Oleh: Haedar Nashir
Apakah ada yang dapat memastikan hari esok? Bahwa kita pasti jaya atau sebaliknya terpuruk. Begitu pula nasib Indonesia ke depan seperti apa? Akankah meraih berkah karena para penghuninya sadar diri atau nestapa karena banyak yang angkuh kuasa.
Masa depan itu ibarat kematian, tiada yang tahu persis nasib manusia di dalamnya. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya:
“… Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman: 34).
Kata TS Iliot, masa depan ada di hari ini dan masa lalu. Betapa sering rabun batas masa depan itu. Meski tiga fase waktu itu berada dalam satu kesatuan matarantai yang sama, sering manusia lalai dan terkecoh dibuatnya.
Hal terpenting dari ruang waktu yang selalu hadir bersama kita itu ialah kita mau berbuat apa hari ini dan di hari esok setelah melewati hari-hari berlalu yang sarat dinamika. Dinamika antara sukses dan gagal, baik dan buruk, berbuat benar atau salah, suka dan duka, serta segala warna khas dunia nan fana.
Kesadaran Al-Ashr
Menutup tahun lama dan memasuki tahun baru menuntut kesadaran tinggi dalam ruang waktu yang membumi. Kadang atau sering manusia karena merasa sukses lupa diri, lalu berbuat sekehendaknya. Sebaliknya karena ketidakberhasilan atas sesuatu merasa jatuh diri. Keduanya sering lupa bersyukur atas nikmat Allah yang telah memberi anugerah dalam hidup ini seperti sehat, usia, lebih-lebih nikmat iman.
Bagi kaum muslimun, menghadapi kehidupan dalam untaian waktu yang terus bersambung penting ada kesadaran “al-ashr” tentang hakikat hidup meruang dan mewaktu yang akan berujung kerugian jika tanpa iman, amal shaleh, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Iman Syafii menyatakan cukuplah dengan Surah Al- Ashr untuk bekal kehidupan jika setiap insan mampu memikirkannya.
Kiai Ahmad Dahlan pendiri Muhammdiyah bahkan mengajarkan Surat Al-Ashr selama 7-8 bulan kepada para muridnya sampai paham hakikatnya dan mengamalkannya untuk pencerahan hidup. Boleh jadi banyak orang yang merasa sukses duniawi dalam rengkuhan kuasa yang bisa melakukan apa saja tanpa dapat dicegah orang lain hatta jalan salah sekalipun karena merasa diri digdaya. Namun sesungguhnya mereka merugi karena keberhasilan dan kedigdayaanya kehilangan ruh iman, kesalihan, dan pencerahan diri sehingga menyusahkan sesama dan membawa keburukan dalam kehidupan bersama.
Karenanya kesadaran “al-ashr” dapat dijadikan energi ruhaniah bagi elite dan warga bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Jadikan kesadaran “al-ashr” sebagai ruhani pencerah diri setiap insan Indonesia apa pun posisi dan perannya. Yakni kesadaran tertinggi atas hakikat kehidupan yang dijalaninya dengan pijakan iman dan amal shaleh disertai kekuatan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran untuk hidup berindonesia yang benar, lurus, dan autentik sesuai yang diletakkan para pendiri bangsa.
Teologi Al-Ashr akan melahirkan insan waspada lahir dan batin untuk berbuat dalam kesadaran ruang-waktu yang membumi. Termasuk dalam berbuat yang terbaik dalam membawa Indonesia menjadi negwri gemah ripah lohjinawi yang terus mengaktual (ashariyah, modern) dalam segala lintasan zaman. Jangan lepaskan politik, ekonomi, pendidikan, infrastuktur, dan pembangunan Indonesia dari jiwa “al-ashr” sebagai kesadaran keindonesiaan yang profetik dan transformatif bagi masa depan Indonesia yang tercerahkan.
Komitmen Bersama
Apa yang harus diperbuat untuk hari esok Indonesia? Kewajiban para elite dan warga bangsa ialah berbuat yang benar, baik, dan utama bagi masa depan Indonesia milik bersama secara bertanggungjawab. Sebaliknya menjauhi segala hal salah, buruk, dan rendahan secara serampangan yang membuat nasib Indonesia nestapa akibat perbuatan serbanegatif di negeri tercinta ini.
Jika para pejabat negara dari Presiden sampai ke tingkat bawah maupun mereka yang berada di legislatif dan yudikatif serta institusi lainnya melakukan kebijakan yang mencerdaskan, menyejahterakan, dan memajukan bangsa dan negara secara bertanggungjawab berbasis jiwa kenegarawanan maka selamatlah Indonesia ke depan.
Sebaliknya, manakala semaunya dalam membawa Indonesia atas selera masing-masing karena merasa berkuasa maka Indonesia akan menjadi pertaruhan berat. Apalagi jika banyak paradoks dibiarkan bertumbuh. Seperti menguatnya oligarki dan dinasti politik yang meluruhkan demokrasi.
Berkuasanya para taipan dan pemilik modal bukan hanya dalam menguasai sumber-sumber ekonomi dan hajat hidup publik, sekaligus mengendalikan politik kekuasaan dari hulu sampai hilir. Kekayaan alam dan hajat hidup publik dirusak oleh segelintir pihak yang memperoleh topangan kuat kekuasaan. Sementara arah negara tidak dibimbing oleh jiwa, pikiran, cita-cita, visi besar keindonesiaan yang diletakkan para pendiri bangsa karen para elite puncaknya sampai bawah serba pragmatis dan miskin visi kenegaraan.
Semua paradoks itu sesungguhnya dapat dipecahkan bersama meski jalannya panjang jika para elite di seluruh struktur mau berintrospeksi diri disertai sikap berani jujur untuk memperbaiki visi dan langkah secara benar sesuai amanat konstitusi. Seraya berani melakukan langkah rekonstruksi kehidupan kebangsaan secara bermakna atas fondasi Pancasila yang dijewantahkan secara benar dan membumi. Sambil buang kenagkuhan kuasa merasa paling digdaya karena memperoleh mandat rakyat agar tidak butatuli terhadap realitas yang timpang dan paradoks. Insya Allah tidak ada kata terlambat demi jalan lurus Indonesia ke depan.
Segenap kekuatan harus berkomitmen bersama memecahkan masalah Indonesia dan membawanya pada kemajuan yang berkarakter keindonesiaan sebagai negara-bangsa yang relijius, berpancasila, dan berkebudayaan luhur nan utama. Jangan girang kalau Indonesia banyak beban masalah, sebaliknya jangan arogan seolah tak ada masalah. Semuanya bersama memecahkan masalah dan menjayakan Indonesia dengan jiwa Persatuan Indonesia yang tulus dan autentik.
Saatnya semua pihak di negeri tercinta ini membangun optimisme sambil waspada dan berintrospeksi diri untuk menjadikan hari esok Indonesia lebih baik dari sebelumnya dengan berpijak kokoh di atas jatidiri keindonesiaan yang telah diletakkan oleh para pendiri negara 74 tahun silam. Indonesia ke depan berada di tangan seluruh elite dan warga bangsa yang selalu eling lan waspada dalam sukma kesadaran Al-Ashr!
*Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah, Jumat 27 Desember 2019, Dimuat di Republika, Selasa 31 Desember 2019.
Editor: Azaki Khoirudin