Inspiring

John Wansbrough: Sang Orientalis yang Kontroversial

4 Mins read

Sejumlah peneliti telah mecoba mengkaji agama Islam terutama terhadap Al-Qur’annya sendiri dengan berbagai metodologi dan teori untuk mengkajinya. Peneliti tersebut tidak hanya dari umat muslim sendiri.

Akan tetapi banyak juga dari kalangan non-muslim yang penasaran dan kemudian mereka melakukan penelitian dengan menggunakan keahliannya masing-masing. Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai biografi dan metodologi salah satu tokoh yang dimaksud, yaitu John Wansbrough.

Biografi John Wansbrough

John Wansbrough memiliki nama lengkap John Edward Wansbrough. Ia dilahirkan di Peoria, Illinois pada tanggal 19 Februari 1928. Wansbrough memulai karier akademiknya pada tahun 1960 sebagai staf pengajar di departemen sejarah, School  of Oriental and Africa Studies (SOAS University of London).

Kemudian menjadi dosen bahasa Arab yang berada di naungan Departemen Sastra Timur Dekat. Ia sempat menjabat sebagai direktur di Universitas tempatnya bekerja. Wansbrough merupakan seorang sejarawan asal Amerika yang mengajar di Universitas London Sekolah Studi Oriental dan Afrika (SOAS).

Di sana ia menghabiskan sisa karir akademisnya dan menyelesaikan studinya di Harvard University. Wansbrough meninggal tanggal 10 Juni 2002 di Montaigo-de-Quercy, Prancis diusianya yang ke 74 tahun 4 bulan.

John Wansbrough merupakan seorang yang produktif dengan bukti banyaknya literatur yang ditulisnya. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul “Qur’anic Studies: Source and Metode of Scriptural Interpretation”.

John Wansbrough menulis buku ini sejak tahun 1968 hingga Juli 1972 dan pada tahun 1977 karyanya dicetak di Oxford University Press. Selain karya tersebut, masih terdapat karya lain yaitu “Sectarian Milieu: Content and Composition of Islamic Salvation Historyyang dari karya-karyanya itu memperlihatkan bahwa John Wansbrough sangat intens dalam mengkaji Al-Qur’an dan yang terkait di dalamnya.

Baca Juga  Pengajian SATV dan Muhammadiyah

Kontroversi Wansbrough

Di usianya yang ke 42 tahun, Wansbrough sempat membuat heboh masyarakat dunia atas risetnya tentang manuskrip Islam awal (naskah Islam pada fase-fase awal perkembangannya) termasuk menganalisa penggunaan ulang perumpamaan Yahudi-Kristen yang ada dalam Al-Qur’an.

Ia juga membuat kesimpulan bahwa munculnya Islam adalah sebuah mutasi dari agama Yahudi-Kristen yang berkembang di tanah Arab.

Wansbrough memberikan kritik yang tajam atas kenabian Muhammad dan Al-Qur’an. Kenabian Muhammad dianggap imitasi dari kenabian Nabi Musa as yang dikembangkan secara teologis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Arab.

Al-Qur’an bagi John Wansbrough bukan merupakan sumber biografis Muhammad melainkan sebagai konsep yang disusun sebagai teologi Islam tentang kenabian. Oleh karena itu, pemikiran yang dilontarkan John Wansbrough banyak berseberangan dengan pemikiran lainnya baik di kalangan orientalis Barat maupun umat Islam pada khususnya.

Pemikiran John Wansbrough terhadap Al-Qur’an

Wansbrough berpandangan bahwa historisitas Al-Qur’an merupakan sesuatu yang mengada-ada. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah sumber sejarah yang otoritatif, dan tidak cukup menjadi bukti dalam mengungkap sumber dan asal-usul geonologisnya sendiri.

Skeptisisme Wansbrough ini terutama disebabkan oleh sangat sedikitnya bahan-bahan yang dapat memberikan kesaksian yang netral untuk mengkaji Islam pada masa awal, baik kuantitas data arkeologis, bukti numismatik, bahkan dokumen-dokumen yang terkait dengan historisitas Al-Qur’an.

Bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber di luar komunitas Islam sendiri tidak cukup banyak dan upaya merekonstruksi bahan-bahan tersebut ke dalam kerangka historis menghadapi banyak kesulitan. Sementara sumber-sumber lain yang tersedia yaitu teks-teks Arab dari komunitas muslim, terdiri dari sejumlah literatur yang berasal dari dua abad setelah fakta terjadi.

Metode Wansbrough dalam Mengkaji Al-Qur’an

Dalam mengkaji Al-Qur’an John Wansbrough menggunakan dua metode, yaitu metode critical of historis dan literary criticism.

Pertama, Critical of Historis

Metode historis dilakukan John Wansbrough dalam kaitannya dengan isi Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an, terdapat kesamaan dengan kitab sebelumnya.

Baca Juga  Orang Baik Itu Telah Mudik: Catatan Khusus Buat Sahabatku Said Tuhuleley

Oleh karena itu, John Wansbrough mengatakan bahwa Al-Qur’an dipengaruhi oleh agama atau tradisi sebelumnya, yaitu Yahudi dan Kristen.

John Wansbrough memandang dalam sejarah Islam tidak ada catatan sejarah awal Islam. Rekaman sejarah Islam baru mulai ada setelah generasi sesudahnya (sahabat).

Metode kritis historis digunakan karena Bibel memiliki persoalan yang sangat mendasar seperti persoalan teks, banyaknya naskah asal, versi teks yang berbeda-beda redaksi teks, gaya bahasa (genre) teks dan bentuk awal teks (kondisi oral sebelum Bibel disalin).

Persoalan-persoalan tersebut melahirkan kajian Bibel yang kritis historis. Akhirnya lahirlah kajian-kajian kritis Bibel yang mendetail seperti kajian mengenai studi filologi (phylological study), kritik sastra (literary criticism), dan kritik teks (textual criticism).

Salah satu dari buku Wansbrough yang berjudul Qur’anic Studies menegaskan tentang penelitian historisnya yang mengatakan bahwa kompilasi Utsman merupakan fiksi, dan reduksi final Al-Qur’an belum ditetapkan secara definitif sebelum abad ke-3H.

Pendekatan historis yang dilakukan Wansbrough tentang isi Al-Qur’an menyampaikan kesimpulan bahwa terdapat kesamaan dengan kitab sebelumnya. Oleh karena itu ia menyatakan bahwa Al-Qur’an dipengaruhi tradisional Yahudi dan Kristen.

Sehingga asal-usul Al-Qur’an berada sepenuhnya dalam tradisi tersebut. Lebih ekstrimnya doktrin ajaran Islam secara umum, bahwa ketokohan Muhammad dibangun atas prototype kependetaan Yahudi.

Kedua, Literary Criticism

Dalam mengkaji Al-Qur’an, John Wansbrough menggunakan kritik sastra (literary criticism). Kritik sastra yang terkandung disebut sebagai studio sumber (source criticism) berasal dari metodologi Bibel.

Kajian kritis ini telah muncul pada abad 17 dan 18 ketika para sarjana Bibel menemukan berbagai kontradiksi, pengulangan, perubahan di dalam gaya bahasa dan kosa kata Bibel.

Mereka menyimpulkan kandungan Bibel akan lebih mudah dipahami jika sumber-sumber yang melatarbelakangi teks Bibel diteliti.

Baca Juga  Bung Tomo, Radio Pemberontakan, dan Detik-detik Revolusi 10 November

Dalam dua karyanya yang berjudul Qur’anic Studies dan Sectarian Milieu, John Wansbrough mengemukakan kritik terhadap nilai sumber dari sudut pandang sastra, dengan tujuan untuk melepaskan pandangan teologis dari sejarah dalam melihat asal-usul Islam.

Hal ini disebabkan oleh pandangan John Wansbrough tentang tidak adanya kelayakan dalam penggunaan metode kritik historis terhadap sumber-sumber sejarah Islam masa awal tersebut.

Dalam hal ini Wansbrough berargumen bahwa kita tidak tahu dan mungkin tidak akan pernah dapat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Semua yang kita ketahui sekarang adalah apa yang dipercaya telah terjadi oleh orang-orang yang datang kemudian.

Analisis sastra atas sumber semacam itu akan menyatakan pada kita tentang komponen-komponen yang digunakan orang-orang untuk menghasilkan pandangan-pandangan mereka dan mendapatkan secara tepat apa yang mereka kemukakan. Akan tetapi analisis sastra tidak akan bicara tentang apa yang terjadi.

Pada umumnya metode ini digunakan para sarjana Yahudi dan Kristen dalam kajian-kajian modern tentang perjanjian Baru dan perjanjian Lama.

Kajian semacam ini berangkat dari proposisi bahwa rekaman-rekaman sastra sejarah keselamatan meskipun menampilkan diri seakan-akan semasa dengan peristiwa yang dilukiskan, pada faktanya berasal dari periode setelah itu.

Dalam metode ini, Wansbrough menemukan bahwa Al-Qur’an merupakan kreasi pasca kenabian dengan terlihatnya berbagai pengaruh Yahudi pada karakter referensialnya dan kemunculan sejumlah ayat duplikat.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Sendangagung-Paciran-Lamongan
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds