Greta Thunberg telah menjadi ikon global dalam gerakan melawan perubahan iklim. Aktivismenya yang dimulai dari aksi mogok sekolah di depan gedung parlemen Swedia telah menarik perhatian dunia dan memobilisasi jutaan orang untuk peduli terhadap krisis iklim.
Artikel ini meringkas pemikiran, aktivitas, dan dampak yang telah dihasilkan oleh Greta Thunberg, perjumpaannya dengan Paus Fransiskus.
Greta Thunberg dan Gerakan Fridays for Future
Greta Thunberg lahir pada 3 Januari 2003, di Stockholm, Swedia, dari keluarga yang berkecimpung dalam dunia seni dan hiburan. Meski tumbuh dalam keluarga yang terkenal, Greta menghadapi tantangan pribadi, terutama dengan diagnosis sindrom Asperger pada usia 11 tahun. Meskipun kondisi ini sering dianggap sebagai hambatan, Greta menganggapnya sebagai “hadiah” yang memungkinkannya fokus pada isu perubahan iklim dengan cara yang berbeda.
Pada usia 15 tahun, Greta memutuskan untuk memulai aksi mogok sekolah sebagai bentuk protes terhadap kurangnya tindakan serius dari pemerintah Swedia terkait perubahan iklim. Aksi ini, yang dikenal dengan “Skolstrejk för klimatet” atau Mogok Sekolah untuk Iklim, segera menarik perhatian global, dan dalam beberapa minggu, gerakan Fridays for Future pun lahir.
Pemikiran Greta Thunberg tentang perubahan iklim berakar pada konsep keadilan iklim dan tanggung jawab moral. Ia sering menekankan bahwa generasi muda akan menanggung beban terbesar dari dampak perubahan iklim, sementara generasi saat ini yang paling banyak berkontribusi terhadap krisis ini, belum mengambil tindakan yang memadai.
Ini menciptakan kesenjangan antar generasi yang mendalam, di mana tanggung jawab dan akibat dari tindakan atau ketidakberdayaan saat ini jatuh pada mereka yang tidak memiliki andil dalam menciptakan masalah tersebut.
***
Greta juga mengkritik kapitalisme dan konsumerisme, yang menurutnya menjadi akar dari krisis iklim. Ia melihat bahwa sistem ekonomi global yang mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa batas sering kali mengorbankan lingkungan.
Pandangan ini mencerminkan kritik filosofis terhadap model ekonomi yang tidak kompatibel dengan keberlanjutan ekologis. Greta menuntut perubahan sistemik, bukan hanya perubahan perilaku individu, untuk mengatasi masalah ini.
Melalui gerakan Fridays for Future, Greta telah memobilisasi jutaan siswa di seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam aksi protes iklim. Gerakan ini telah berkembang menjadi platform global yang memperkuat suara generasi muda dan mengubah kesadaran kolektif tentang urgensi krisis iklim.
Selain aksi fisik, Greta juga sangat efektif dalam menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan iklim dan memobilisasi dukungan global.
Greta juga telah berbicara di berbagai forum internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Forum Ekonomi Dunia. Dalam pidato-pidatonya, Greta selalu menekankan bahwa tindakan drastis diperlukan segera untuk mengatasi krisis iklim. Dia tidak ragu untuk mengkritik para pemimpin dunia yang dianggapnya gagal mengambil tindakan yang diperlukan.
Perjumpaan Greta Thunberg dengan Paus Fransiskus
Salah satu momen penting dalam perjalanan aktivisme Greta Thunberg adalah perjumpaannya dengan Paus Fransiskus. Pada April 2019, Greta bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan. Perjumpaan ini mempertemukan dua tokoh yang sangat peduli terhadap isu lingkungan, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.
Paus Fransiskus sendiri dikenal sebagai seorang pemimpin agama yang sangat vokal dalam isu-isu lingkungan, terutama setelah menerbitkan ensiklik Laudato Si’ pada tahun 2015, yang membahas tentang perlindungan terhadap bumi sebagai “rumah bersama”.
Dalam pertemuan tersebut, Paus Fransiskus memberikan dukungannya terhadap gerakan yang dipimpin oleh Greta. Ia memuji upayanya dalam meningkatkan kesadaran global tentang perubahan iklim dan menekankan pentingnya terus berjuang untuk lingkungan.
Greta, di sisi lain, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan tersebut dan memberikan hadiah simbolis berupa poster bertuliskan “Join the Climate Strike,” yang menunjukkan ajakan kepada semua orang, termasuk tokoh agama, untuk terlibat dalam perjuangan melawan perubahan iklim.
Perjumpaan ini tidak hanya penting karena mendatangkan dukungan moral dari salah satu pemimpin agama paling berpengaruh di dunia, tetapi juga karena menunjukkan bagaimana isu perubahan iklim melampaui batas-batas agama, budaya, dan politik.
Dukungan dari Paus Fransiskus membantu melegitimasi gerakan yang dipimpin oleh Greta di mata berbagai kalangan, termasuk komunitas-komunitas yang mungkin sebelumnya tidak terlibat aktif dalam diskusi lingkungan.
***
Dampak dari aktivitas Greta sangat signifikan. Ia telah berhasil membawa isu perubahan iklim ke garis depan diskusi publik dan mempengaruhi kebijakan iklim global. Beberapa negara telah memperbarui komitmen mereka untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi energi.
Namun, Greta juga menghadapi kontroversi dan kritik. Beberapa pihak menganggap pendekatannya terlalu simplistis dan emosional, sementara yang lain merasa bahwa ia terlalu fokus pada negara-negara maju, mengabaikan isu-isu lingkungan lain yang juga penting.
Dari perspektif filsafat lingkungan, peran Greta Thunberg dalam konteks etika lingkungan dan tanggung jawab moral umat manusia terhadap bumi sangat penting. Greta mengangkat pertanyaan mendasar tentang bagaimana kita seharusnya hidup di planet ini dan bagaimana tanggung jawab kita terhadap generasi mendatang seharusnya mempengaruhi tindakan kita saat ini.
Greta menantang kita untuk mempertimbangkan kembali konsep keadilan dan tanggung jawab dalam konteks global. Pendekatannya mengingatkan kita bahwa perubahan iklim bukan hanya tantangan teknis atau ilmiah, tetapi juga tantangan moral yang mendasar.
Ini mengundang kita untuk melihat krisis iklim tidak hanya sebagai tantangan teknis atau ekonomi, tetapi juga sebagai panggilan untuk bertindak demi keadilan, baik bagi manusia maupun seluruh makhluk hidup di bumi.
Greta Thunberg telah menjadi figur sentral dalam perjuangan global untuk mengatasi krisis iklim. Melalui aktivitasnya, ia telah memobilisasi jutaan orang untuk bertindak dan menuntut perubahan. Dampak dari gerakannya sangat signifikan, meskipun masih ada tantangan besar yang harus dihadapi.
Dari perspektif filosofis, peran Greta sangat penting dalam mengangkat isu-isu mendasar tentang keadilan, tanggung jawab moral, dan hubungan kita dengan alam.
Perjumpaannya dengan Paus Fransiskus menyoroti dimensi spiritual dan etis dari perjuangannya, menegaskan bahwa krisis iklim adalah isu universal yang memerlukan tanggapan dari semua lapisan masyarakat.
Tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga momentum ini dan memastikan bahwa gerakan yang dipimpinnya dapat terus berkembang dan memberikan dampak yang nyata dalam menghadapi salah satu tantangan terbesar yang pernah dihadapi umat manusia.
Editor: Soleh