Judul diatas terinspirasi dari tulisan almarhum Fuad Rumi, seorang kolumnis harian Fajar yang sangat produktif. Tulisan tulisannya terbit setiap hari Jumat dengan judul “Gelitik”. Sesuai dengan judul kolomnya, tulisan tulisan beliau betul-betul menggelitik. Salah satunya tentang komunikasi Islam dalam filsafat komunikasi bersin. Secara umum, analisa-analisanya sangat mendalam dan sesuai dengan perkembangan yang viral pekan itu.
Latar belakang Pak Fuad, demikian panggilan kesehariannya, adalah seorang sarjana teknik. Tapi pengetahuannya dibidang keagamaan, utamanya analisa keagamaan sangat mencerahkan. Saya selalu mengkopi tulisan tulisan beliau setiap hari Jumat di perpustakaan kampus.
Komunikasi Islam
Di tahun 90-an, para penulis, di harian Fajar adalah para penulis senior dari berbagai perguruan tinggi, ada Dr. Syuhudi Ismail, Prof. Ahmad Ali, Ishak Ngeljaratan, Arsyal Al Habsyi, Rahman Arge, Nur Abdurrahman, dan Fuad Rumi. Mereka inilah yang mewarnai tulisan-tulisan di kolom harian Fajar era 90-an. Inilah salah satu yang membuat harian Fajar sangat digemari oleh pembacanya karena kualitas para kolumnisnya sangat luar biasa di bidangnya.
Salah satu yang paling menarik dan sangat kontekstual dalam tulisannya adalah Fuad Rumi, analisa dan pendekatan sosiologisnya sangat menyentuh nurani pembacanya. Pendekatan tekstual dan kontekstual dalam mengangkat suatu tema keagamaan dan di interpretasikan dalam kondisi kekinian sangat kental dalam tulisan tulisannya.
Bukan hanya kemahiran dalam menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan yang menyentuh kalbu kemanusiaan, tapi juga sangat lihai dalam memberikan pemahaman dalam bentuk bahasa lisan. Gagasan-gagasannya dalam bahasa lisan sangat argumentatif dan mudah di pahami oleh obyek dakwah. Bahasa dakwah billisan dan bahasa dakwah bil kitabah menyatu dalam dirinya. Tulisan dan ceramahnya keduanya sangat argumentatif dan mudah dipahami baik di tingkat awam maupun di dunia akademik.
Salah satu tulisannya yang sangat menginspirasi adalah ketika mengupas komunikasi dalam Islam. Bahwa Islam itu adalah agama yang sangat mengedepankan aspek sosial, yakni agama yang sangat menjaga hubungan sosial atau interaksi dengan sesama manusia. Islam bukan hanya aspek vertikal yang harus dibangun, tetapi juga aspek horizontal atau hubungan sesama manusia.
Beragama yang hanya mengedepankan satu aspek saja adalah beragama secara pincang. Membangun hubungan kepada Tuhan dan mengabaikan aspek sosial kemasyarakatan adalah salah bentuk pendustaan terhadap agama. Itulah yang banyak membuat orang celaka dalam beragama, seperti yang diberitakan dalam surah Al-Maun.
Surah inilah yang menginspirasi KH Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah. Dari surah Al-Ma’un, KH Ahmad Dahlan berhasil meletakkan cikal bakal gerakan amal usaha Muhammadiyah yang sangat dahsyat. Mulai dari pendidikan yang begitu banyak dibangun di seluruh Indonesia dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, begitu juga dibidang kesehatan dan ekonomi. Begitu banyak yang telah disumbangkan oleh Muhammadiyah untuk Indonesia.
Muhammadiyah dan Bahasa Manusia
Itu adalah hasil rintisan dari KH Ahmad Dahlan, yang awalnya adalah mencoba menafsirkan surah Al-Ma’un, kemudian lahirlah amal usaha yang begitu besar manfaatnya untuk bangsa. Begitulah ajaran Islam, antara aspek vertikal dan aspek horizontal keduanya harus menyatu, bahasa Tuhan yang bersifat melangit, hendaklah bisa diterjemahkan dalam bahasa manusia yang bersifat membumi.
