Palestina melawan Israel bukanlah merupakan konflik merebutkan wilayah (tanah). Sebab, definisi konflik adalah perseteruan antara dua pihak (negara) yang setara. Misalnya, konflik Rusia dan Ukrania. Namun, yang terjadi di Palestina merupakan penjajahan yang tentunya berhubungan dengan kedaulatan sebagaimana yang terjadi pada Indonesia ketika dijajah oleh Belanda.
Palestina yang kondisinya belum merdeka telah dinyatakan secara resmi dalam beberapa resolusi PBB yang terdokumentasi dalam dokumen-dokumen resolusi yang menyebutkan bahwa Palestina “sedang terjajah” oleh Israel. Pemerintah Indonesia secara resmi pada era Presiden Soekarno hingga Jokowi juga menyatakan bahwa Palestina belum merdeka.
Menolak Timnas Israel di Indonesia
Apakah kondisi tersebut tidak berkaitan dengan sepakbola? Jawabannya jelas ada. Ketika sebuah negara mengalami penjajahan, maka seluruh aspek kehidupannya akan terjajah. Pemain Palestina dipersulit untuk dapat bertanding keluar wilayah Palestina dan mereka tidak dapat membangun stadion dan fasilitas olahraga lainnya di wilayah yang diduduki oleh Israel.
Presiden Soekarno telah meninggalkan pesan sakral bahwa selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada masyarakat Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel (Soekarno-1962).
Membela Palestina dapat dilakukan melalui langkah memboikot Israel, termasuk memboikot kedatangan timnas sepakbola Israel. Sebab, apabila negara Zionis diboikot oleh ramai negara, tujuan akhir yang diharapkan adalah tumbangnya Zionis dan di Palestina dapat berdiri pemerintahan yang melindungi hak-hak semua warga yang hidup di atas tanah Palestina.
Gerakan boikot pernah berhasil dilakukan oleh dunia internasional ketika membubarkan rezim apartheid di Afrika Selatan dan beberapa lembaga HAM internasional telah mempublikasikan bahwa rezim Zionis menerapkan sistem apartheid.
Ketika Indonesia mengizinkan Timnas Israel datang, berarti secara langsung Indonesia telah merubah sikap politiknya yang selama ini diyakini. Timnas Israel akan mendapatkan pelayanan, keamanan yang terjaga, dan bahkan bendera Israel dikibarkan, semuanya merupakan bagian dari politik. Sangat aneh apabila ada politisi dan buzzer yang mengatakan “sikap politik Indonesia tidak akan berubah, meskipun orang Israel datang ke Indonesia”.
Mereka tidak memahami bahwa sesungguhnya membiarkan Timnas Israel datang merupakan bagian daripada sikap politik. Penerimaan terhadap Timnas Israel pada akhirnya hanyalah menjadi permulaan yang dapat memunculkan justifikasi-justifikasi yang lain untuk dapat berbaik sikap dengan Israel dan target utama yang diharapkan oleh Israel adalah normalisasi hubungan dengan Indonesia.
***
Hal tersebut jelas kontradiktif dengan sikap Indonesia terhadap Israel di era Bung Karno hingga sekarang yaitu tidak mengakui negara Israel, tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, memandang bahwa Israel sebagai kaum kolonial penjajah bangsa Palestina.
Di lain kesempatan juga muncul narasi dari para buzzer pemerintahan yang mengatakan bahwa “Palestina tidak rugi apa-apa kalau Timnas Israel bermain di Indonesia”. Tentu narasi sembrono tersebut perlu diluruskan, bangsa Indonesia selama ini membela bangsa Palestina secara politik dan diplomatik, meskipun terdapat alternatif lain yakni berupa berperang mengangkat senjata, namun tidak dilakukan oleh Indonesia.
Dukungan melalui politik dan diplomatik kepada Palestina melalui pengucilan Israel sesungguhnya mempunyai dampak yang signifikan dan bukanlah sesuatu yang dapat dianggap remeh. Apabila sikap lunak kepada Israel dalam hal sepakbola diberikan ruang, akhirnya akan mengurangi kuantitas kelompok negara yang tegas dan konsisten melawan Israel.
***
Narasi buzzer pemerintah yang lainnya mengatakan “Ini kan keputusan FIFA. Apapun keputusan FIFA harus dihormati! Indonesia anggota FIFA. Karenanya, Indonesia harus patuh kepada statuta FIFA”. Dalam statuta yang dibuat oleh FIFA memang terdapat aturan yang melarang mencampuradukkan antara sepakbola dan politik. Namun, perlu diketahui bahwasannya fakta mengatakan bahwa statuta tersebut telah dilanggar sendiri oleh FIFA ketika melarang negara Rusia mengikuti piala dunia tahun 2022 dan memberikan pembiaran negara-negara lain mengibarkan bendera Ukrania untuk menunjukkan dukungan politik kepada Ukrania. Sebaliknya, UEFA sebuah badan konfederasi sepakbola di bawah FIFA justru telah berkali-kali memberikan hukuman kepada klub-klub melalui para penontonnya yang mengibarkan bendera Palestina.
Khusus kasus Israel, FIFA juga secara jelas telah memainkan politik dengan memberikan ancaman akan mengeluarkan negara yang menolak kedatangan Timnas Israel. Kemudian, keberpihakan FIFA pada Israel dapat dilihat juga melalui ketiadaan hukuman yang diberikan kepada liga sepakbola dan Timnas Israel. Padahal rezim Zionis telah melakukan berbagai bentuk kejahatan dan melanggar statuta FIFA yang berhubungan dengan slogan melawan diskriminasi dan rasisme.
Bahkan, ada pemain Palestina bernama Ahmed Daraghma yang dibunuh oleh Israel dalam sebuah serangan mendadak di wilayah Nablus, Tepi Barat. Sehingga, FIFA sebenarnya melakukan permainan politik dengan sengaja mendukung kegiatan kolonialisme oleh Israel terhadap bangsa Palestina, termasuk dalam sektor olahraga sepakbola.
Bagaimana Posisi Indonesia?
Bagaimana posisi Indonesia? Para pendukung hadirnya Timnas Israel di Indonesia sesungguhnya merupakan mereka yang mempunyai mental dan jiwa yang terjajah. Pemerintah Indonesia berhak melalukan kritik dan protes, bahkan melawan organisasi internasional manapun sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Soekarno ketika melawan ketidakadilan PBB dan Jokowi dalam forum G20, termasuk FIFA. Diperlukan argumentasi yang logis dan mengedepankan nilai-nilai dasar bangsa Indonesia melalui model kebijakan luar negeri, undang-undang dasar, hingga suara mayoritas rakyat.
Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia internasional bahwasannya bangsa Indonesia mempunyai sikap ketidaksukaan terhadap Israel. Reputasi Indonesia di dunia internasional justru mampu tergambarkan dengan baik ketika mempunyai konsistensi membela Palestina, bahkan di berbagai forum PBB telah dimaklumatkan oleh kementerian luar negeri dan organisasi-organisasi sosial-keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU yang telah aktif menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
Apabila Indonesia kemudian berubah sikap menjadi lembek, bermanis-manis di hadapan FIFA, dan menerima Timnas Israel dengan lapang dada dan tangan terbuka, justru akan merusak reputasi Indonesia di mata internasional dan bangsa Palestina khususnya.
Posisi Dubes Palestina untuk Indonesia
Kemudian, bagaimana posisi Dubes Palestina untuk Indonesia yang seakan menerima kedatangan Timnas Israel ke Indonesia? Hal tersebut terpaksa saya jelaskan, posisi dubes Palestina sesungguhnya kepada publik Indonesia. Palestina belum menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, meskipun PBB telah menyebutkan bahwa Palestina sebagai suatu negara (State of Palestine), ada posisi Presiden dan posisi Dubes. Namun, seluruh posisi tersebut merupakan sebatas posisi simbolik dan secara de facto bangsa Palestina belumlah berdaulat.
Hal itu dibuktikan oleh kaum Zionis yang setiap waktu mampu dengan leluasa menghancurkan rumah, melukai, membunuh orang-orang Palestina di Tepi Barat. Melakukan penyerangan di kompleks Masjidil Aqsa setiap datangnya bulan suci Ramadhan tanpa adanya kemampuan otoritas Palestina melakukan pelarangan dan perlawanan.
Jadi, Indonesia dan masyarakatnya harus kembali berpijak kepada nilai-nilai bangsa yang tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila. Jangan menjadikan nilai-nilai individu dan entitas lain sebagai parameter memutuskan sikap dan tindakan terhadap Israel. Bangsa Indonesia harus berada di garda terdepan yang menentang penjajahan, imperalisme, dan turut mewujudkan perdamaian dunia.
Editor: Soleh