Oleh: Irvan Shaifullah
Dalam buku Quantum Writing (2016) karya Hernowo Hasim, terutama di bab awal tentang paradigma kepenulisan, ia menuliskan beberapa pendapat dan peneltian yang menarik berkaitan dengan aktivitas tulis menulis. Salah satu yang menjadi titik tekannya bahwa menulis dapat menyehatkan tubuh serta dapat mengencangkan kulit wajah. Tentu, Anda boleh percaya atau tidak dengan pendapat tersebut. Tapi aktivitas menulis, mau tidak mau, diakui atau tidak diakui, sangat berpengaruh kepada kondisi psikologi penulis. Ada rasa yang ‘tak biasa’, yang tiba-tiba datang setelah menyelesaikan tulisan. Dan, Anda tidak akan mendapatkan perasaan tersebut, jika anda tak pernah melakukannnya.
Menulis itu Menyehatkan?
Dalam dunia pemikiran Islam modern dikenal seorang penulis perempuan yang tulisannya seringkali bersifat ‘mempertanyakan,’ bahkan terkesan ‘menggugat.’ Nama penulis perempuan itu adalah Fatima Mernissi. Lahir pada 1940 di Fez, Maroko, Mernissi mengawali karirnya dengan mengajar di Univesitas Mohamad V sejak 1974-1980, setelah mempelajari ilmu politik dan sosiologi di universitas yang sama. Karyanya banyak ditulis dalam bahasa Prancis dan Arab. Beberapa karya yang telah diterbitkan dalam bahasa Inggris seperti: Beyond the Veil, Doing Daily Battle, Women and Islam, The Forgotten Queens of Islam, Islam and Democracy, danDream of Trespass. Beberapa pula sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, salah satunya berjudul Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita dalam Sejarah Muslim (1999). Dalam satu bab di buku ini, Mernissi menuliskan bahwa, “menulis lebih baik ketimbang operasi pengencangan kulit wajah.” Di tulisannya itu, Mernissi berpesan kepada pembacanya,”usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa! Dari saat anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata anda akan segera lenyap dan kulit anda akan terasa segar kembali.”
Pendapat Mernissi boleh Anda percaya, boleh juga tidak. Tapi pada tahun 1990-an, seorang psikolog yang telah melakukan penelitian selama lima belas tahun tentang pengaruh upaya membuka diri terhadap kesehatan fisik, menerbitkan sebuah buku berjudul: Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions. Buku ini membahas bagaimana upaya mengungkapkan segala pengalaman yang tidak mengenakkan dengan kata-kata bisa mempengaruhi pemikiran, perasaan, dan kesehatan tubuh seseorang. James W Pennebaker, penulis buku itu, mengungkapkan bahwa menulis tentang hal-hal yang negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.
Dr Pennebaker memulai penelitiannya dengan menyiapkan kelompok percobaan dan pembanding. Kemudian diantara dua kelompok itu, kelompok percobaan mendapatkan terapi menulis setiap hari dan kelompok pembanding tidak melakukan itu. Singkatnya, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa orang orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang orang yang menuliskan masalah remeh temeh. Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif dan kesehatan fisik yang lebih baik.
Dalam hasil penelitian lain, menulis juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Pertama-tama, prosedur yang dilakukan dalam penelitan ini adalah dengan mengumpulkan para relawan berjumlah 10 orang untuk menulis dan menumpahkan semua isi hati mereka. Kemudian darah mereka diambil sebelum dan setelah terapi menulis dengan jangka waktu sekitar 6 minggu. Lalu, apa yang ditemukan? Tenyata orang orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menujukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh-temeh.
Rasionalisasinya sekaligus prosedur dalam ilmu kesehatan untuk penelitian ini dimulai saat peneliti harus memisahkan sel darah dan meletakkan sejumlah sel darah putih di sebuah cawan petri kecil. Pada setiap cawan ini terdapat berbagai macam zat mitogen dengan jumlah yang berbeda-beda. Cawan-cawan ini kemudian diinkubasikan selama dua hari untuk memberikan kesempatan sel darah putih untuk membelah dan berkembang-biak bersama dengan mitogen yang berada di tengah tengah mereka.
Cukup menarik sebenarnya prosedur penelitian ini, sebab di dalam tubuh manusia terdapat berbagai jenis sel darah putih atau limfosit yang mengendalikan fungsi kekebalan tubuh. Sebagai contoh, limfosit-T bisa merangsang limfosit lainnya untuk membuat antibodi. Bersama-sama dengan sistem pertahanan tubuh lainnya, antibodi bisa menghambat perkembangan, bahkan membunuh virus dan bakteri yang merupakan benda asing. Ukuran kekebalan yang dipakai menstimulasikan proses ragawi yang berlangsung di cawan petri ini. Seperti halnya cirus dan bakteri bisa menstimulasikan pertumbuhan limfosit-T di dalam tubuh, mitogen juga bisa melakukan hal yang sama di cawan petri. Jika limfosit membelah diri dengan kecepatan yang sama saat bertemu mitogen, kita bisa menduga bahwa sekurang-kurangnya sebagian sistem kekebalan bekerja dengan cepat dan efisien.
Manfaat menulis juga disampaikan oleh Dr Pennebaker, bahwa menulis dapat menjernihkan pikiran. Menulis juga dapat mengatasi trauma. Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru. Menulis membantu memecahkan masalah. Dan menulis-bebas membantu ketika kita terpaksa harus menulis.
So, tidak ada salahnya bukan kalua mulai sekarang Anda mencoba untuk menulis. Ya, menulis apa saja, bebas dan mengalir. Toh, nanti setiap tulisan kita pasti akan menemukan pembacanya masing masing.
* Wakil ketua PDPM Bidang Kaderisasi dan Pendidikan, Pengasuh di PP Al-Mizan Lamongan
Editor: Arif