Falsafah

Keluar dari Belenggu Manusia Bersama Gadamer

3 Mins read

Hans-Georg Gadamer ialah seorang filsuf kontemporer yang memiliki konsen dalam bidang hermeneutika atau cara membaca sebuah teks. Untuk mengetahui cara berfikir Gadamer, kita perlu membahas seorang yang bernama Martin Heidegger dengan teori faktisitas (keterlemparannya). Sekilas penjelasan posisi manusia bagi Heidegger adalah sebuah subjek yang hanya mungkin mengenal dirinya dari luar dirinya, yang berarti manusia tidak pernah ada kecuali keberadaan yang lainnya.

Dari penjelasan Heidegger dapat dipahami bahwa manusia terlempar dari suatu keadaan kepada suatu keadaan yang tidak bisa dihindari, dengan kata lain manusia adalah belenggu manusia itu sendiri. Menurutnya, manusia sebagai belenggu merupakan perwujudan dari pembatasan dan nilai penentu kebebasan. Oleh karenanya, untuk menemukan keberadaan sebenarnya manusia harus memberi jarak kepada semua nilai dan pembatas, yaitu sebagai orang yang jauh melihat dari kejauhan (dasain). (F. Budi Hardiman, 2015)

Belenggu Manusia Menurut Gamader

Pemikran tersebut merangsang atau memicu dialektika yang mendalam bagi Gadamer, yang kemudian melahirkan teori fusi of Horizon. Menurutnya, tidak rasional manusia terlepas dari nilai-nilai jika dihadap pada suatu realitas, fenomena, atau bahkan teks. Manusia harus tunduk pada dua hal, yaitu otoritas pengetahuan (nilai) dan tradisi. Sejak awal manusia memang sudah dibelenggu oleh dua hal tersebut, namun untuk melepas belenggu itu bukan dengan cara meniadakannya, melainkan dengan cara Fusi of Horizon.

Melepaskaan Belenggu Manusia

Pada dasarnya, upaya untuk melepaskan belenggu yang melekap sejak lahir pada manusia itu merupakan usaha yang sia-sia. Seperti Plato misalnya, mengatakan bahwa manusia selalu hidup dalam bayang-bayang dirinya sendiri dan mereka menikmati kehidupan itu. Manusia justru tidak ingin lepas dari belenggu itu, meskipun Plato kelak membuat analogi yang disebut sebagai Analogi Goa.

Baca Juga  Benarkah Filsafat Sesat dan Menyesatkan?

Suatu usaha juga dilakukan oleh Aristoteles dengan upaya mengkritik pemahaman Plato sebelumnya, lalu mengajukan sebuah konsep empirisme. Emperisme adalah sebuah pemahaman bahwa manusia hidup dalam pengalamannya, sehingga dengan radikal Aristoteles mendeklarasikan bahwa ide adalah bias atau jejak dari pengalaman seseorang, bukan kebenaran mutlak sebagaimana pemahaman Plato.

Akan tetapi justru usaha yang dilakukan oleh Plato dan Aristoteles malah menambah belenggu itu sendiri, karena apa yang disebut sebagai pemahaman segala hal adalah bayang-bayang dan realitas adalah kebenaran sesungguhnya, menjelma menjadi otoritas baru atas pemahaman yang membelenggu.

Maka dari itu, upaya yang dilakukan oleh Gadamer justru berbeda dari pendahulunya dalam mengatasi keterbelengguan manusia. Ia menawarkan suatu konsep mengabungkan dua otoritas pengetahuan untuk upaya menemukan jalan tengah dari keduanya sebagai kompromi Horizon. Dimana memahami sesuatu harus mendealektikakan antara Horizon manusia sebagai subjek dengan Horizon Otoritas Pengetahuan sebagai subjek yang lainnya.

Dengan peniadaan sebuah objek, maka manusia dengan sendirinya telah melepaskan dirinya dari belenggu. Hanya karena ada suatu yang dianggap objeklah, maka suatu yang terbelenggu itu hadir dalam pengertian filosofis.

Implementasi Fusi of Horizon

Dalam prakteknya tidak semudah penjelasan yang diutarakan sebelumnya, justru sebelum mengimplementasikan teori Fusi of Hosrizon seseorang harus memahami terlebih dahulu. Lantas apa yang disebut dengan Horizon? Horizon adalah suatu keadaan bawaan lahir atau bawaan sejak sesuatu itu ada. Misalkan seorang manusia, Horizon utamanya adalah lingkungan dan pengalamannya, jika diumpamakan pada suatu teks/ benda, maka Horizon bawaannya adalah fungsi dari teks atau benda itu sendiri.

“Teks berbicara sendiri” pengalan kata ini adalah buah fikir yang lahir dari seorang Gadamer, yang mana kalau kita runut ke belakang akan jauh sekali, misalnya filsuf sebelumnya seperti John Langshaw Austin menyebutkan, “Don’t ask for the meaning, ask for the use” maknanya jangan tanyakan tentang makna (epistemologi), tanyalah tentang tindakan. Sebagaimana reaksi yang muncul dari seorang perempuan jika diberikan setangkai mawar, maka tidak relevan menanyakan makna dari pemberian, tapi lihatlah reaksi dari peristiwa itu.

Baca Juga  Metode Ibnu Rusyd dalam Mencari Kebenaran

Kompromi atau peleburan istilah dalam buku “Seni Memahami” karya Budi Hardiman, antara Horizon manusia dengan subjek di luar manusia maka akan melahirkan kebebasan pemahaman atas segala sesuatu. Itulah yang disebut sebagai kebebasan pengetahuan yang juga bermakna bahwa manusia terlepas dari belenggu otoritas pengetahuan dan tradisi.

Lalu jika demikian, apakah setiap pemahaman bebas dan berbeda dari setiap subjek pengetahuan merupakan kebenaran? Jawabannya adalah iya, setiap orang seharusnya memiliki kemampuan untuk memahami segala sesuatu, hanya saja manusia selalu dihalangi oleh otoritas pengetahuan yang ada, sehingga untuk berbicara perkara sesutau harus mendengar pakarnya terlebih dahulu, yang akibatnya melahirkan pengikut bukan intelektual.

Gadamer berupaya membawa kita keluar dari belenggu-belenggu pengetahuan dengan metode Fusi of Horizon, agar terciptanya manusia yang kritis dan berani berpikir sendiri atas segala sesuatu dan bahkan hal-hal yang melampaui kebenaran dalam agama yang selama ini hanya sebagai doktrin semata. Sebab kita juga perlu menemukan pemahaman sendiri tentang apa itu surga, neraka dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah kematian manusia. Salah dalam mengambil kesimpulan lebih baik daripada salah cara berfikir, apalagi tidak berani berfikir.

Wallahu a’lam bisowab.

Firmansyah
5 posts

About author
Alumnus S1 Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2018
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds