Berbagi hakekatnya adalah melepaskan setelah sekian lama menggenggam. Bayangkan betapa lelahnya, jika menggenggam tangan tanpa melepaskan. Silahkan dicoba satu hingga dua jam. Pasti tidak kuat. Jadi berbagi diibaratkan seperti melepaskan genggaman agar lebih rileks.
Berbagi pada hakekatnya juga mengalirkan, setelah sekian lama menampung dan menggenang. Bayangkan betapa kotor dan bau air yang menggenang terlalu lama. Kita perlu mengalirkan air tersebut, agar dapat digantikan dengan air yang baru.
Itulah sebabnya zakat (shadaqah) berarti mensucikan dan menjernihkan sesuatu yang telah lama mengendap. Dampaknya tentu menyehatkan dan menyegarkan kembali, baik secara fisik, mental, dan juga finansial.
Jadi berbagi fungsinya untuk mendinamiskan sesuatu yang stagnan. Sesuatu yang dinamis akan menyehatkan. Orang yang terbiasa menggerak-gerakan tubuhnya (olahraga) lebih sehat daripada orang yang diam. Bagi orang tua, menurut Taufik Pasiak, dalam Unlimited Potency of the Brain, olahraga dapat menghindarkan dari alzheimer (kepikunan).
Jangan Paksa Tuhan Mengambil Hartamu
Berbagi selain membuat orang lain berdaya, juga bertujuan menyehatkan raga, pikiran, dan emosi. Dengan berbagi manusia jadi sadar bahwa harta cuma numpang lewat. Kalau harta terlalu lama diam, sama saja membuatnya tidak bermanfaat. Memutar harta sama dengan membangun irigasi. Banyak sawah yang dapat hidup dan subur dengannya.
Begitu juga dengan harta, semakin sering diputar, semakin banyak yang mendapatkan manfaatnya. Memberikan manfaat kepada orang lain adalah kebahagiaan sesungguhnya. Jadi lembaga zakat, infaq, dan shadaqah tugas pokoknya adalah mendinamiskan harta. Jangan sampai harta yang terkumpul statis, tidak memberdayakan
Para aghniya, mungkin tidak sempat mendinamiskan harta, amil (pengelola zakat) adalah yang membantunya. Tujuannya agar keberkahan harta tersebut tidak hanya dinikmati pemiliknya. Ingat kekayaan bagian dari fitnah (ujian hidup). Jika tidak memberikan manfaat maka harta akan mencelakakan pemiliknya.
Jadi, jangan anggap hina orang yang bekerja menjadi amil. Terkadang dia dianggap peminta-minta, padahal tidak sama sekali. Justru dia yang menolong seseorang dari fitnah dunia, khususnya harta.
***
Dalam harta yang dimiliki ada hak orang lain di sana. “Yang kerja kita, kenapa orang lain juga ikut menikmati?” Perkataan orang pelit akan seperti itu. Hal itu disebabkan karena dia tidak memahami cara Tuhan mengatur perputaran harta.
Ada dua cara, harta itu dapat bergerak. Pertama, dengan sukarela. Melalui zakat, infaq dan shadaqah. Ada juga dengan jalan perniagaan. Ada yang bekerja ada yang digaji. Ini hukum ekonomi konvensional. Namun, perputaran harta tidak hanya melalui mekanisme tersebut.
Kedua, dengan jalan paksa. Jalan ini sangat tidak nyaman dan menyakitkan. Sebuah contoh anda naik mobil. Tiba-tiba mobil mogok. Sebabnya mungkin macam-macam. Anda bisa saja menganggap hal tersebut akibat kecerobohan. Namun begitulah sekenario Tuhan memaksa harta itu harus tetap bergerak.
Padahal Anda sudah menjaga kesehatan. Tiba-tiba sakit menerpa diri. Bisa jadi sangat parah. Harta keluar dengan jalan paksa. Membayar obat dan biaya perawatan sangat mahal. Deposit di bank akhirnya terkuras. Itulah cara Tuhan menggerakan harta yang mengendap.
***
Motor hilang, laptop rusak, hape kecemplung di air, dan masih banyak hal yang membuat seseorang harus mengeluarkan harta secara terpaksa. Pasti itu tidak enak, bahkan membuat kita emosi. Manusia memang memiliki rencana, tapi siapa yang tahu rencana Tuhan? Kalau Tuhan memiliki rencana, siapa yang dapat menggagalkannya?
