Falsafah

Jalan Baru Rekontruksi Studi Islam ala Prof Amin Abdullah

3 Mins read

Jalan baru metode studi keislaman di era kontemporer ditawarkan oleh Prof Amin Amin Abdullah, seorang Filsuf Muslim Kontemporer Indonesia, Rektor UIN Sunan Kalijaga periode 2002-2010, Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah 2000-2015, sekaligus Dosen saya saat menempuh program S3 di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Perjumpaan intelektual tersebut membangkitkan kesadaran intelektual pentingnya segera dilakukan rekonstruksi metodologi studi Islam dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia, agar mampu beradaptasi dan berkontribusi positif dalam pembangunan peradaban global-kontemporer.

Tawaran metodologi tersebut secara lengkap terrumuskan secara apik, sistematis, aplikatif dengan penjelasan utuh (komperhensif) di karya bukunya berjudul: Multidisiplin, Interdisiplin dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer.

Tema Besar Buku

Buku tersebut berisi enam bagian tema besar, yaitu:

Bagian Pertama berisi tentang Pergeseran Tren Studi Agama-Islam.

Bagian Kedua berisi tentang Mempertaruhkan ‘Ulum Al -Din, Al Fikr Al Islamiy dan Filsafat Islamiyyah.

Bagian Ketiga berisi tentang Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Metode Riset dan Pembelajaran Agama Era Kontemporer.

Bagian Keempat berisi tentang Pembaruan Metode Studi Islam Pluridisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin.

Bagian Kelima berisi tentang Pendekatan ‘Irfani dalam Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Keilmuan.

Bagian Keenam berisi Penutup Studi Islam Pasca Covid-19: Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin.

Bagian dari Karya Sebelumnya

Buku ini merupakan bagian dari karya-karya Buku Prof Amin Abdullah sebelumnya.

Seperti buku: “Studi Agama: Normativitas dan Historisitas“, buku “Falsafah Kalam di Era Postmodernitas“, buku “Dinamika Islam Kultural“, buku “Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif” dan lainnya.

Artinya buku ini merupakan bagian dari pengembangan kajian studi agama (Religious Studies) dan kelanjutan kerja keilmuan dalam penyempurnaan rekonstruksi pembaharuan metode studi Islam yang terus mengalami pergeseran dan perkembangan terutama dalam mendialogkan dengan perubahan masyarakat di era kontemporer yang dinamis, cepat, dan menembus masuk ke ruang-ruang privat manusia tanpa sekat.

Baca Juga  Kebangkitan Konservatisme Islam: dari Spiritualisasi Islam ke Politisasi Islam

Latar Belakang Tawaran Model MIT

Tawaran metode studi Islam model multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin (MIT) menurut Prof Amin, dilatarbelakangi oleh perubahan besar dalam sejarah manusia dalam mengatur dan memperbaiki kualitas kehidupan dan berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhan-nya.

Terutama terjadi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, tatanan sosial-politik-ekonomi-energi-hukum-tata kota-likngkungan hidup dan interaksi keagamaan (h.1).

Mengutip Abdullah Said, perubahan tersebut terkait erat dengan globalisasi, migrasi penduduk, kemajuan sains dan teknologi, eksplorasi ruang angkasa, penemuan arkeologis, dan genetika.

Serta tumbuhnya pemahaman dan kesadaran tentang menjunjung tinggi harkat martabat manusia (human dignity), perjumpaan dekat antar pemeluk agama, munculnya konsep negara bangsa (nation state) berdampak pada equal citizenship, kesetaraan gender dan sebagainya. Perbuhan tersebut berdampak besar terhadap pola pikir dan pandangan keagamaan (religious world view) di kalangan umat beragama (h.2)

***

Selain itu, masyarakat muslim juga sedang dihadapkan pada perubahan dunia disrupsi dampak dari revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19 yang mengukuhkan praksis globalisasi.

Globalisasi dalam praktik keseharian bukan dalam teori. Melalui revolusi digital, globisasi dirasakan oleh semua manusia tanpa pandang suku, agama, ras dan golongan (SARA).

Semua sektor kehidupan manusia, seperti ekonomi, transportasi, komunikasi, budaya, keagamaan, ilmu pengetahuan dan sebagainya mengalami perubahan (disrupsi).

