Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai penakluk Kota Konstatinopel dan menjadi ibukota Dinasti Turki Utsmani. Muhammad Al-Fatih menguatkan pusat kekuasaannya di Istanbul dan menjaga agar tetap kokoh. Muhammad Al-Fatih mengadakan gerakan-gerakan menentang musuh-musuhnya dan melakukan beberapa penaklukan, seperti penaklukan Belgrad, ibu kota Serbia pada tahun 1456, Bosnia dan Herzegovina antara tahun 1458-1561, serta pulau-pulau Argos dan Albania pada tahun 1467 M (Ahmad 1993, 399-400).
Penaklukan Kawasan Balkan dan Sekitarnya
Pada tahun 1475, Muhammad Al-Fatih bermaksud menaklukkan negeri Beogdan, yaitu sebuah kawasan terletak di sebelah timur Rumania yaitu Moldova. Muhammad Al-Fatih mengirimkan pasukannya ke wilayah itu setelah menawarkan kewajiban membayar jizyah kepada pemimpin negeri itu bernama Stevan IV, namun penawaran itu ditolaknya dan menyebabkan pertempuran sengit antara kedua belah pihak pada 10 Januari 1475.
Peristiwa pertempuran tersebut ini dikenal sebagai Perang Faslawi (sebuah kota tidak jauh dari lokasi pertempuran). Jumlah pasukan Dinasti Turki Utsmani mencapai 120.000 prajurit, sementara jumlah pasukan Beograd dalam 40.000 orang, yang ditambah dengan beberapa kekuatan kecil yang bersekutu dan beberapa tentara bayaran (Al-Munyawi 2012, 244).
Setelah pertempuran itu, banyak tentara dari kedua belah pihak terbunuh dan pasukan Dinasti Turki Utsmani kalah. Stevan IV (pemimpin Beograd) menjadi terkenal atas keberhasilannya mengalahkan pasukan Dinasti Turki Utsmani. Paus memberikan kepadanya gelar yang pernah diberikan Sikstose IV dengan gelar ‘Pahlawan Yesus’ dan ‘pelindung hakiki agama Kristen’.
Ketika kabar kekalahan ini sampai kepada Muhammad Al-Fatih, ia bertekad menaklukkan Negeri Qaraman. Saat itu, Republik Genoa mempunyai tanah jajahan terletak di Semenanjung Qaram, di Kota Kava. Muhammad Al-Fatih mengirimkan armada lautnya ke sana dan berhasil menaklukkannya setelah melakukan pengepungan selama enam hari. Setelah itu, jatuhlah semua tempat yang berafiliasi kepada Republik Genoa (Al-Munyawi 2012, 245).
Dengan begitu, seluruh kawasan pantai Qaram akhirnya masuk dalam bagian kekuasaan Dinasti Turki Utsmani dan tidak dapat dilawan oleh orang Tartar yang singgah di sana. Karenanya, sultan hanya mewajibkan pembayaran jizyah kepadanya. Setelah itu, armada laut Dinasti Turki Utsmani berhasil untuk menaklukkan Pelabuhan Aaq Kirman.
Setelah dari Pelabuhan Aaq Kirman, kapal-kapal perang tersebut bertolak melakukan serangan lewat Sungai Danub untuk mengulangi serangan kepada Beogdan. Sementara sultan sedang melintasi Sungai Danub dari arah darat dengan sebuah pasukan yang besar, tiba-tiba pasukan Beograd berjalan mundur di depannya meskipun mereka mampu menahan beberapa serangan pasukan Dinasti Turki Utsmani, namun mereka tidak mampu berperang di tanah yang datar (Al-Munyawi 2012, 245-246).
Pasukan Dinasti Turki Utsmani mengejar mereka hingga masuk ke dalam hutan sangat lebat dan tidak diketahui batasnya. Terjadilah sebuah pertempuran dengan Pasukan Inkisyariah yang akhirnya dapat mengalahkan Pasukan Beograd dan menghancurkannya. Ini dalam sebuah pertempuran dikenal dengan nama ‘Pertempuran Lembah Putih’. Stevan IV mundur ke sisi selatan terjauh dari negerinya. Sebagian orang mengatakan bahwa ia pergi meminta perlindungan kepada Kerajaan Polandia yang ia berusaha mengumpulkan pasukan barunya (Al-Munyawi 2012, 246).
Muhammad Al-Fatih tidak berhasil menaklukkan benteng-benteng induk Beograd disebabkan adanya perlawanan-perlawanan kecil terus-menerus dilakukan terhadap pasukan Dinasti Turki Utsmani oleh para tentara Beogdan dan disebabkan mewabahnya kelaparan kemudian penyakit menular di kalangan para prajurit. Hal itu terpaksa membuat Muhammad Al-Fatih menarik mundur pasukannya kembali ke Konstatinopel tanpa menaklukkan negeri itu lagi (Al-Munyawi 2012, 246).