Tolong renungkan peristiwa-peristiwa tersebut. Semua diluar kendali akal. Semua diluar prediksi ilmu manusia. Dalam Matematika rupanya ada juga ilmu probabilitas. Ilmu tentang kemungkinan. Dalam ilmu pasti, ada juga ketidakpastian. Padahal hidup isinya penuh ketidakpastian. Apalagi kebijakan pemerintah saat ini, penuh ketidakpastian. Akhirnya rakyatnya bingung.
Intinya, jangan paksa Tuhan mengambil harta yang disimpan. Ikhlaskan, lepaskan saja dengan suka cita. Toh, berbagi tidak ada ruginya. Memberi pada akhirnya akan kembali. Berbagi pada waktunya akan menerima lagi. Bahkan yang didapat akan jauh lebih besar.
Berbagi, jangan menunggu kaya. Karena kesempatan tidak akan terulang kedua kali. Kalau kaya berbagi sebuah kewajaran. Dalam kondisi susah berbagi adalah luar biasa. Kata Mario Teguh, super sekali!
Berbagi Butuh Kesadaran
Jika disuruh memilih, dengan jalan sukarela atau dengan dipaksa, maka jawabnya adalah dengan sukarela. Itulah sebabnya, salah satu cara untuk menghindarkan bala (cobaan penderitaan) salah satu caranya dengan memperbanyak shadaqah, memperbanyak memberi dan berbagi.
Zakat adalah sebuah kewajiban. Sementara shadaqadah adalah sebuah bentuk kesukarelaan. Dilakukan dengan senang hati, kesadaran, dan tentu harus dengan gembira.
Hilman Latief, dalam bukunya, Melayani Umat, menjelaskan di Indonesia zakat tidak diatur negara. Penyelenggaraan zakat berjalan karena kesadaran. Jadi orang Indonesia yang berzakat, kualitas imannya insya Allah lebih baik, karena mengeluarkan harta didasarkan kesadaran. Bukan dipaksa.
Beragama, pada level yang tertinggi dilakukan dengan kesadaran. Laa ikraha fii ad-diini, tidak ada paksaan dalam beragama. Jadi jangan paksa Tuhan melakukan hal yang tidak nyaman tersebut. Jadilah muslim yang sadar. Jangan setelah menderita, sudah tua, sudah tidak berdaya baru menyesal. Menyesal di awal lebih baik daripada menyesal di akhir.
Menyesal di awal adalah menyadari dampak negatif dari sikap yang saat ini dilakukan. Dalam Al-Qur’an, hal ini disebut dengan khasyatan. Orang yang takut (khasyatan) kepada Allah, karena sangat paham dan sadar akibat yang diperbuat saat ini. Rasa takutnya itu membuat dirinya bersikap positif dan antisipatif (preventif).
Jangan Merasa Beriman Sebelum Berbagi
Orang yang kikir, disebabkan karena tidak mengetahui nikmatnya berbagi. Dalam buku yang ditulis Stephen Post, berjudul Why Good Things Happen to the Good People, ada sebuah penelitian yang menarik.
Dijelaskan bahwa orang yang suka berbagi dengan orang lain dapat mengurangi tingkat kesetresan. Itulah sebabnya para pelajar diajarkan berbagi disana. Dalam buku tersebut juga dijelaskan orang yang suka mendoakan orang lain, di hari tuanya, ternyata lebih sehat daripada orang yang tidak suka mendoakan orang lain.
Dalam Islam, mendoakan orang lain merupakan bentuk ibadah sekaligus kepedulian (berbagi) yang sangat murah, tapi jarang dilakukan. Di dalam hadis, dijelaskan seseorang yang mendoakan orang lain, tanpa sepengetahuannya, akan segera dikabulkan. Bahkan malaikat akan ikut mendoakan.
Jadi, batas minimalis berbagi bisa melalui doa. Berbagi harta susah, berbagi doa juga tidak. Kalau bisa berbagi harta terus dijalankan dan berbagi doa juga terus dilakukan. Jangan hanya anak, orang tua, atau keluarga saja yang didoakan. Tetangga, sahabat, teman, bahkan musuh perlu didoakan juga. Doakan musuh agar kembali ke jalan yang benar.
Jangan merasa beriman kalau belum pernah mendoakan orang lain. Mendoakan orang lain dengan cara menyebut namanya, masalahnya, dan harapan kebaikan untuknya. Semakin tinggi iman, semakin peduli dengan orang lain. Semakin suka berbagi dengan orang lain. Wallahu’alam bishawab.