Di situlah peran kenabian, sebagai media perterjemahan dari bahasa langit yang sakral kedalam bahasa bumi yang profan. Dalam Islam peran seperti itu diperankan oleh Nabi Muhammad. Bahasa Tuhan yang berasal dari yang mutlak dibawa oleh Jibril kepada Muhammad, dan Muhammad kembali menerjemahkan bahasa Tuhan ke dalam wilayah kemanusiaan.
Oleh sebab itu Nabi Muhammad sangat terkenal mempunyai perkataan yang singkat dan punya makna yang padat, yang dalam istilah agama “Jamiul kalimi“. Peran komunikasi dalam agama itu sangat penting, seperti yang diperankan oleh Nabi, yaitu menerjemahkan bahasa Tuhan ke dalam bahasa manusia.
Begitupun yang harus diperankan oleh para da’i dan da’iyah dalam menerjemahkan bahasa agama yang sakral yang berasal dari Tuhan dan Nabi. Hendaklah bahasa agama bisa dielaborasi dalam bahasa yang mudah diterima oleh obyek dakwah. Dibutuhkan suatu keterampilan dalam menyampaikan pesan pesan keagamaan sehingga masyarakat dapat menerima pesan tersebut dengan baik.
Itulah sebabnya diperlukan suatu pemahaman yang holistik terhadap ajaran agama. Bukan hanya pemahaman secara tekstual saja tetapi dibutuhkan pemahaman secara kontekstual, supaya agama tetap “salihun likulli zamanin wa makanin“, cocok dengan kondisi zaman.
Komunikasi Bersin
Proses penterjemahan dari bahasa wahyu ke dalam bahasa manusia itu sangat penting dimiliki oleh seorang tokoh agama atau penceramah seperti yang diperankan oleh Nabi. Di era modern sekarang kita membutuhkan pencerahan pencerahan dari seorang tokoh agama yang punya kapasitas moral yang baik dan mampu berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat atau umat. Artinya dia mampu menerjemahkan bahasa wahyu dalam wilayah kemanusiaan.
Islam sangat mementingkan ajaran sosial, agama sudah memberikan rambu rambu bagaimana menjalin hubungan komunikasi dengan sesama manusia. Ajaran ajaran tekstual dari agama hendaklah diupayakan untuk diimplementasikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Salah satu ajaran yang dianggap sepele oleh sebagian umat islam terkait cikal bakal adanya komunikasi diantara dua pihak yang sebelumnya tidak saling kenal mengenal adalah ucapan ketika kita bersin. Fuad Rumi disalah satu tulisannya di harian Fajar mengupas tentang filsafat komunikasi bersin.
Diceritakan dalam suatu kendaraan umum ada beberapa orang yang tidak saling kenal mengenal. Tiba tiba salah seorang dari mereka “bersin” dan mengucapkan alhamdulillah, orang yang disampingnya mengucapkan, yarhamukallah, kemudian yang bersin tadi mengucapkan, yahdikumullah.
Terlepas dari nilai-nilai religius ucapan antara kedua belah pihak, sesungguhnya itu adalah pengantar komunikasi antara kedua belah pihak. Begitulah ajaran agama, ada nilai eskatologis yang dikandung dalam ajaran agama, sekaligus ada nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya. Seperti yang terkandung dalam filsafat komunikasi bersin.
Di situlah letak keholistikan ajaran agama. Semua ajaran agama yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia, disamping punya nilai ketuhanan juga mengandung nilai nilai kemanusiaan. Atau dalam bahasa salat, ada aspek vertikal berupa ucapan Allahu Akbar dan aspek horizontal yang dilambangkan dalam ucapan salam.
Editor: Nabhan