Perspektif

Kematian Jemaah Haji

4 Mins read

Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 merupakan penyelenggaraan haji terburuk sepanjang sejarah dilihat dari tingkat kematian jemaah. Kematian jemaah haji Indonesia tahun 2023 tertinggi yakni sebanyak 774 orang atau 3,38 permil. Jumlah ini belum termasuk jemaah haji yang meninggal di tanah air (proses keberangkatan) maupun yang sakit proses kepulangan jemaah. Jumlah jemaah haji yang meninggal dan/atau sakit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya. Tingkat kematian jemaah haji tahun 2023 merupakan tertinggi bukan disebabkan karena faktor alam.

Terlepas dari itu, ada juga yang mengapresiasi penyelenggaraan haji tahun 2023 sebagai penyelenggaraan ibadah haji yang baik. Badriyah Fayumi (kompas, 14/7/203) memberikan penilaian positif terhadap penyelenggaraan haji tahun 1444 H setidaknya karena dua hal. Pertama, haji berkeadilan gender dimana banyak perempuan yang menjadi petugas haji. Kedua, petugas haji menunjukkan dedikasi yang mengagumkan, khususnya terhadap lansia karena memperlakukan seperti, bahkan kadang lebih dari orang tua sendiri. Bahkan, Fayumi berpendapat bahwa layanan haji berkeadilan dan ramah lansia menjadi ”best practices”.

Penyelenggaraan haji tahun 2023 tidaklah sepi dari masalah. Beberapa problem klasik terulang. Abdul Jamil (proposal Riset, 2023) menyebutkan implementasi pelaksanaan haji tahun 2023 mengalami berbagai permasalahan, baik dalam hal transportasi, akomodasi, konsumsi, bimbingan ibadah, perlindungan, dan layanan bagi Jemaah Lansia. Misalnya, terjadi keterlambatan moda transportasi dalam menjemput Jemaah Haji di Muzdalifah, kapasitas tenda di Mina tidak sesuai dengan jumlah Jemaah Haji, kurang air bersih dan makan di beberapa maktab, kasus Jemaah Haji saat di Madinah yang harus pindah hotel sebelum masa tinggal mereka habis.

Selain itu, beberapa persoalan juga dikeluhkan Jemaah Lansia yaitu, tidak diperbolehkan ditemani pendamping dari pihak keluarga, adanya beberapa menu makanan yang tidak dapat mereka konsumsi, serta adanya beberapa fasilitas akomodasi dan transportasi yang tidak ramah lansia.

Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 bisa jadi dinilai buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tanpa bermaksud menyederhanakan persoalan, hal tersebut terkonfirmasi dari Indeks Kepuasan Jemaah Haji (IKJH) yang setiap tahun dilakukan oleh Dirjen Haji dan BPS sejak tahun 2010. Sebagai perbandingan tahun 2022, IKJH sebesar 90,45. Hampir bisa dipastikan, IKJH tahun 2023 turun drastis.

Baca Juga  Religious Holidays in the Plague Year – Lessons from The Indonesian Muhammadiyah Movement

Meskipun tentu tidak bisa dibandingkan IKJH tahun 2022 dan 2023, karena jumlah jemaah tahun 2022 hanya 50 persen. Jumlah jemaah haji tahun 2023 sebanyak 229.782 jemaah, sementara tahun 2022 hanya sebesar 100.051 jemaah.

Berbagai problem haji 2023 sempat menjadi pembicaraan publik. Sebelumnya sempat mengemuka soal ketidakwajaran biaya ibadah haji (Sofanudin kompas, 26/01/2023). Kenaikan biaya haji yang hampir dua kali lipat, urung diterapkan. Usulan awal pemerintah dengan skema 70 % Bipih dan 30 % nilai manfaat tidak jadi diterapkan. Berbagai persoalan muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 penyebabnya diduga proses perekrutan petugas haji yang kental akan nepotisme. Ujungnya, petugas yang terpilih tidak memiliki kompetensi sehingga pelayanan terhadap jemaah haji terabaikan (koran tempo, 4/7/2023).

Problem Haji 2023

Jumlah jemaah haji wafat tahun ini mencatatkan angka tertinggi dalam tujuh musim haji terakhir. Pada 2016, jemaah yang meninggal 342 orang dari total 168.800 orang. Pada penyelenggaraan ibadah haji 2017, dari 221.000 anggota jemaah haji, tercatat 645 orang meninggal. Tahun berikutnya, dari 203.350 anggota jemaah haji Indonesia, 359 orang meninggal. Tahun 2019, jumlah jemaah yang meninggal mencapai 447 orang dari 212.730 anggota jemaah. Adapun tahun 2022, dari 100.051 anggota jemaah yang diberangkatkan, 89 orang meninggal.

Kementerian Agama RI pada tahun 2023 memberangkatkan 229 ribu jemaah haji. Dari total jemaah haji Indonesia yang akan berangkat tersebut, jumlah yang masuk kategori lanjut usia (Lansia) dengan usia minimal 60 tahun ke atas jumlahnya mencapai 44%. Sementara jumlah jemaah haji risti (memiliki riwayat penyakit) mencapai 74,83% (156.978 orang), selebihnya yaitu jemaah haji tidak risti 25,17% (52.795 orang). Banyaknya jumlah jemaah lansia dan risti menjadi tantangan besar bagi pelaksanaan Haji tahun 2023 (Abdul Jamil, 2023).

Baca Juga  Pendidikan: Ruang Aktualisasi Ideologi

Menurut WHO, usia lebih dari 60 tahun disebut lansia, sementara Kementerian Agama RI mendefinisikan lansia usia yang lebih dari 65 tahun. Secara epidemiologi, jemaah haji lansia mempunyai risiko 7,1 kali lebih besar meninggal dibandingkan Jemaah haji bukan lansia (Anwar Musadat, 2023). Tingginya kematian jemaah bisa jadi merupakan fenomena gunung es buruknya manajemen haji tahun 2023.

Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas menyebutkan ada beberapa faktor penyebab tingginya kematian jemaah haji tahun 2023. Di antaranya pertama, jumlah jemaah lansia yang berusia 65-94 tahun sangat banyak. Jumlahnya mencapai 67.000 orang atau hampir sepertiga dari total jemaah haji yang mencapai 203.320 orang. Kedua, cuaca di Arab Saudi sangat panas dengan suhu mencapai 41-43 derajat celcius sepanjang juli kemarin (kompas, 5/8/2023).

Menurut informasi, secara keseluruhan, 211.673 jemaah haji sudah kembali ke Tanah Air. Namun, saat ini masih ada 77 orang jemaah yang dirawat di beberapa rumah sakit di Arab Saudi. Sebanyak 38 orang di Madinah, 31 orang di Mekkah, dan 8 orang di Jeddah. Satu anggota jemaah haji asal Palembang, Sumatera Selatan, Idus Rohim (87), yang hilang di Arafah sejak 28 Juni 2023 juga masih dalam proses pencarian. Pemerintah akan terus memantau melalui KJRI di Jeddah sampai Idus ditemukan dan semua yang sakit dinyatakan sembuh dan pulang (kompas, 5/8/2023).

Perubahan Mendasar

Guna meningkatkan kualitas layanan jemaah haji, ada beberapa usulan mendasar yang mengemuka. Pertama, haji cukup sekali. Gagasan ini dilontarkan salah satunya oleh Menko PMK, Muhadjir Effendi dalam rangka memutus rantai panjang antrian haji. Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Yaqub (alm) bahkan berpendapat haji yang lebih dari satu kali haram hukumnya dan bahkan termasuk perbuatan zalim. Sayang, pemikiran seperti ini bukan menjadi pandangan mainstrem.

Kedua, waktu haji tidak hanya bulan Dzulhijjah. Dalam Alquran surat Al-Baqarah 197, musim haji ada tiga bulan, yaitu Muharram, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. KH Masdar Farid Mas’udi pernah melontarkan gagasan perluasan waktu haji termasuk wukuf di dalamnya. Dengan demikian, pelaksanaan haji tidak hanya di bulan DzulhiJjah yang otomatis akan memperpendek waiting list (daftar antrean calon jemaah haji).

Baca Juga  Buya Syafii, Karya Seni yang Indah

Ketiga, tempat haji tidak hanya di Mekkah dan Madinah. Haji adalah pertemuan tahunan umat Islam di Mekkah dan Madinah. Seandainya haji bisa dilakukan di luar Mekkah dan Madinah tentu jemaah haji tidak akan terkonsentrasi di satu tempat. Hampir pasti, gagasan ini ditolak karena tidak memiliki landasan teologis.

Bagi orang Syiah, haji bukanlah merupakan rukun Islam. Sebaliknya imamah (kepemimpinan) justru yang wajib. Tentu, pandangan seperti ini tidak selaras dengan pandangan mayoritas muslim di Indonesia.

Ketiga perubahan mendasar tersebut hampir pasti ditolak oleh mayoritas muslim di Indonesia yang berpaham sunni. Alih-alih melakukan hal tersebut, manajemen haji sebenarnya bisa diperbaharui dengan mengurangi waktu/lama haji yang tidak harus semuanya 40  hari. Gagasan ini pun sulit diterima karena persoalan tradisi.

Hemat kami, gagasan yang moderat adalah membatasi usia jemaah haji sebagaimana ketika covid-19. Konsep istito’ah (kemampuan) sebagai syarat wajib haji diterapkan secara all out terutama istito’ah pada aspek kesehatan. Secara regulatif, misalnya dibuat aturan pembatasan usia jemaah haji antara 30 tahun s.d 60 tahun.

Dengan demikian, berbagai problem haji otomatis terurai. Pada umumnya, pada usia tersebut kesehatan jemaah haji masih dalam kondisi prima. Selain itu, pemerintah perlu tegas untuk melarang skema jemaah mendaftar haji dengan dana talangan (hutang pihak ketiga).

Konsep istito’ah baik dalam hal kesehatan maupun finansial perlu mendapatkan perhatian yang serius. Bukankah haji hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu?.

Editor: Soleh

Aji Sofanudin
5 posts

About author
Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds