Membaca ulang buku karya Dr. Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin, Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta. Buku yang menunjukkan bagaimana proses islamisasi itu bukan hanya untuk segolongan masyarakat Jawa, tetapi untuk seluruh penduduk di mana Islam merupakan bagian integral dalam tradisi spiritual Jawa.
Bulan Sabit di atas pohon beringin artinya unsur-unsur santri yang digambarkan dengan bulan sabit meninggalkan unsur-unsur abangan (pra-Islam) yang digambarkan dengan pohon beringin.
Kotagede adalah sebuah kota yang diperebutkan para pimpinan ideologi di masa lalu. Tercatat HOS. Cokroaminoto, KH. Samanhudi, dan KH. Ahmad Dahlan pernah mengadakan rapat akbar di sana. Di bagian sayap kiri para tokoh Komunis seperti Semaun, Muso, dan Alimin, juga terjun langsung ke Kotagede. Bahkan tercatat juga nama Ki Hajar Dewantara. Sebuah wlayah yang akhirnya mencatat separuh warganya menjadi PKI.
Fenomena Kotagede Masa Lalu
Namun apa komentar seorang guru Muhammadiyah yang diwawancarai Dr. Nakamura tentang fenomena Kotagede di masa lalu itu ?
“Hampir separuh dari seluruh penduduk Kotagede ikut PKI sebelum 1965. Akan tetapi, sesungguhnya mereka semua orang Islam dan putih (warna untuk orang Islam, khususnya orang Islam yang shalih) di dalam batinnya. Oleh karena itu, begitu keadaan meningkat, dan yang paling penting begitu Muhammadiyah lebih lanjut memperkuat kegiatan pendidikannya, bukan tidak mungkin mengharap bahwa kebanyakan bekas pendukung-pendukung PKI akan menjadi orang Islam sebenar-benarnya.”
Lebih jauh lagi, Pak A.R. Fakhruddin, yang Ketua Muhammadiyah, mewanti-wanti para kadernya di Kotagede pada tanggal 28 November 1971.
“Jadi, untuk bergaul secara baik dengan tetangga kamu, caranya harus betul. Bila tetangga mampir untuk ngobrol denganmu, sambutlah dia dan ngobrollah. Jika dia belum shalat, tidak apa-apa. Kamu jangan mengolok-olok dia. Kamu jangan mengejek dia. Jika dia jatuh sakit, tengoklah, jika dia dalam kesusahan, bantulah, jika dia masuk angin, supaya dikeroki. Baiklah terserah bagaimana kamu akan benar-benar membantu. Akan tetapi itulah yang disebut sesrawungan ingkang sae. Ibu-ibu Aisyiyah dan bapak-bapak Muhammadiyah harus bisa melaksanakan ini.”
Pendekatan Pak AR yang Sukses
Pendekatan akhlak Pak AR. Fakhruddin itu terbukti, di mana akhirnya Kotagede menjadi salah satu basis Muhammadiyah yang kuat. Kisah sukses seperti ini tidak hanya saya dengar di Kotagede saja, ada beberapa wilayah basis PKI yang kini penduduknya hidup secara santri.
Tidak hanya di Jogja, saat saya berkesempatan diundang bersilaturahmi ke salah satu pesantren di Temanggung, beberapa ustadz disana bercerita tentang desa-desa merah yang kini lebih hijau dan religius dibanding desa-desa yang di masa Orde Lama dulu adalah basis kaum santri.
Dan kini, di beberapa wilayah yang dulu merah dan sekarang hijau itu, saya dengar dan beberapa saya lihat posternya itu, akan dilaksanakan nonton bareng G 30 S PKI. Yang menyelenggarakan, para aktivis dari organisasi dakwah yang sepertinya belum begitu lama berdiri, dan beberapa di antara mereka bukan penduduk setempat. Entahlah saya juga kurang tahu tujuannya.