Dari potret di atas, Prof Amin Abdullah ingin menegaskan bahwa umat muslim yang hidup saat ini di mana pun bertempat tinggal adalah warga global (global citizenship) bukan sekedar warga lokal (local citizenship), sehingga dibutuhkan model baru membaca narasi relasi Islam dengan problematika kontemporer yang kompleks dan dinamis.

Tawaran metodologi Multi-Inter-Transdisiplin (MIT) metodologi studi Islam tersebut merupakan sebuah jalan “ikhtiar progresif” di tengah arus metodologi monodisiplin studi Islam di dunia Islam.

Baca Juga  Bagaimana Kahlil Gibran Menjelaskan Eksistensialisme Romantik?

Dampak dari Pendekatan Monodisiplin dalam Studi Islam

Pendekatan metode monodisplin menghasilkan produk pengetahuan dan sikap keagamana yang konservatif.

Maka menurut Prof Amin untuk mengurai dan menyadarkan keterjebakan arus konservatisme keberagamaan masyarakat muslim di era kontemporer, dibutuhkan kolaborasi metodologi dalam pengkajian beragam problematika kontemporer yang dihadapi masyarakat global, dengan mendialogkan metodologi studi Islam dengan studi yang lain.

Seperti studi sosiologi, sejarah, politik, ekonomi, filsafat, hukum, antropologi, psikologi, kedokteran, dan keilmuan sains dan teknologi melalui metode MIT.

Apa itu Metodologi Multi-Inter-Transdisiplin (MIT) Studi Islam? 

sebuah jalan untuk mengakhiri linearitas ilmu yang bersifat monodisiplin. MIT merupakan “jalan kedua” dari paradigma “Integrasi-Interkoneksi (I-Kon) metode studi Islam, sehingga pada subtansinya memiliki gagasan sama.

Cara kerja Metodologi studi Islam Multi-Inter-Transdisiplin adalah dengan mempertautkan antara ilmu-ilmu agama Islam (Ulum ad-Din/Religious Knowledge), Pemikiran Islam (al-Fikr al-Islamy/Islamic Thought) dan Studi Islam Kritis (Firasat Islamiyyah/ Islamic Studies).

Atau dapat dipahami bahwa Prof Amin Abdullah berusaha menyatukan tiga dimensi pengembangan keilmuan yaitu religion (hadharah al- nash), philosofy (hadharah al- falsafah), dan science (hadharah al-ilm).

***

Berdasarkan pola paradigmatik di atas, diharapkan tiga kluster keilmuan tersebut dapat bertemu dan berdialog secara kritis antara ilmu-ilmu yang berdasarkan pada teks keagamaan (naql, bayani, subjective) dan ilmu-ilmu berbasis kecermatan akal pikirian dalam memahami realitas sosiologis- antropologis perkembangan kehidupan beragama era multikultural budaya dan agama (‘aql, burhani, objective) serta ilmu yang menyentuh kedalaman hati nurani manusia (qalb, irfani, intuitif penghayatan yang intersubjektif)menjadi satu rajutan utuh (komperhensif) (h.vii).

Dari paparan di atas dapat dipahami, pendekatan Multi-Inter-Transdisiplin keilmuan dalam ranah pengkajian dan penelitian merupakan sebuah langkah ijtihad keilmuan dalam rangka untuk mendorong penyadaran bahwa suatu disiplin ilmu selalu bergantung pada disiplin ilmu lainya atau dengan saya sebut “saatnya membangun kolaborasi bukan monopoli keilmuan”.

Baca Juga  Amin Abdullah: "Inilah 4 Agenda Tajdid Muhammadiyah!"

Selamat tinggal monodisiplin-lineraritas keilmuan menuju Multi-Inter-Transdisiplin keilmuan untuk kehidupan masyarakat global yang lebih damai, toleran, dan bahagia.

Editor: Yahya FR

Sholikh Al Huda
14 posts

About author
Direktur Institut Studi Islam Indonesia (InSID), Anggota Majelis Tabligh Muhammadiyah Jatim, Dosen Pascasarjana UMSurabaya
Articles
Related posts
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds