Tafsir

Kesetaraan Gender itu Fitrah Manusia

4 Mins read

Kesetaraan Gender | Eksistensi perempuan dalam sosial masyarakat menempati posisi sentral. Terutama, menjadi aktor yang bertanggungjawab dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Dalam realita kehidupan modern saat ini, perempuan tidak hanya sekedar memiliki peran pasif terhadap pengelolaan perekonomian keluarga.

Bagi perempuan karir, bekerja adalah prioritas utama yang dapat menunjukkan eksistensinya dalam sosial masyarakat, baik dalam segi kebermanfaatan maupun pemenuhan kesejahteraan keluarga.

Sedangkan bagi perempuan buruh, bekerja adalah suatu kebutuhan yang dilakukan untuk pemenuhan kesejahteraan keluarga atau sebagai tambahan ekononomis dari apa yang telah diberikan oleh kepala keluarga.

Tetapi dibalik eksistensi perempuan tersebut, mereka mendapat perlakuan tidak adil dalam dunia ketenagakerjaan, terutama dari kaum patriarki yang tidak mengakui eksistensi mereka. Menurut Maria Ulfah Anshor, seorang Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, bahwa kekerasan perempuan dalam ketenagakerjaan menempati posisi ketiga dari banyaknya kekerasan yang dialami oleh perempuan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2021, tercatat ada 344 kasus kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja.

Al-Qur’an adalah kitab rahmatan lil ‘alamin. kitab yang tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya memberikan petunjuk kepada manusia tentang keadilan terhadap perempuan. Salah satunya adalah konsep kesetaraan gender dalam ketenagakerjaan. Contohnya adalah QS. Al-Nahl ayat 97.

Kajian Tafsir QS. Al-Nahl: 97

       مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Berdasarkan ayat atas, penyebutan lafal amila didahului dengan konjungsi الذين yang mana termasuk dalam isim maushul bentuk jamak.

Baca Juga  Musdah Mulia, Pembela HAM dan Demokrasi yang Kontroversial

Fu’ad Ni‘mah menjelaskan bahwa lafal “الذين، اللاتي، اللائي” digunakan untuk manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang berakal tanpa terkecuali (Ni‘mah, 2011: 94-96).

Hal ini kemudian dikuatkan dengan dalil Al-Qur’an surah al-Nahl ayat 97 مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ… yang artinya “siapapun mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman… “.

Shaikh Muhammad Mutawalli Sya‘rawi dalam penafsirannya menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan gambaran kepada hamba-Nya suatu perkara yang umum, yaitu masalah kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Adapun mengenai amalan saleh yang diterima di sisi Allah SWT adalah terletak pada iman. Allah SWT tidak melarang bagi para wanita untuk mengerjakan amal saleh, karena amal saleh sama-sama diterima oleh-Nya, baik dari laki-laki maupun perempuan, dengan letak syaratnya adalah pada iman. Oleh sebab itu Allah SWT berfirman  وهو مؤمنٌ yang artinya “dalam keadaan beriman…” (Sya‘rawi, 1991: 8194-8195).

Kemudian al-Sha‘rawi menambahkan, sejatinya amal saleh dapat dilakukan dengan banyak bentuk seperti kebermanfaatan kepada sesama manusia maupun kepentingan pribadi selama dilandaskan pada keimanan kepada Allah SWT (Sya‘rawi, 1991: 8195).

Sehingga baik laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak untuk bekerja dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup atau menunjukkan eksistensinya di masyarakat.

Kesetaraan Gender Tidak Terlepas dari Fitrah Manusia

Walaupun memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam ketenagakerjaan, tetapi perempuan juga harus memahami fitrah yang mereka miliki.

Perempuan adalah seorang istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya yang dimulai sejak masa kandungan, dan anak bagi orang tuanya sebagai implementasi dari konsep kesetaraan gender pada ayat di atas yang dilandaskan pada keimanan.

Sebagai Istri

Pekerja perempuan, walaupun aktif dalam pekerjaan, mereka tidak boleh lupa terhadap kewajibannya untuk taat kepada suami. Sebab pada dasarnya, suami adalah kepala keluarga yang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah. Maka menjamu dan melayani suami, menjaga serta mengelola harta suami dengan baik adalah prioritas utama. Sebagaimana dalam QS. An-Nisa’: 34 yang artinya,

Baca Juga  Rihlah Perkembangan Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Sebagai Ibu

Fitrah perempuan juga adalah menjadi seorang ibu yang harus menjaga anak-anaknya, serta menjadi madrasah pertama bagi mereka. Ibu harus memperhatikan keamanan anak-anaknya dengan kecukupan nutrisi makanan untuk kesehatan dan kasih sayang untuk rohani anaknya. Sebagaimana dalam QS. Luqman: 14 yang artinya,

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Sebagai Anak

Seorang pekerja perempuan yang masih memiliki orang tua, mereka memiliki kewajiban untuk terus berbakti kepada orang tua. Terutama orang tua lansia yang butuh perhatian penuh dari anak-anaknya. Sebab kondisi jasmani yang terus melemah. Apalagi dalam agama Islam, tuntutan untuk berbakti kepada orang tua menempati posisi yang penting. Sebagaimana dalam QS. Al-Isra’: 23 yang artinya,

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Kesimpulan

Al-Qur’an memberikan gambaran kepada manusia tentang kesetaraan yang dimiliki oleh kaum perempuan dengan kaum laki-laki dalam bidang ketenagakerjaan. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam QS. al-Nahl ayat 97 dengan lafal ‘amila shalihah yang ditunjukkan baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Baca Juga  Alimatul Qibtiyah: Masih Banyak Ketidaksetaraan Gender di Indonesia

Al-Sha’rawi menafsirkan bahwa ayat tersebut tidak melarang perempuan untuk beramal saleh, sebab yang menjadi indikator utama adalah keimanan, bukan gender. Walaupun sejatinya perempuan memiliki hak untuk bekerja dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup atau menunjukkan eksistensinya di masyarakat, tetapi perempuan juga harus memperhatikan fitrah dan kewajibannya yaitu sebagai istri, ibu, dan anak yang tidak boleh dilalaikan.

Meninjau beberapa hal tersebut, maka pelaksanaan hak dan kewajiban perempuan dalam ketenagakerjaan harus dilindungi secara hukum. Sehingga akan tercipta rasa keadilan untuk kaum perempuan.

Editor: Yahya FR

Ahmad Dzikrul Syaifuddin
1 posts

About author
Mahasiswa STIQSI Lamongan
Articles
Related posts
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…
Tafsir

Dekonstruksi Tafsir Jihad

3 Mins read
Hampir sebagian besar kesarjanaan modern menyoroti makna jihad sebatas pada dimensi legal-formal dari konsep ini dan karenanya menekankan pengertian militernya. Uraiannya mayoritas…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds