Organisasi Internasional BRICS baru saja melakukan konferensi tingkat tinggi tahunan ke-16 nya pada bulan Oktober lalu. Pertemuan organisasi Internasional ke-16 tahun ini dilaksanakan di kota Kazan, Tatarstan. Pertemuan ini merupakan KTT BRICS pertama yang mengikutsertakan Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab sebagai anggota, setelah mereka bergabung dengan organisasi tersebut pada KTT BRICS ke-15.
Tetapi saya di sini tidak akan membahas mengenai geopolitik internasional kontemporer. Saya lebih tertarik untuk membahas cerita mengenai Kazan, salah satu pusat kejayaan politik, spiritual, dan budaya dunia Islam yang tertua di Rusia.
Asal usul kota Kazan sendiri diselimuti misteri dan perdebatan. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai apakah kota itu didirikan oleh bangsa Bulgar Volga pada awal Abad Pertengahan atau oleh Bangsa Tatar dari Gerombolan Emas pada pertengahan abad ke-15. Catatan tertulis dari sebelum abad ke-15 sangat sedikit, sehingga sulit untuk menentukan asal usulnya secara pasti. Jika kota Bulgar memang ada di situs ini, perkiraan menunjukkan kota itu dapat didirikan kapan saja antara awal abad ke-11 dan akhir abad ke-13. Kota Kazan memiliki posisi strategis, berdiri sebagai pos perbatasan antara Bulgaria Volga dan dua suku Finnik, Mari dan Udmurt.
***
Jika Kazan sudah ada pada abad ke-11 dan ke-12, kota ini kemungkinan menjadi tempat persinggahan penting di jalur perdagangan sungai Volga yang menghubungkan daerah Skandinavia dengan Persia. Kota ini berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, dan berpotensi menjadi kota penting bagi para pemukim Bulgar, meskipun ibu kota mereka berada lebih jauh ke selatan di kota Bolgar.
Pada masa itu, pasukan Mongol di bawah komando Genghiz Khan sedang menaklukkan Korea, Tiongkok, Asia Tengah, Iran, Kaspia barat, Kaukasus timur, dan Volga selatan. Pada tahun 1223, Volga Bulgaria memukul mundur agresi Mongol dan mempertahankan kemerdekaan mereka. Tetapi pada tahun 1237 ketika mereka akhirnya dikalahkan oleh Mongol pimpinan Khan Batu, cucu Genghiz-khan. Invasi Mongol membawa Kazan di bawah kekuasaan Mongol, yang selamanya mengubah sejarah dan budaya mereka.
Banyak elit Bulgar kemudian bergabung dalam struktur sosial Genghizid, bersama dengan para elit Khwarazmian, Iran, Uyghur dan Cina. Namun, kelompok elit Bulgar lainnya bermigrasi ke daerah antara sungai Volga dan Viatka, tempat yang akan menjadi inti dari masa depan Kekhanan Kazan. Setelah bangsa Mongol menghancurkan wilayah Bolğar dan Bilär pada abad ke-13, para migran bermukim kembali di Kazan. Kazan menjadi pusat kadipaten yang menjadi wilayah kekuasaan Kekhanan Kipchaq.
***
Pengadopsian Islam sebagai agama negara oleh Kekhanan Kipchaq (disebut juga Gerombolan Emas) menandai asimilasi elit Mongol ke dalam budaya rakyat Turki yang telah diislamkan, terutama bangsa Bulgar Volga. Dari pertengahan abad ke-14 hingga kemunduran Gerombolan Emas pada tahun 1437, elit Volga Bulgar memainkan peran dominan dalam perkembangan budaya dan Islam.
Kerajaan Kazan muncul pada tahun 1402, saat orang-orang Bulgar Volga bermigrasi ke utara. Khan pertama Kazan adalah Alibek, keturunan Khan Bulgar Volga terakhir. Secara nominal, ia mengakui supremasi Gerombolan Emas dan wajib membayar yasak (upeti). Pada kenyataannya, kerajaan Kazan menikmati kemerdekaan yang cukup besar dari Saray, dimana struktur politiknya mencerminkan struktur Mongol, tetapi mempertahankan identitas budaya dan etnis Bulgar-nya.. Pada abad ke-15, Kazan benar-benar berkembang pesat, menjadi ibu kota Kekhanan Kazan. Selama periode ini, kota ini muncul sebagai pusat budaya, pembelajaran, dan perdagangan Islam.
Pada tahun 1430-an, Kekhanan Kazan telah menjadi negara yang kuat, menghentikan pembayaran upeti dan mencetak mata uangnya sendiri. Kemakmuran Bolgar difasilitasi oleh lokasinya yang menguntungkan di dekat aliran Sungai Kama ke Volga, tempat pameran dagang besar, Aga-Bazaar, diadakan. Pasar kota, Taş Ayaq‘, menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah sungai Volga. Pada tahun 1445, meskipun penguasa Kipchaq di Saray berupaya untuk merebut kembali kendali, Kekhanan Kazan berhasil bertahan.
***
Sebagai pusat Islam di Eurasia, Kekhanan Kazan memformalkan praktik-praktik Islam dan mengkodifikasikan madzhab Hanafi Islam Sunni sebagai landasan hukumnya. Jaringan ulama Muslim yang kompleks didirikan. Kelompok ulama di Kazan terdiri dari para seyid, syekh, mullah, imam, darwis, haji, hafiz, danishmend, syekh-zade, dan mullah-zade. Mereka menikmati status sosial dan otoritas yang tinggi. Pemimpin agama sendiri dipilih dari para seyid dan dianggap sebagai tokoh terpenting kedua di Kekhanan Kazan. Dia biasanya memimpin pemerintahan sementara selama masa kekosongan/transisi kekuasaan.
Cendekiawan Muslim Bolgar dipengaruhi oleh para pemikir Islam terkemuka seperti al-Ghazali, al-Maarri, Umar an-Nasafi, Ibnu Taimiyah, dan Saaduddin at-Tahtazani yang terkenal kritis. Tidak seperti wilayah lain, Golden Horde lebih berfokus pada pencapaian perdamaian dan kemakmuran ekonomi daripada dogma agama yang ketat, yang memungkinkan pendekatan yang lebih fleksibel terhadap hukum Islam.
Para ulama Kazan menyesuaikan sistem hukum yang bercorak mazhab Hanafi dengan kondisi lokal. Ulama Kazan cenderung mengandalkan prinsip ijma’ sebagai dasar fiqh yang sah dan menekankan kekhasan Islam di wilayah Volga. Pilihan ini diambil melihat “keterasingan” Kazan secara geografis dari pusat-pusat dunia Islam, selain karena kebutuhan negara. Kepatuhan terhadap tradisi tajdid (pembaruan) memungkinkan ulama Kazan untuk mengecilkan perbedaan dogmatis serta menekankan nilai-nilai moral dan sosial agama. Di sana, tugas politik dan agama yang utama bukanlah untuk menegaskan iman yang benar, tetapi untuk mencapai kedamaian, ketertiban, dan kemakmuran ekonomi.
Pada tahun 1552, Kazan direbut oleh Khan Ivan yang mengerikan dari Keadipatian Moskow. Pada abad-abad berikutnya, Kazan tumbuh menjadi pusat industri, spiritual, dan budaya Rusia. Setelah pembubaran Uni Soviet, Kazan tetap menjadi ibu kota Republik Tatarstan.
Editor: Soleh