Salah satu ketidakjelian kita dalam membaca masalah Israel-Palestina adalah menganggapnya sebagai perang agama. Ada banyak hal yang mendukung mengapa pandangan seperti ini bisa ada dan terus bertahan, khususnya di kalangan umat Islam. Pertama, media. Media memiliki peranan yang besar dalam membentuk narasi dan opini publik tentang konflik Israel-Palestina.
Biasanya, penggambaran media terhadap kejadian ini sangat dipengaruhi oleh ideologi dan kepentingan yang ingin dibawanya. Jika media yang bersangkutan datang dengan membawa misi mengadu domba dan memprovokasi umat, maka ia akan menyampaikan narasi-narasi yang bombastis kendati sangat jauh dari fakta yang sebenarnya.
Hal berbeda akan terjadi ketika media yang meliput dan memberitakan ialah media yang bersikap objektif, fair dan adil. Mereka pastinya menyampaikan apa adanya sebagaimana yang terjadi di lapangan. Tidak mengurang-ngurangi apalagi menambah-nambahkan. Media-media yang objektif dan fair selalu akan sampai pada kesimpulan bahwa perang yang kini terjadi di Palestina bukanlah perang agama.
Kedua, pemuka agama. Tak bisa dipungkiri, pemuka agama memiliki tempat yang cukup sentral di hati umat. Sebab mereka diyakini sebagai pelita dan kiblat umat dalam segala sesuatu, utamanya masalah keagamaan. Dalam kaitannya dengan konflik Israel-Palestina, tidak sedikit pemuka agama yang masih sering salah-kaprah atau gagal paham dalam membaca masalah ini. Entah itu karena input berita dan informasi yang mereka dapatkan atau keengganannya untuk mencari tahu lebih dalam.
Bukan Perang Islam Vs Yahudi
Pandangan yang menyebut bahwa konflik di Israel dan Palestina sebagai perang agama sejatinya pandangan yang rapuh. Tidak ada dalil kuat yang mendukung pandangan tersebut. Pandangan tersebut bahkan sangat mudah dipatahkan dan dirobohkan. Tinggal tugasnya kemudian, apakah kita mau terbuka pada fakta-fakta yang menyebut konflik tersebut bukan perang agama.
Ada beberapa alasan mengapa konflik ini tidak bisa disebut sebagai perang agama.
Pertama, kalangan Yahudi Israel tidak mewakili sikap keseluruhan atau mayoritas kaum Yahudi di belahan dunia lain. Makanya, oleh sebagian sarjana atau pemikir, mereka tidak disebut sebagai Yahudi, melainkan zionis. Apa perbedaan antara keduanya? Singkatnya, jika Yahudi adalah agama, maka zionis adalah sebuah gerakan politik.
Sebagai agama, Yahudi tentunya tidak mengajarkan hal-hal yang bersifat kekerasan dan mengorbankan kemanusiaan. Ajaran Yahudi yang sahih tidak pernah membenarkan itu. Sebagaimana agama-agama semit atau samawi lainnya, seperti Islam dan Kristen, agama Yahudi selalu mengajarkan tentang pentingnya berkasih sayang dan saling melindungi di antara umat manusia.
Hal ini berbeda dengan zionis. Sebagai gerakan politik dan tentu bersifat profan, pemikiran dan tindakan mereka tidak selalu seiring dengan ajaran Yahudi. Bahkan lebih jauh, bisa jadi terjadi pertentangan dan penyimpangan. Gerakan zionis pertama kali diinisiasi oleh Theodor Herzl.
Melalui gerakan ini, Herzl ingin mengumpulkan umat Yahudi yang telah berdiaspora untuk berkumpul dan bersatu demi memperjuangkan satu cita-cita tentang pendirian Yahudi. Makanya, sebagaimana disampaikan beberapa pengamat, mereka sering disebut sebagai gerakan nasionalis Yahudi. Sebab mereka memiliki misi kebangsaan, yakni tegaknya negara Yahudi.
Kekurangannya sebagai gerakan politik, mereka tidak selalu mengindahkan ajaran agama Yahudi. Sebab yang terpenting ialah misi mereka bisa terwujud, kendati bertentangan dengan ajaran agama. Inilah yang mereka lakukan hari ini. Demi misi politiknya, mereka rela menghancurkan dan meluluhlantakkan pemukiman warga Palestina.
Kedua, pihak yang diserang di Palestina bukan hanya kalangan Islam. Tapi seluruh warga Palestina, baik yang Islam atau Kristen. Bahkan seperti beberapa berita yang ditayangkan, tidak sedikit Gereja yang dibom dan dihancurkan. Hal ini tentu akan membuka fakta bagi kita dan menguatkan pandangan bahwa perang yang terjadi di sana bukan perang agama.
Masyarakat Islam dan Kristen di Palestina hari ini sedang bahu-membahu melawan perbuatan kejam, keji dan biadab dari kalangan zionis Israel. Jadi, amat salah kaprah, jika kita menyebutnya sebagai perang Islam versus Yahudi. Kendati tujuannya untuk membangkitkan semangat umat untuk menentang kejahatan yang dilakukan oleh zionis Israel.
Murni Kejahatan Kemanusiaan
Oleh karenanya, harus ditanamkan dan diyakinkan dalam diri, bahwa perang yang terjadi di Israel dan Palestina adalah murni kejahatan kemanusiaan. Inilah yang membuat warga dunia bergerak dan melakukan protes besar-besaran untuk menuntut keadilan bagi warga Palestina.
Selain itu, juga perlu disadari bahwa perang ini sangat erat kaitannya dengan perebutan teritorial atau wilayah kekuasan yang berkaitan dengan tanah dan beberapa sumber daya lainnya. Meskipun terkadang dibungkus dan dibalut dengan tendensi-tendensi agama. Jadi di sini agama hanya diperankan sebagai bungkus. Bukan faktor utama perpecahan.
Hal ini selaras dengan teori Karen Amstrong, seorang islamolog, bahwa tidak ada perang agama yang benar-benar murni karena agama. Selalu ada faktor-faktor lain di luar itu, baik itu faktor sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Karena itu jika dikaitkan dengan masalah Israel-Palestina, ia tidak bisa dipandang sebagai perang antar agama. Sebab ia adalah masalah yang kompleks dan punya akar sejarah yang panjang. Memandangnya sebagai perang agama merupakan jenis penyederhanaan yang sangat tidak dianjurkan.
Sebab, jika memang ini perang agama, pasti tidak banyak yang tergerak untuk melakukan protes dan memberikan dukungan. Mereka tergerak karena menganggap bahwa ini bukan hanya masalah Islam dan Yahudi, atau Palestina dan Israel. Tapi masalah kemanusiaan. Siapa saja yang masih menyimpan rasa kemanusiaan dalam dirinya, pasti akan terketuk ketika mendengar atau membaca pemberitaan yang begitu kejam dan biadab dari pihak zionis terhadap masyarakat Palestina.
Atas rasa kemanusiaan ini jugalah, banyak kalangan Yahudi yang tidak sepaham dengan gerakan dan tindakan zionis Israel, seperti di New York, ikut berdemonstrasi mengecam Israel dan mendukung Palestina. Jadi stop mengatakan ini perang agama. Ini murni kejahatan kemanusiaan.
Editor: Soleh