Pada tahun 1477, Muhammad Al-Fatih kembali menyerang Negeri Venesia. Bersama pasukannya, ia tiba di kawasan Ferolli setelah melewati kawasan Kroasia. Orang-orang Venesia sangat takut kota asal mereka akan direbut. Mereka pun menyepakati perjanjian dengan Muhammad Al-Fatih menyerahkan Kota Kroya kepadanya; kota yang merupakan ibukota Alexander Bek.
Muhammad Al-Fatih menduduki kota Kroya tersebut dan kemudian meminta kota Ashkodra dari mereka, ketika mereka menolak memberikannya, ia terpaksa mengepung kota itu dan menembakkan Meriam-meriamnya selama enam pekan berturut-turut, namun tidak berhasil melemahkan kekuatan dan keberanian penduduknya. Ia pun meninggalkan kota itu untuk menunggu kesempatan lain. Namun, ia berhasil menaklukkan negeri-negeri dan benteng-benteng di sekitar Venesia, hingga akhirnya Ashkodra menjadi sebuah kota yang terisolir dari semua negeri Venesia. (Al-Munyawi 2012, 247).
Karena itu, pihak Venesia lebih memilih melakukan perjanjian baru dengan sultan dan menyerahkan Ashkodra dengan kompensasi mendapatkan beberapa keistimewaan perdagangan. Perjanjian antara dua pihak itu terjadi dengan kesepakatan itu mulai diberlakukan pada tanggal 28 Januari 1479. Ini kemudian menjadi langkah pertama Dinasti Turki Utsmani untuk ikut campur dalam urusan-urusan Benua Eropa, karena Republik Venesia saat itu adalah negeri Eropa terpenting khususnya dalam bidang perdagangan laut. Tidak ada yang menyainginya dalam hal itu, kecuali Republik Genoa (Al-Munyawi 2012, 247).
Al-Fatih dan Penaklukan Kepulauan Yunani
Setelah tuntas perjanjian damai dengan Venesia, pasukan Dinasti Turki Utsmani kemudian diarahkan menuju Hungaria untuk menaklukkan Provinsi Transilvenia. Pasukan itu kemudian dihadapi oleh Cenees, gubernur Kota Temesvar (Timisiora) terletak di dekat Kota Gulsberg pada 13 Oktober 1476. Peristiwa ini terbunuh banyak sekali prajuritdari Dinasti Turki Utsmani dan pihak Hungaria melakukan perilaku-perilaku keji dan buas setelah berhasil meraih kemenangan. Mereka membunuh semua tawanan dan menjadikan jasad-jasad mereka sebagai tempat hidangan mereka (Al-Munyawi 2012, 248).
Pada tahun 1480, Kepulauan Yunani terletak antara Yunani dan Italia berhasil ditaklukkan. Setelah itu, komandan armada laut, Ahmad Basya menggerakkan pasukannya untuk menaklukkan Kota Outrant di bagian selatan Italia, kota yang selama ini ingin ditaklukkan seluruhnya oleh Muhammad II. Kota Outrant berhasil ditaklukkan pada 11 Agustus 1480 M.
Selanjutnya pada 23 Mei 1480, pasukan Dinasti Turki Utsmani mulai mengepung pulau Rhodes dipimpin oleh Pier De Bussond dari Perancis. Meriam-meriam terus dilontarkan pelurunya untuk menghancurkan pagar-pagar bentengnya. Namun di malam hari, penduduk pulau itu berusaha memperbaiki bagian yang dirusak oleh Meriam di siang hari. Karena itu, pengepungan tersebut berlangsung selama tiga bulan lamanya.
Selama itu, pasukan Dinasti Turki Utsmani berusaha menguasai benteng terpentingnya yang bernama Benteng Suci Nicola, namun tetap tidak berhasil hingga pada serangan terakhir 27 Juli 1480 tetap tidak mendapatkan hasil, karena perlawanan sengit diberikan oleh pasukan negeri Rhodes dengan balasan lontaran meriam mereka untuk melindungi benteng mereka dari serangan pasukan Utsmani hingga membuat mereka mundur dan terpaksa menghentikan pengepungan tersebut (Al-Munyawi 2012, 248-249).
Referensi
Ahmad, Dusuki. 1993. Ikhtisar Perkembangan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Al-Munyawi, Ramzi. 2012. Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstatinopel. Edited by Muhammad Yasir. Translated by Muhammad Ihsan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Editor: Soleh