Cara demikian itu dapat saja dilakukan. Tetapi kalau dengan keyakinan dan kemantapan, menghadap seorang kiai atau misalnya Pak AR dan mohon dido’akan supaya hajat terkabul, itu keliru. Apalagi ketika menghadap itu dengan membawa ayam hitam mulus, pisang raja setandan, mori putih dua setengah meter, dan sebagainya. Dan kebetulan atau hajat apa yang menjadi maksudnya tercapai, kemudian mengkeramatkan Pak AR atau kiai itu; nah itulah yang tidak benar dan sudah mendekati syirik. Bahkan sudah termasuk syirik, menyekutukan Allah dengan yang lain, yaitu kiai itu sendiri.
Seingat saya, ada salah seorang Sahabat menghadap Rasulullah memohon supaya dido’akan. Kemudian Rasulullah berkata: “Berdo’alah memohon kepada Allah, saya akan mengamini.” Tindakan Rasulullah yang demikian itu semata-mata untuk menjaga jangan sampai orang mengkultuskan dirinya melebihi dari yang semestinya.
Demikian saudara Today di Kutoarjo. Mudah-mudahan Saudara tidak keliru memahami maksud jawaban saya.”
***
Itulah jawaban ringan dari pertanyaan seputar praktik kehidupan beragama sehari-hari yang oleh Pak AR disebut dengan istilah “Islam enteng-entengan.” Singkat, padat, dan lugas.
Pak AR menegaskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para jamaah merujuk pada kitab-kitab seperti: Bulughul Marom, Fiqhus Sunnah, Madyur-Rasul, Zadul Ma’ad, Riyadlush Sholihin, dan lain-lain. Apabila terdapat jawaban yang masih samar atau meragukan, Pak AR menyarankan agar penanya bisa merujuk secara langsung ke kitab-kitab tersebut.
Sumber: buku Tanya Jawab Enteng-entengan karya Pak AR. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif