Perspektif

Kenapa Umat Islam Susah Bangkit dari Kemunduran?

3 Mins read

Tulisan ini merupakan rangkuman pembahasan awal (PRAKATA) dari salah satu karya Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang berjudul “Risalah untuk Kaum Muslimin”, yang dibahas pada kajian worldview yang pernah penulis ikuti di program Pesantren Mahasiswa Bina Adabi, Yayasan Bentala Tamadun Nusantara, Yogyakarta.

Secara umum penulis memahami, prakata sebanyak kurang lebih 6 halaman yang disampaikan oleh Al-Attas dalam bukunya tersebut, memberikan gambaran tentang kondisi umat Islam pada abad ini, dan memberitahu apa yang harus dilakukan untuk bangkit dari kemunduran.

Faktor Kemunduran Umat Islam

Salah satu faktor terbesar kemunduran umat Islam hari ini yang disebutkan oleh Al-Attas adalah “jahil” terhadap agama sendiri. Umat Islam masih buta dengan agama ini, agama yang diturunkan dari langit, yang ajaran-ajarannya bersumber dari wahyu Tuhan. Agama yang dalam perjalanan sejarah telah menyelamatkan manusia dari penyembahan terhadap manusia atau benda menuju penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan yang telah menyelamatkan manusia dari kejahilan.

Tidak hanya sebagai ajaran, namun Islam merupakan sebuah peradaban yang luhur, sebuah peradaban yang pernah menguasai 2/3 dunia. Islam pada masa keemasannya tidak sekedar menjadi agama yang dianut, yang hanya mengikat manusia dengan ritual ibadah, namun Islam juga dijadikan oleh orang-orang terdahulu sebagai “The Way of Life“, aturan atau tuntunan hidup. Namun ini tidak diketahui oleh sebagian besar Umat Islam saat ini.

Di sisi lain, umat Islam hari ini telah silau dengan peradaban baru yang muncul setelah jatuhnya Peradaban Islam, yaitu Peradaban Barat. Sebuah peradaban yang dilandasi oleh ideologi sekuler, yang memisahkan urusan dunia dari nilai-nilai agama.

Bagi Barat, kemajuan yang sesunguhnya adalah bila mampu menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan melakukan “Pembangunan” sebanyak-banyaknya, tanpa memperdulikan norma atau nilai-nilai. Maka kita dapat melihat, betapa negara-negara Barat hari ini memiliki kemajuan yang pesat di bidang Ilmu Pengetahuan, teknologi, ekonomi, pembangunan, dan lain-lain.

Baca Juga  Bantuan Dana Haji dari Non-Muslim, Diterima atau Ditolak?

Atas dasar ideologi sekuler ini, Barat terus membangun peradaban mereka dengan  sistem-sistem yang jauh dari norma kemanusiaan dan nilai keagamaan, seperti membangun ekonomi dengan sistem kapitalisme, mengembangkan ilmu pengetahuan  yang bercorak sekuler dengan pemikiran yang liberal, dan membangun negara dengan sistem demokrasi yang kapitalis.

Alhasil yang terjadi adalah lahirnya manusia-manusia yang materialistis, tidak mengenal agama,  dan tidak ber-prikemanusiaan.  Tapi sayangnya umat Islam telah terbelenggu dengan peradaban barat, sehingga kebanyakan masih kagum dengan peradaban yang sejatinya rusak ini.

Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam Prakatanya menulis sebuah Syair Melayu,

Muslim tergenggam belenggu kafir,

Akhirat Luput, dunia tercicir,

Budaya jahil luas membanjir,

Banyak yang karam tiada tersaksir.”

Kita Tak Boleh Putus Asa

Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh putus asa dengan kondisi yang kita alami saat ini. Kita harus sadar bahwa Islam memiliki sejarah keemasan, dan kita wajib mengambil pelajaran sebanyak-banyaknya dari era yang gemilang itu. Kita harus paham bahwa kita memiliki agama yang kebenarannya terjamin oleh Tuhan. Kita harus pahami bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Islam bersifat universal, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, relevan untuk segala zaman, serta berkaitan dengan semua sisi kehidupan.

Seperti yang sering kita dengar bahwa sifat sejarah itu berulang, maka kita harus yakin bahwa peradaban Islam akan kembali bangkit menguasai dunia. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah menjanjikan, bahwa kelak di akhir zaman umat Islam akan kembali  memimpin peradaban, di atas “minhaj nubuwwah“.

Berkaitan dengan hal ini, Syed Naquib Al-Attas dalam Prakatanya kembali bersyair,

Sifat sejarah, menurut orang,

Ibarat Pentas bermain wayang,

Cerita lampau dihurai dalang,

Pabila tamat segera diulang.

Jika demikian Mustahil Pantang,

Giliran Islam pula mendatang;

Lakonan lama Indah Gemilang,

Di layar dunia semua terbentang.”

Ada hal yang harus kita ingat, sesungguhnya perjuangan untuk mewujudkan kembali kebangkitan Islam tidaklah instan, ia akan memakan waktu yang sangat panjang, maka dari itu kita tidak boleh terburu-terburu, dan harus mempersiapkan kebangkitan itu dengan maksimal.

Baca Juga  Corona Makin Menyebar, Inilah Seruan Din Syamsudin

Apa Solusi untuk Kebangkitan Islam?

Lalu muncul pertanyaan, apa yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan kebangkitan Islam di masa depan?

Pertama, wajib bagi kita memahami Islam secara utuh. Kita harus pelajari agama kita ini dengan serius dan sungguh-sungguh. Kita harus memahami  bahwa hakikat kemajuan Islam bukan sekedar tentang megahnya bangunan dan canggihnya teknologi. Akan tetapi kemajuan yang sesungguhnya adalah apabila masyarakatnya bertaqwa, beradab, dan berilmu.

Kedua, kita wajib mengambil peran untuk kebangkitan Islam di masa depan. Kita mulai dengan mengidentifikasi diri kita sebagai seorang Muslim ini. Sesungguhnya dalam diri kita ini terdapat berbagai atribusi. Misalnya kita adalah seorang Muslim yang juga seorang pemuda, ayah, pelajar, guru, pedagang, direktur perusahaan, dokter, atau lainnya. Tugas kita adalah menyelaraskan identitas kita sebagai Muslim dengan atribut-atribut dalam diri, kemudian kita berperan di setiap atribusi tersebut untuk kebangkitan Islam.

Terakhir sebagai penutup, penting kita ketahui bersama. Ada tiga syarat menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas bila kita ingin membangun kembali Peradaban Islam yang hebat, pertama; keberanian jiwa, kedua; keyakinan, dan ketiga; kemampuan akal (berilmu). Allahu a’lam.

Referensi:

Syed Muhammad Nquib Al-Attas, Risalah Untuk Kaum Muslimin, INSTITUT ANTARABANGSA PEMIKIRAN DAN TAMADUN ISLAM (ISTAC), Kuala Lumpur, 2001

Muhammad Jundi Rabbani
1 posts

About author
Mahasiswa Magister Ilmu Agama Islam, Universitas Isam Indonesia Pendidik di Pesantre SahabatQu, Sleman
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds